Bacaan Ekaristi : Yes. 63:16b-17;
64:1,3b-8; Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19; 1Kor. 1:3-9; Mrk. 13:33-37.
Bacaan-bacaan hari ini mengusulkan
dua kata kunci untuk Masa Adven : kedekatan dan kewaspadaan. Kedekatan Allah
dan kewaspadaan kita. Nabi Yesaya mengatakan bahwa Allah dekat dengan kita,
sedangkan dalam Injil Yesus mendesak kita untuk berjaga-jaga dalam menantikan
kedatangan-Nya kembali.
Kedekatan. Yesaya mulai dengan
berbicara secara pribadi kepada Allah : "Bukankah Engkau Bapa kami?"
(63:16). "Tidak pernah ada orang yang mendengar", ia melanjutkan,
[tentang] Allah manapun, selain Engkau yang telah berbuat banyak untuk
orang-orang yang percaya kepada-Nya” (bdk. 64:3). Kita diingatkan akan
kata-kata dalam kitab Ulangan : siapakah seperti Tuhan, Allah kita, yang begitu
dekat dengan kita setiap kali kita memanggil kepada-Nya? (bdk. 4:7). Adven
adalah masa untuk mengingat kedekatan Allah yang turun untuk tinggal di
tengah-tengah kita. Nabi selanjutnya meminta Allah untuk mendekat kepada kita
sekali lagi : "Sekiranya Engkau mengoyakkan langit dan Engkau turun!"
(Yes 64:1). Kita mendoakan hal ini dalam Mazmur Tanggapan hari ini :
“Kembalilah kiranya … datanglah untuk menyelamatkan kami” (Mzm 80:15.3). Kita
sering memulai doa kita dengan permohonan : "Allah, datanglah untuk membantuku".
Langkah pertama iman adalah mengatakan kepada Allah bahwa kita membutuhkan-Nya,
bahwa kita membutuhkan-Nya untuk mendekati kita.
Ini juga merupakan pesan pertama
Adven dan tahun liturgi : kita perlu mengenali kedekatan Allah dan berkata
kepada-Nya : "Datanglah kepada kami sekali lagi!" Allah ingin
mendekat kepada kita, tetapi Ia tidak akan memaksakan diri; terserah kita untuk
terus berkata kepada-Nya : "Datanglah!" Inilah doa Adven kita :
"Datanglah!" Adven mengingatkan kita bahwa Yesus datang di antara
kita dan akan datang kembali di akhir zaman. Namun kita bisa menanyakan apa
makna kedatangan kedua tersebut, jika Ia tidak juga datang ke dalam hidup kita
hari ini? Jadi marilah kita mengundang-Nya. Marilah kita mengucapkan doa Adven
tradisional tersebut : “Datanglah, Tuhan Yesus” (Why 22:20). Kitab Wahyu
diakhiri dengan doa ini : “Datanglah, Tuhan Yesus”. Kita dapat mengucapkan doa
itu di awal setiap hari dan sering mengulanginya, sebelum pertemuan kita,
pelajaran kita dan pekerjaan kita, sebelum membuat keputusan, di setiap saat
yang lebih penting atau sulit dalam hidup kita : Datanglah, Tuhan Yesus! Inilah
doa pendek, namun berasal dari hati. Marilah kita mengucapkannya dalam Masa
Adven ini. Marilah kita mengulanginya : "Datanglah, Tuhan Yesus!"
Jika kita meminta Yesus untuk
mendekati kita, kita akan melatih diri kita untuk waspada. Hari ini Injil
Markus menyajikan kepada kita akhir wejangan Yesus kepada murid-murid-Nya, yang
dapat dirangkum dalam dua kata : "Hati-hatilah dan berjaga-jagalah!"
Tuhan mengulangi kata-kata ini sebanyak empat kali dalam lima ayat (bdk. Mrk
13:33-35.37). Pentingnya berhati-hati dan berjaga-jaga, karena satu kesalahan
besar dalam hidup adalah terserap dalam seribu hal dan tidak memperhatikan
Allah. Santo Agustinus berkata : "Timeo Iesum transeuntem" (Khotbah,
88,14,13), "Aku takut bahwa Yesus akan melewatiku tanpa diketahui".
Terjebak dalam urusan sehari-hari kita sendiri (betapa kita mengetahui hal ini
dengan baik!), dan terganggu oleh begitu banyak hal yang sia-sia, kita beresiko
kehilangan pandangan tentang apa yang penting. Itulah sebabnya hari ini Tuhan
mengulangi : "Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua
orang: berjaga-jagalah!" (Mrk 13:37). Berjaga-jagalah, berhati-hatilah.
Berhati-hati dan berjaga-jaga,
kiranya, berarti sekarang malam. Kita tidak hidup di siang bolong, tetapi
menantikan fajar, di tengah kegelapan dan keletihan. Terang siang hari akan
datang ketika kita sudi bersama Tuhan. Janganlah kita berkecil hati : terang
siang hari akan datang, bayang-bayang malam akan sirna, dan Tuhan, yang wafat
demi kita di kayu salib, akan bangkit menjadi hakim kita. Berhati-hati dan
berjaga-jaga dalam mengharapkan kedatangan-Nya berarti tidak memperkenankan
diri kita dikuasai oleh keputusasaan. Berhati-hati dan berjaga-jaga adalah
hidup dalam harapan. Persis seperti sebelum kita lahir, orang-orang yang kita
kasihi dengan penuh harap menantikan kedatangan kita ke dunia, juga sekarang
Sang Kasih secara pribadi menantikan kita. Jika kita dinantikan di Surga,
mengapa kita harus terjebak dengan perkara duniawi? Mengapa kita harus khawatir
tentang uang, ketenaran, kesuksesan, yang semuanya akan berlalu? Mengapa kita
harus membuang waktu untuk mengeluh tentang malam, ketika terang hari
menantikan kita? Mengapa kita harus mencari "pelindung" untuk
membantu memajukan karir kita? Semua ini berlalu. Hati-hatilah dan
berjaga-jagalah!, Tuhan memberitahu kita.
Tetap terjaga tidaklah mudah; sangat
sulit. Pada malam hari, tidur adalah hal yang wajar. Bahkan murid-murid Yesus
tidak berhasil untuk tetap terjaga ketika diberitahu untuk tetap terjaga
"menjelang malam hari, atau larut malam, atau saat kokok ayam jantan, atau
pagi-pagi buta" (bdk. ayat 35). Saat itulah mereka tidak bangun : di malam
hari, pada Perjamuan Terakhir, mereka mengkhianati Yesus; pada larut malam,
mereka tertidur; saat ayam jantan berkokok, mereka menyangkal-Nya; pagi-pagi
buta, mereka membiarkan-Nya dihukum mati. Mereka tidak berjaga-jaga. Mereka
tertidur. Tetapi rasa kantuk yang sama juga bisa menguasai kita. Ada jenis
tidur yang berbahaya : tidur yang biasa-biasa saja. Tidur tersebut datang
ketika kita melupakan cinta pertama kita dan puas dengan ketidakpedulian, hanya
peduli pada keberadaan yang tidak bermasalah. Tanpa berusaha untuk mengasihi Tuhan
setiap hari dan menantikan kebaruan yang terus-menerus dibawa-Nya, kita menjadi
biasa-biasa saja, suam-suam kuku, duniawi. Dan hal ini perlahan-lahan
menggerogoti iman kita, karena iman adalah kebalikan dari biasa-biasa saja :
iman adalah keinginan yang kuat untuk Allah, usaha yang berani untuk berubah,
keberanian untuk mengasihi, kemajuan yang terus menerus. Iman bukanlah air yang
memadamkan api, iman adalah api yang membakar; iman bukanlah obat penenang
untuk orang yang sedang stres, iman adalah kisah kasih untuk orang-orang yang
sedang jatuh cinta! Itulah sebabnya Yesus juga terutama membenci suam-suam kuku
(bdk. Why 3:16). Allah terang-terangan meremehkan orang yang suam-suam kuku.
Bagaimana kita bisa membangunkan diri
kita dari tidur biasa-biasa saja? Dengan kewaspadaan doa. Saat kita berdoa,
kita menyalakan lilin dalam kegelapan. Doa membangunkan kita dari sifat
suam-suam kuku keberadaan yang murni mendatar dan membuat kita menengadah
kepada perkara yang lebih tinggi; doa membuat kita selaras dengan Tuhan. Doa
memungkinkan Allah dekat dengan kita; doa membebaskan kita dari kesendirian
kita dan memberi kita harapan. Doa sangat penting untuk kehidupan : sama
seperti kita tidak bisa hidup tanpa bernapas, begitu pula kita tidak bisa
menjadi orang Kristiani tanpa doa. Betapa kita membutuhkan umat Kristiani yang
mengawasi orang-orang yang sedang tertidur, para penyembah yang mengantarai
siang dan malam, membawa ke hadapan Yesus, Sang Terang Dunia, kegelapan
sejarah. Betapa kita membutuhkan para penyembah. Kita telah kehilangan sesuatu
dari citarasa adorasi kita, adorasi yang hening di hadapan Tuhan. Inilah
biasa-biasa saja, suam-suam kuku.
Ada juga jenis tidur batin lainnya :
tidur ketidakpedulian. Orang-orang yang acuh tak acuh melihat semuanya sama,
seolah-olah malam; mereka tidak peduli dengan orang-orang di sekitar mereka.
Ketika segala sesuatu berputar di sekitar kita dan kebutuhan kita, serta kita
tidak acuh tak acuh dengan kebutuhan orang lain, malam turun dalam hati kita.
Hati kita menjadi gelap. Kita segera mulai mengeluhkan segala hal dan semua
orang; kita mulai merasa menjadi korban semua orang dan akhirnya merenungi
segalanya. Sebuah lingkaran setan. Saat ini, malam tersebut sepertinya telah
melanda begitu banyak orang, yang hanya menuntut sesuatu untuk dirinya sendiri,
dan buta akan kebutuhan orang lain.
Bagaimana kita membangunkan diri kita
dari tidur ketidakpedulian? Dengan kewaspadaan amal. Untuk membangunkan kita
dari tidur biasa-biasa saja dan suam-suam kuku, ada kewaspadaan doa. Untuk membangunkan
kita dari tidur ketidakpedulian itu, ada kewaspadaan amal. Amal adalah detak
jantung umat Kristiani : sama seperti seseorang tidak bisa hidup tanpa detak
jantung, begitu pula seseorang tidak bisa menjadi Kristiani tanpa kasih.
Beberapa orang tampaknya berpikir bahwa berbelas kasih, membantu dan melayani
orang lain adalah untuk para pecundang. Namun inilah satu-satunya hal yang
memenangkan kita, karena sudah mengarah ke masa depan, hari Tuhan, ketika semua
yang lain akan berlalu dan yang tetap ada hanya kasih. Kita mendekat kepada
Tuhan melalui karya kerahimanlah. Inilah apa yang kita panjatkan dalam Doa
Pembuka hari ini : “Anugerahilah [kami] ... kehendak yang kuat untuk
menyongsong kedatangan Kristus dengan cara hidup yang baik”. Kehendak yang kuat
untuk bertemu Kristus dengan perbuatan yang baik. Yesus akan datang, dan jalan
untuk bertemu dengan-Nya ditandai dengan jelas : melalui karya amal.
Saudara dan saudari yang terkasih,
berdoa dan penuh kasih : itulah artinya berjaga-jaga. Ketika Gereja menyembah
Allah dan melayani sesama kita, ia tidak tinggal di malam hari. Betapapun lemah
dan letihnya, ia melakukan perjalanan menuju Tuhan. Sekarang marilah kita
memanggil-Nya. Datanglah, Tuhan Yesus, kami membutuhkan Engkau! Mendekatlah
kepada kami. Engkaulah terang. Bangunkan kami dari tidur biasa-biasa saja;
bangunkan kami dari kegelapan ketidakpedulian. Datanglah, Tuhan Yesus,
enyahkanlah gangguan dalam hati kami dan jadikanlah hati kami waspada.
Bangkitkan dalam diri kami keinginan untuk berdoa dan kebutuhan untuk
mengasihi.
____
(Peter Suriadi - Bogor, 29 November
2020)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.