Bacaan
Ekaristi : Hos. 10:1-3,7-8,12; Mzm. 105:2-3,4-5,6-7; Mat. 10:1-7.
Mazmur
Tanggapan mengundang kita untuk selalu mencari wajah Tuhan : “Carilah Tuhan dan
kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!” (Mzm 105:4). Pencarian ini mendasar
bagi kehidupan setiap orang percaya, karena kita telah menyadari bahwa tujuan
utama hidup kita adalah perjumpaan dengan Allah.
Mencari
wajah Allah adalah jaminan bahwa perjalanan kita melewati dunia ini akan
berakhir dengan baik. Perjalanan kita adalah keluaran menuju Tanah Terjanji,
rumah surgawi kita. Wajah Allah adalah maksud tujuan kita dan bintang yang
menuntun yang membantu kita untuk tidak kehilangan arah.
Bangsa
Israel, sebagaimana dilukiskan nabi Hosea dalam Bacaan Pertama (bdk.
10:1-3.7-8.12), telah tersesat. Mereka telah kehilangan pandangan akan Tanah
Terjanji dan berkeliaran di padang gurun kedurhakaan. Kelimpahan, kemakmuran,
dan kekayaan telah menyebabkan hati mereka menjauh dari Tuhan dan malah
mengisinya dengan kepalsuan dan ketidakadilan.
Kita
juga, sebagai umat Kristiani dewasa ini, tidak kebal terhadap dosa ini. “Budaya
kenyamanan, yang membuat kita hanya memikirkan diri sendiri, membuat kita tidak
peka terhadap tangisan orang lain, membuat kita hidup dalam gelembung sabun
yang, betapapun indahnya, tidak hakiki; merekagelembung tersebut menawarkan
khayalan singkat dan kosong yang menghasilkan ketidakpedulian terhadap orang
lain; bahkan, mengarah pada globalisasi ketidakpedulian. Di dunia yang
mengglobal ini, kita telah jatuh ke dalam ketidakpedulian global. Kita menjadi
terbiasa dengan penderitaan orang lain : penderitaan orang lain tidak
mempengaruhi saya; penderitaan orang lain bukan keprihatinanku; penderitaan
orang lain bukan urusanku! " (Homili di Lampedusa, 8 Juli 2013).
Kata-kata
Hosea mencapai kita hari ini sebagai panggilan baru untuk pertobatan, panggilan
untuk mengalihkan pandangan kita kepada Tuhan dan mengenali wajah-Nya. Nabi
berkata : “Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih
setia! Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari Tuhan,
sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan” (10:12).
Upaya
kita untuk mencari wajah Allah lahir dari keinginan untuk berjumpa dengan
Tuhan, perjumpaan pribadi, perjumpaan dengan kasih yang luar biasa, dengan
kekuatan-Nya yang menyelamatkan. Kedua belas rasul yang digambarkan dalam Injil
hari ini (bdk. Mat 10:1-7) menerima rahmat untuk berjumpa secara fisik dalam
Yesus Kristus, Putra Allah yang menjelma. Yesus - seperti yang kita dengar -
memanggil nama mereka masing-masing. Ia menatap mata mereka, dan pada
gilirannya mereka menatap wajah-Nya, mendengarkan suara-Nya dan memperhatikan
mukjizat-mukjizat-Nya. Perjumpaan pribadi dengan Tuhan, masa rahmat dan
keselamatan, memerlukan perutusan : "Pergilah", Yesus memberitahu
mereka, beritakanlah kabar baik : 'Kerajaan Sorga sudah dekat'" (ayat 7).
Perjumpaan dan perutusan seharusnya tidak terpisahkan.
Perjumpaan
pribadi semacam ini dengan Yesus Kristus juga dimungkinkan bagi kita, yang
adalah murid-murid milenium ketiga. Dalam upaya kita untuk mencari wajah Tuhan,
kita dapat mengenali-Nya di hadapan orang miskin, orang sakit, orang terlantar,
dan orang asing yang ditempatkan Allah di jalan kita. Perjumpaan ini juga
menjadi saat rahmat dan keselamatan bagi kita, dan memanggil kita untuk
perutusan yang sama yang dipercayakan kepada para Rasul.
Hari
ini menandai tahun ketujuh, peringatan ketujuh kunjungan saya ke Lampedusa.
Dalam terang sabda Allah, saya ingin mengulangi apa yang saya katakan kepada
mereka yang ambil bagian dalam pertemuan "Bebas dari Ketakutan" pada
bulan Februari tahun lalu : "Perjumpaan dengan orang lain juga merupakan
perjumpaan dengan Kristus. Ia sendiri yang memberitahu kita hal ini. Ia adalah
orang yang mengetuk pintu kita, lapar, haus, telanjang, sakit, dipenjara; ia
adalah orang yang mengusahakan perjumpaan dengan kita, meminta bantuan kita,
meminta untuk mendarat. Dan jangan sampai kita memiliki keraguan, ia
memberitahu kita mentah-mentah : ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku'” (Mat 25:40).
"Segala
sesuatu yang kamu lakukan ..." demi semakin baik atau semakin buruk!
Peringatan ini lebih tepat waktu dewasa ini. Kita harus menggunakannya sebagai
titik awal dasariah untuk pemeriksaan hati nurani kita setiap hari. Di sini
saya memikirkan Libya, kamp-kamp penahanan, pelecehan dan kekerasan yang
sasarannya adalah para migran; saya memikirkan perjalanan harapan, operasi penyelamatan,
dan kasus penolakan. "Segala sesuatu yang kamu lakukan ... kamu telah
melakukannya untuk Aku".
Saya
ingat hari itu, tujuh tahun yang lalu, di bagian paling selatan Eropa, di pulau
itu ... Sejumlah orang menceritakan kepada saya kisah mereka dan semua yang
telah mereka lalui untuk sampai ke sana. Ada para penerjemah yang hadir. Satu
orang bercerita tentang hal-hal buruk dalam bahasanya, dan sang penerjemah
sepertinya menerjemahkan dengan baik, tetapi orang ini berbicara begitu lama
dan terjemahannya singkat. “Ya”, saya pikir, “bahasa mereka harus membutuhkan
lebih banyak kata untuk mengungkapkan gagasan”. Ketika saya kembali ke rumah
sore itu, di daerah penerima tamu ada seorang perempuan - Allah memberkatinya, sejak
itu ia meninggal dunia - yang merupakan anak perempuan Etiopia. Ia mengerti
bahasa dan ia telah melihat percakapan kami di televisi. Ia mengatakan hal ini
kepada saya. "Dengarlah, apa yang dikatakan penerjemah Etiopia kepadamu
bukan seperempat dari penyiksaan dan penderitaan yang dialami orang-orang
itu". Mereka memberi saya versi "suling". Inilah yang terjadi
hari ini dengan Libya : mereka memberi kita "versi suling". Perang
memang mengerikan, kita tahu itu, tetapi kamu tidak bisa membayangkan neraka
yang sedang ditinggali orang-orang di sana, di kamp penahanan itu. Dan
orang-orang itu datang hanya dengan harapan menyeberangi lautan.
Semoga
Perawan Maria, Solacium migrantium, “Penghiburan Para Migran”, membantu
kita menemukan wajah Putranya dalam diri semua saudara dan saudari kita yang
terpaksa meninggalkan tanah air mereka karena banyaknya ketidakadilan yang
terus melanda dunia kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.