Bacaan Ekaristi : Sir. 24:23-31; Luk 1:39-48.
Dalam liturgi hari ini, tiga kata,
tiga gagasan mengemuka : kelimpahan, berkat dan karunia. Dan, memandang gambar
Perawan dari Guadalupe, entah bagaimana kita juga berkaca terhadap tiga
kenyataan ini : kelimpahan, berkat, dan karunia.
Kelimpahan, karena Allah selalu
memberi dalam kelimpahan, selalu memberi dalam kelimpahan. Ia tidak mengenal
dosis. Ia membiarkan diri-Nya "diukur" oleh kesabaran-Nya. Kitalah
yang - pada dasarnya, dengan keterbatasan kita - mengetahui kebutuhan akan
cicilan yang nyaman. Sebaliknya, Ia memberikan diri-Nya dalam kelimpahan, sepenuhnya.
Dan di mana ada Allah, di situ ada kelimpahan.
Memikirkan misteri Natal, liturgi
Adven mengambil banyak gagasan tentang kelimpahan ini dari nabi Yesaya. Allah
memberikan seluruh diri-Nya, sebagaimana adanya, sepenuhnya. Kemurahan hati
bisa menjadi - saya suka berpikir demikian - "kebatasan" Allah
(setidaknya!) : Ketidakmungkinan memberikan diri kita dengan cara yang berbeda,
itu bukan dalam kelimpahan.
Kata kedua adalah berkat. Pertemuan
Maria dengan Elisabet adalah sebuah berkat, sebuah berkat. Berkat berarti
“mengucapkan dengan baik”. Dan Allah, sejak halaman pertama kitab Kejadian,
telah membiasakan kita dengan gaya bicara-Nya yang baik. Kata kedua yang
diucapkan-Nya, menurut Alkitab, adalah : "Dan semuanya itu baik",
"semuanya itu baik", "semuanya itu sangat baik". Gaya Allah
selalu berkata baik, jadi kutukan adalah gaya iblis, gaya musuh; gaya kekejian,
ketidakmampuan untuk memberikan diri sendiri secara penuh, "mengucapkan
yang jahat". Allah selalu mengucapkan hal-hal yang baik. Dan Ia mengucapkannya
dengan senang hati, Ia mengucapkannya dengan memberikan diri-Nya. Baik. Ia
memberikan diri-Nya dalam kelimpahan, mengucapkan yang baik, berkat.
Kata ketiga adalah karunia. Dan
kelimpahan ini, mengucapkan yang baik ini, adalah karunia, itu adalah karunia.
Karunia yang diberikan kepada kita di dalam Dia yang adalah segala rahmat, yang
adalah segenap diri-Nya, segenap keilahian : di dalam Yang Terpuji. Karunia
yang diberikan kepada kita di dalam dia yang "penuh rahmat",
"yang terpuji". Yang terpuji oleh alam dan yang terpuji oleh rahmat :
inilah dua acuan yang ditunjukkan oleh Alkitab.
Terhadapnya dikatakan :
"terpujilah engkau di antara wanita", "penuh rahmat". Yesus
adalah Yang Terpuji yang membawa berkat.
Dan memandang gambar Bunda kita yang
menanti Yang Terpuji, penuh rahmat yang menanti Yang Terpuji, kita sedikit
mengerti tentang kelimpahan ini, tentang mengucapkan yang baik, tentang
“berkat”. Dan kita memahami karunia ini, karunia Allah yang menampilkan
diri-Nya kepada kita dalam kelimpahan Putra-Nya, secara alami, dalam kelimpahan
Bunda-Nya, oleh rahmat. Karunia Allah muncul dengan sendirinya kepada kita
sebagai berkat, dalam yang terpuji oleh alam dan yang terpuji oleh rahmat.
Inilah karunia yang dihadirkan Allah kepada kita dan yang terus ingin
disoroti-Nya, untuk membuat karunia tersebut muncul dalam perjalanan pewahyuan.
“Terpujilah engkau di antara wanita
karena engkau telah membawakan kita Sang Terpuji” - “Aku Bunda Allah yang
dengannya kita hidup, Ia yang memberi hidup, Yang Terpuji”.
Sehingga, dengan merenungkan gambar
Bunda Maria hari ini, kita dapat "mencuri" dari Allah sedikit gaya
yang Ia miliki : kemurahan hati, kelimpahan, "ucapan yang baik",
tidak pernah mengutuk, dan mengubah hidup kita menjadi karunia, karunia untuk
semua orang. Semoga.
_____
*(Peter Suriadi - Bogor, 12 Desember
2020)*
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.