Bacaan
Ekaristi : Yes. 65:17-21; Mzm. 30:2,4,5-6,11-12a; Yoh. 4:43-54.
Ayah
ini meminta kesehatan anaknya (bdk. Yoh 4:43-54). Tuhan sedikit menegur
orang-orang, dan juga dia : "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat,
kamu tidak percaya" (bdk. ayat 48). Bukannya tenang dan diam, pegawai
istana itu, maju dan berkata kepada-Nya : "Tuhan, datanglah sebelum anakku
mati" (ayat 49). Dan Yesus menjawabnya : "Pergilah, anakmu
hidup" (ayat 50).
Diperlukan
tiga hal untuk berdoa dengan baik. Hal yang pertama adalah iman : “jika kamu
tidak memiliki iman ..." Dan berkali-kali, doa hanya lisan, dengan mulut,
tetapi tidak berasal dari iman hati; atau berasal dari iman yang lemah ... Kita
memikirkan ayah lainnya, ayah yang anaknya kerasukan roh jahat, ketika Yesus
menjawab : “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"; ayah yang
mengatakan dengan lantang : “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya
ini!" (bdk. Mrk 9:23-24). Iman dalam doa - berdoa dengan iman, entah
ketika kita berdoa di luar [di sebuah tempat ibadah], entah ketika kita datang
ke sini, dan Tuhan ada di sana : apakah aku memiliki iman, atau merupakan
sebuah kebiasaan? Marilah kita penuh perhatian dalam doa : kita tidak boleh
jatuh ke dalam kebiasaan tanpa kesadaran bahwa Tuhan ada di sana, bahwa aku
berbicara dengan Tuhan dan bahwa Ia mampu menyelesaikan persoalan. Persyaratan
yang pertama untuk berdoa dengan benar adalah iman.
Persyaratan
yang kedua, yang diajarkan Yesus sendiri kepada kita, adalah ketekunan.
Beberapa orang meminta tetapi rahmat tidak kunjung datang : mereka tidak
memiliki ketekunan ini, karena pada dasarnya mereka tidak membutuhkannya, atau
tidak memiliki iman. Dan Yesus sendiri mengajarkan kepada kita perumpamaan
tentang orang yang pergi ke sahabatnya pada tengah malam untuk meminta roti :
ketekunan dalam mengetuk pintu (bdk. Luk 11:5-8). Atau janda, dengan hakim yang
tidak takut akan Allah : dan ia bersikeras dan bersikeras dan bersikeras :
itulah ketekunan (bdk. Luk 18:1-8). Iman dan ketekunan berjalan seiring, karena
jika kamu memiliki iman, kamu dapat yakin bahwa Tuhan akan memberikan apa yang
kamu minta. Dan jika Tuhan membuatmu menunggu, ketuk, ketuk, ketuk <dan>
pada akhirnya, Tuhan memberikan rahmat. Namun, Tuhan tidak melakukan hal ini
untuk membuat diri-Nya dikehendaki, atau karena Ia mengatakan "lebih baik
dia menunggu", tidak. Ia melakukannya untuk kebaikan kita, sehingga kita
sungguh-sungguh menganggapnya. Sungguh-sungguh menganggap doa, bukan seperti
burung beo : bla, bla, bla dan tidak ada yang lain. Yesus sendiri akan menegur
kita : “Jangan seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah yang yakin pada
keampuhan doa <dengan> kata-kata, banyaknya kata-kata” (bdk. Mat 6:7-8).
Tidak, ketekunan <diperlukan> di sana; itulah iman.
Dan
hal yang ketiga yang diinginkan Tuhan dalam doa adalah kekuatan hati. Seseorang
mungkin berpikir : apakah untuk berdoa dan berada di hadapan Tuhan diperlukan
kekuatan hati? Yaitu, kekuatan hati untuk berada di sana dan memohon tetapi
selanjutnya, malahan, hampir ... hampir - saya tidak ingin mengatakan bidaah -
seolah-olah mengancam Tuhan. Seperti kekuatan hati Musa di hadapan Allah,
ketika Allah ingin membinasakan bangsa Israel dan menjadikannya pemimpin bangsa
lain, ia berkata : “Tidak. Aku akan tinggal bersama bangsa Israel” (bdk. Kel
32:7-14). Kekuatan hati, kekuatan hati Abraham, ketika ia mengadakan permufakatan
sehubungan dengan keselamatan Sodom : “Dan sekiranya kurang 30 orang, dan
sekiranya kurang 25 orang, dan sekiranya kurang 20 orang ...“ : di sana ada
kekuatan hati (bdk. Kej 18:22-33). Kebajikan kekuatan hati ini sangat
diperlukan, tidak hanya untuk tindakan kerasulan tetapi juga untuk doa.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.