Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU ADVEN I 29 November 2020 : KEDEKATAN DAN KEWASPADAAN


Bacaan Ekaristi : Yes. 63:16b-17; 64:1,3b-8; Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19; 1Kor. 1:3-9; Mrk. 13:33-37.

 

Bacaan-bacaan hari ini mengusulkan dua kata kunci untuk Masa Adven : kedekatan dan kewaspadaan. Kedekatan Allah dan kewaspadaan kita. Nabi Yesaya mengatakan bahwa Allah dekat dengan kita, sedangkan dalam Injil Yesus mendesak kita untuk berjaga-jaga dalam menantikan kedatangan-Nya kembali.

 

Kedekatan. Yesaya mulai dengan berbicara secara pribadi kepada Allah : "Bukankah Engkau Bapa kami?" (63:16). "Tidak pernah ada orang yang mendengar", ia melanjutkan, [tentang] Allah manapun, selain Engkau yang telah berbuat banyak untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya” (bdk. 64:3). Kita diingatkan akan kata-kata dalam kitab Ulangan : siapakah seperti Tuhan, Allah kita, yang begitu dekat dengan kita setiap kali kita memanggil kepada-Nya? (bdk. 4:7). Adven adalah masa untuk mengingat kedekatan Allah yang turun untuk tinggal di tengah-tengah kita. Nabi selanjutnya meminta Allah untuk mendekat kepada kita sekali lagi : "Sekiranya Engkau mengoyakkan langit dan Engkau turun!" (Yes 64:1). Kita mendoakan hal ini dalam Mazmur Tanggapan hari ini : “Kembalilah kiranya … datanglah untuk menyelamatkan kami” (Mzm 80:15.3). Kita sering memulai doa kita dengan permohonan : "Allah, datanglah untuk membantuku". Langkah pertama iman adalah mengatakan kepada Allah bahwa kita membutuhkan-Nya, bahwa kita membutuhkan-Nya untuk mendekati kita.

 

Ini juga merupakan pesan pertama Adven dan tahun liturgi : kita perlu mengenali kedekatan Allah dan berkata kepada-Nya : "Datanglah kepada kami sekali lagi!" Allah ingin mendekat kepada kita, tetapi Ia tidak akan memaksakan diri; terserah kita untuk terus berkata kepada-Nya : "Datanglah!" Inilah doa Adven kita : "Datanglah!" Adven mengingatkan kita bahwa Yesus datang di antara kita dan akan datang kembali di akhir zaman. Namun kita bisa menanyakan apa makna kedatangan kedua tersebut, jika Ia tidak juga datang ke dalam hidup kita hari ini? Jadi marilah kita mengundang-Nya. Marilah kita mengucapkan doa Adven tradisional tersebut : “Datanglah, Tuhan Yesus” (Why 22:20). Kitab Wahyu diakhiri dengan doa ini : “Datanglah, Tuhan Yesus”. Kita dapat mengucapkan doa itu di awal setiap hari dan sering mengulanginya, sebelum pertemuan kita, pelajaran kita dan pekerjaan kita, sebelum membuat keputusan, di setiap saat yang lebih penting atau sulit dalam hidup kita : Datanglah, Tuhan Yesus! Inilah doa pendek, namun berasal dari hati. Marilah kita mengucapkannya dalam Masa Adven ini. Marilah kita mengulanginya : "Datanglah, Tuhan Yesus!"

 

Jika kita meminta Yesus untuk mendekati kita, kita akan melatih diri kita untuk waspada. Hari ini Injil Markus menyajikan kepada kita akhir wejangan Yesus kepada murid-murid-Nya, yang dapat dirangkum dalam dua kata : "Hati-hatilah dan berjaga-jagalah!" Tuhan mengulangi kata-kata ini sebanyak empat kali dalam lima ayat (bdk. Mrk 13:33-35.37). Pentingnya berhati-hati dan berjaga-jaga, karena satu kesalahan besar dalam hidup adalah terserap dalam seribu hal dan tidak memperhatikan Allah. Santo Agustinus berkata : "Timeo Iesum transeuntem" (Khotbah, 88,14,13), "Aku takut bahwa Yesus akan melewatiku tanpa diketahui". Terjebak dalam urusan sehari-hari kita sendiri (betapa kita mengetahui hal ini dengan baik!), dan terganggu oleh begitu banyak hal yang sia-sia, kita beresiko kehilangan pandangan tentang apa yang penting. Itulah sebabnya hari ini Tuhan mengulangi : "Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!" (Mrk 13:37). Berjaga-jagalah, berhati-hatilah.

 

Berhati-hati dan berjaga-jaga, kiranya, berarti sekarang malam. Kita tidak hidup di siang bolong, tetapi menantikan fajar, di tengah kegelapan dan keletihan. Terang siang hari akan datang ketika kita sudi bersama Tuhan. Janganlah kita berkecil hati : terang siang hari akan datang, bayang-bayang malam akan sirna, dan Tuhan, yang wafat demi kita di kayu salib, akan bangkit menjadi hakim kita. Berhati-hati dan berjaga-jaga dalam mengharapkan kedatangan-Nya berarti tidak memperkenankan diri kita dikuasai oleh keputusasaan. Berhati-hati dan berjaga-jaga adalah hidup dalam harapan. Persis seperti sebelum kita lahir, orang-orang yang kita kasihi dengan penuh harap menantikan kedatangan kita ke dunia, juga sekarang Sang Kasih secara pribadi menantikan kita. Jika kita dinantikan di Surga, mengapa kita harus terjebak dengan perkara duniawi? Mengapa kita harus khawatir tentang uang, ketenaran, kesuksesan, yang semuanya akan berlalu? Mengapa kita harus membuang waktu untuk mengeluh tentang malam, ketika terang hari menantikan kita? Mengapa kita harus mencari "pelindung" untuk membantu memajukan karir kita? Semua ini berlalu. Hati-hatilah dan berjaga-jagalah!, Tuhan memberitahu kita.

 

Tetap terjaga tidaklah mudah; sangat sulit. Pada malam hari, tidur adalah hal yang wajar. Bahkan murid-murid Yesus tidak berhasil untuk tetap terjaga ketika diberitahu untuk tetap terjaga "menjelang malam hari, atau larut malam, atau saat kokok ayam jantan, atau pagi-pagi buta" (bdk. ayat 35). Saat itulah mereka tidak bangun : di malam hari, pada Perjamuan Terakhir, mereka mengkhianati Yesus; pada larut malam, mereka tertidur; saat ayam jantan berkokok, mereka menyangkal-Nya; pagi-pagi buta, mereka membiarkan-Nya dihukum mati. Mereka tidak berjaga-jaga. Mereka tertidur. Tetapi rasa kantuk yang sama juga bisa menguasai kita. Ada jenis tidur yang berbahaya : tidur yang biasa-biasa saja. Tidur tersebut datang ketika kita melupakan cinta pertama kita dan puas dengan ketidakpedulian, hanya peduli pada keberadaan yang tidak bermasalah. Tanpa berusaha untuk mengasihi Tuhan setiap hari dan menantikan kebaruan yang terus-menerus dibawa-Nya, kita menjadi biasa-biasa saja, suam-suam kuku, duniawi. Dan hal ini perlahan-lahan menggerogoti iman kita, karena iman adalah kebalikan dari biasa-biasa saja : iman adalah keinginan yang kuat untuk Allah, usaha yang berani untuk berubah, keberanian untuk mengasihi, kemajuan yang terus menerus. Iman bukanlah air yang memadamkan api, iman adalah api yang membakar; iman bukanlah obat penenang untuk orang yang sedang stres, iman adalah kisah kasih untuk orang-orang yang sedang jatuh cinta! Itulah sebabnya Yesus juga terutama membenci suam-suam kuku (bdk. Why 3:16). Allah terang-terangan meremehkan orang yang suam-suam kuku.

 

Bagaimana kita bisa membangunkan diri kita dari tidur biasa-biasa saja? Dengan kewaspadaan doa. Saat kita berdoa, kita menyalakan lilin dalam kegelapan. Doa membangunkan kita dari sifat suam-suam kuku keberadaan yang murni mendatar dan membuat kita menengadah kepada perkara yang lebih tinggi; doa membuat kita selaras dengan Tuhan. Doa memungkinkan Allah dekat dengan kita; doa membebaskan kita dari kesendirian kita dan memberi kita harapan. Doa sangat penting untuk kehidupan : sama seperti kita tidak bisa hidup tanpa bernapas, begitu pula kita tidak bisa menjadi orang Kristiani tanpa doa. Betapa kita membutuhkan umat Kristiani yang mengawasi orang-orang yang sedang tertidur, para penyembah yang mengantarai siang dan malam, membawa ke hadapan Yesus, Sang Terang Dunia, kegelapan sejarah. Betapa kita membutuhkan para penyembah. Kita telah kehilangan sesuatu dari citarasa adorasi kita, adorasi yang hening di hadapan Tuhan. Inilah biasa-biasa saja, suam-suam kuku.

 

Ada juga jenis tidur batin lainnya : tidur ketidakpedulian. Orang-orang yang acuh tak acuh melihat semuanya sama, seolah-olah malam; mereka tidak peduli dengan orang-orang di sekitar mereka. Ketika segala sesuatu berputar di sekitar kita dan kebutuhan kita, serta kita tidak acuh tak acuh dengan kebutuhan orang lain, malam turun dalam hati kita. Hati kita menjadi gelap. Kita segera mulai mengeluhkan segala hal dan semua orang; kita mulai merasa menjadi korban semua orang dan akhirnya merenungi segalanya. Sebuah lingkaran setan. Saat ini, malam tersebut sepertinya telah melanda begitu banyak orang, yang hanya menuntut sesuatu untuk dirinya sendiri, dan buta akan kebutuhan orang lain.

 

Bagaimana kita membangunkan diri kita dari tidur ketidakpedulian? Dengan kewaspadaan amal. Untuk membangunkan kita dari tidur biasa-biasa saja dan suam-suam kuku, ada kewaspadaan doa. Untuk membangunkan kita dari tidur ketidakpedulian itu, ada kewaspadaan amal. Amal adalah detak jantung umat Kristiani : sama seperti seseorang tidak bisa hidup tanpa detak jantung, begitu pula seseorang tidak bisa menjadi Kristiani tanpa kasih. Beberapa orang tampaknya berpikir bahwa berbelas kasih, membantu dan melayani orang lain adalah untuk para pecundang. Namun inilah satu-satunya hal yang memenangkan kita, karena sudah mengarah ke masa depan, hari Tuhan, ketika semua yang lain akan berlalu dan yang tetap ada hanya kasih. Kita mendekat kepada Tuhan melalui karya kerahimanlah. Inilah apa yang kita panjatkan dalam Doa Pembuka hari ini : “Anugerahilah [kami] ... kehendak yang kuat untuk menyongsong kedatangan Kristus dengan cara hidup yang baik”. Kehendak yang kuat untuk bertemu Kristus dengan perbuatan yang baik. Yesus akan datang, dan jalan untuk bertemu dengan-Nya ditandai dengan jelas : melalui karya amal.

 

Saudara dan saudari yang terkasih, berdoa dan penuh kasih : itulah artinya berjaga-jaga. Ketika Gereja menyembah Allah dan melayani sesama kita, ia tidak tinggal di malam hari. Betapapun lemah dan letihnya, ia melakukan perjalanan menuju Tuhan. Sekarang marilah kita memanggil-Nya. Datanglah, Tuhan Yesus, kami membutuhkan Engkau! Mendekatlah kepada kami. Engkaulah terang. Bangunkan kami dari tidur biasa-biasa saja; bangunkan kami dari kegelapan ketidakpedulian. Datanglah, Tuhan Yesus, enyahkanlah gangguan dalam hati kami dan jadikanlah hati kami waspada. Bangkitkan dalam diri kami keinginan untuk berdoa dan kebutuhan untuk mengasihi.

____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 29 November 2020)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.