Bacaan
Ekaristi : Yeh. 47:1-9,12; Mzm. 46:2-3,5-6,8-9; Yoh. 5:1-16.
Liturgi
hari ini membuat kita bercermin pada air, air sebagai lambang keselamatan,
karena air adalah sarana keselamatan; namun, air juga merupakan sarana
kebinasaan : kita memikirkan peristiwa Air Bah ... Namun, dalam Bacaan-bacaan
ini, air adalah untuk keselamatan. Dalam Bacaan Pertama <ada> air yang
mengalir menuju kehidupan, yang memulihkan air laut, air baru yang memulihkan.
Dan dalam Bacaan Injil, kolam, kolam tempat orang sakit pergi untuk disembuhkan
itu penuh air, karena dikatakan bahwa sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke
kolam itu dan menggoncangkan air itu, seperti sebuah sungai, barangsiapa yang
terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apa pun
juga penyakitnya. Dan ada banyak, banyak yang sakit, seperti yang dikatakan Yesus
“sejumlah besar orang cacat, orang buta, orang timpang dan orang lumpuh"
berbaring di sana, sedang menunggu untuk disembuhkan, sedang menunggu goncangan
air kolam. Di sana ada seorang yang telah sakit selama tiga puluh delapan tahun
- tiga puluh delapan tahun di sana, sedang menunggu untuk disembuhkan. Hal ini
membuat kita berpikir, bukan? Agak lama ... karena seseorang yang ingin
disembuhkan ia akan mengusahakan agar ada seseorang yang membantunya, ia
bergerak, agak cepat, agak cerdas ... tetapi orang ini, di sana selama tiga
puluh delapan tahun, sampai-sampai tidak diketahui apakah ia sakit atau mati
... Melihatnya terbaring di sana dan mengetahui kenyataan bahwa ia sudah lama
berada di sana, Yesus berkata kepadanya : "Maukah engkau sembuh?" Dan
jawabannya menarik : ia tidak mengatakan ya, ia berkeluh kesah - tentang
penyakitnya? Tidak. Orang yang sakit itu menjawab : "Tuhan, tidak ada
orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan
sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku"
- seorang yang selalu datang terlambat. Yesus berkata kepadanya :
"Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah". Pada saat itu juga
sembuhlah orang itu.
Sikap
orang ini membuat kita berpikir. Apakah ia sakit? Ya, mungkin ia mengalami kelumpuhan;
meskipun, sepertinya ia bisa sedikit berjalan. Namun, hatinya sakit; jiwanya
sakit; ia sakit dengan pesimisme; ia sakit dengan kesedihan; ia sakit dengan
acuh tak acuh. Inilah penyakit orang ini : “Ya, aku ingin hidup, tetapi ... Ia berada
di sana. Namun, seharusnya ia menjawab : "Ya, aku ingin disembuhkan!"
Jawabannya atas tawaran Yesus untuk menyembuhkannya adalah keluh kesah terhadap
orang lain. Maka, ia menghabiskan tiga puluh delapan tahun untuk berkeluh kesah
tentang orang lain, dan tidak melakukan apa pun untuk disembuhkan.
Suatu
hari Sabat : kita mendengar apa yang dilakukan para ahli Taurat. Namun,
kuncinya adalah perjumpaan, nanti, dengan Yesus. Yesus menemukan orang itu di
Bait Allah dan berkata kepadanya, “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa
lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk". Orang itu berada
dalam dosa, tetapi ia tidak berada di sana karena ia telah melakukan sesuatu
yang besar - tidak. Dosanya adalah diam saja meski ada kesulitan dan berkeluh
kesah tentang kehidupan orang lain : dosa kesedihan, yang merupakan benih
iblis, dosa kemampuan untuk mengambil keputusan tentang kehidupan seseorang,
dan ya, melihat kehidupan orang lain, berkeluh kesah. Bukan mengritik mereka
tetapi berkeluh kesah. "Mereka sudah mendahului, aku adalah korban
kehidupan ini" : keluh kesah, orang-orang ini bernapaskan keluh kesah.
Jika
kita membuat perbandingan dengan orang yang buta sejak lahir, yang kita dengar
pada hari Minggu yang lalu, hari Minggu lainnya : dengan sukacita apa, dengan
keputusan apa ia mengupayakan kesembuhan, serta, juga, dengan tekad apa ia
pergi untuk bertanya jawab dengan para ahli Taurat di sana! Ia hanya pergi dan
memberitahukan mereka : "Ya, Dia yang menyembuhkan". Titik. Tanpa
berkompromi dengan kehidupan ... Itu membuat saya memikirkan begitu banyak dari
kita, begitu banyak umat Kristiani yang hidup dalam keadaan acuh tak acuh ini,
tidak mampu melakukan sesuatu tetapi berkeluh kesah tentang segalanya. Dan acuh
tak acuh adalah racun, acuh tak acuh adalah kabut yang mengelilingi jiwa dan
tidak membuatnya hidup. Dan acuh tak acuh juga penawar karena jika kamu
mencicipinya, acuh tak acuh sering kali menyenangkan. Dan kamu akhirnya menjadi
seorang “pecandu kesedihan, pecandu acuh tak acuh” ... Acuh tak acuh bagaikan
udara. Dan inilah dosa kebiasaan di antara kita : kesedihan, acuh tak acuh,
saya tidak mengatakan kesuraman tetapi mendekati itu.
Sebaiknya
kita membaca kembali Injil Yohanes bab 5 ini untuk melihat penyakit apa yang
kita derita. Air adalah untuk menyelamatkan kita. "Tetapi aku tidak bisa
diselamatkan" - "Mengapa?". "Karena kesalahan orang
lain". Dan aku tinggal di sana tiga puluh delapan tahun ... Yesus
menyembuhkanku : reaksi orang-orang lain yang disembuhkan tidak terlihat, siapa
yang mengangkat tilam <mereka> dan menari, bernyanyi, bersyukur,
mengatakannya ke seluruh dunia? Ia tidak bertingkah laku seperti itu. Orang
lain mengatakan kepadanya bahwa itu tidak boleh dilakukan, tetapi ia berkata :
"Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakannya kepadaku",
dan Ia telah menghilang. Dan kemudian, bukannya pergi kepada Yesus, untuk
berterima kasih kepada-Nya dan semua orang, ia memberitahu : "Dialah yang
menyembuhkan". Sebuah kehidupan yang kelabu, tetapi kelabu yang berasal
dari roh jahat ini adalah acuh tak acuh, kesedihan, kemurungan.
Marilah
kita memikirkan entah air; air yang merupakan lambang kekuatan kita, hidup
kita, air yang dipergunakan Yesus untuk membangkitkan kita itu, Pembaptisan.
Dan marilah kita juga memikirkan diri kita sendiri, jika ada di antara kita
yang memiliki bahaya tergelincir ke dalam sikap acuh tak acuh ini, ke dalam
dosa yang netral ini : dosa orang netral adalah ini, tidak putih maupun tidak
hitam, ia tidak tahu apa itu. Dan inilah dosa yang dapat dipergunakan iblis
untuk membinasakan kehidupan rohani kita dan juga kehidupan kita sebagai pribadi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.