Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA III 24 Januari 2021 : TENTANG HARI MINGGU SABDA ALLAH


[Homili dibacakan oleh Uskup Agung Rino Fisichella yang memimpin Misa karena Paus Fransiskus menderita sakit linu panggul]

 

Bacaan Ekaristi : Yun. 3:1-5,10; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; 1Kor. 7:29-31; Mrk. 1:14-20.

 

Pada Hari Minggu Sabda Allah ini, marilah kita mendengarkan Yesus saat Ia memberitakan Kerajaan Allah. Marilah kita perhatikan apa yang Ia katakan dan kepada siapa Ia mengatakannya.

 

Apa yang Ia katakan? Yesus memulai khotbahnya dengan kata-kata ini : “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15). Allah sudah dekat, itulah pesan pertama. Kerajaan-Nya telah turun ke bumi. Allah tidak, sebagaimana kita sering tergoda untuk berpikir, jauh, di surga, terlepas dari kondisi manusiawi. Tidak, Ia ada di tengah-tengah kita. Waktu berjarak-Nya berakhir ketika, di dalam Yesus, Ia menjadi manusia. Sejak saat itu, Allah sangat dekat dengan kita; Ia tidak akan pernah menarik diri dari kondisi manusiawi kita atau bosan karenanya. Kedekatan ini adalah pesan pokok Injil yang sesungguhnya; bacaan hari ini memberitahu kita bahwa Yesus "mengucapkan" (ayat 15) kata-kata itu : Ia terus mengulanginya. “Allah sudah dekat” adalah motif utama dari khotbah-Nya, inti pesan-Nya. Jika hal ini adalah tema pembuka dan pengulangan dari seluruh khotbah Yesus, maka harus menjadi satu-satunya yang berkesinambungan dalam kehidupan dan pesan Kristiani. Sebelum semuanya, kita harus percaya dan menyatakan bahwa Allah telah mendekat kepada kita, kita telah diampuni dan ditunjukkan belas kasihan. Sebelum setiap perkataan kita tentang Allah, ada sabda-Nya kepada kita, sabda-Nya yang terus memberitahu kita : “Jangan takut, Aku menyertai kamu. Aku ada di sampingmu dan Aku akan selalu ada”.

 

Sabda Allah Tuhan memampukan kita untuk menyentuh kedekatan ini, karena - seperti yang dikatakan dalam Kitab Ulangan - sabda Allah tidak jauh dari kita, sabda Allah dekat dengan hati kita (bdk. 30:14). Sabda AlIah adalah penawar rasa takut ketika kita harus menghadapi hidup sendirian. Sungguh, dengan sabda-Nya Allah menghibur kita, yaitu, Ia berdiri “bersama” (con-) orang-orang yang “sendirian” (soli). Saat berbicara kepada kita, Ia mengingatkan kita bahwa Ia telah mengambil hati kita, kita berharga di mata-Nya, dan Ia menggenggam kita. Sabda Allah Tuhan menanamkan kedamaian ini, tetapi tidak meninggalkan kita dalam kedamaian. Sabda Allah adalah sabda penghiburan tetapi juga panggilan untuk bertobat. “Bertobatlah”, kata Yesus, segera setelah menyatakan kedekatan Allah. Karena, berkat kedekatan-Nya, kita tidak bisa lagi menjauhkan diri dari Allah dan sesama. Waktu di mana kita hidup hanya memikirkan diri kita sendiri sekarang sudah berakhir. Melakukannya tidak Kristiani, karena mereka yang mengalami kedekatan Allah tidak dapat mengabaikan sesama mereka atau memperlakukan mereka dengan ketidakpedulian. Mereka yang mendengar sabda Allah terus menerus diingatkan bahwa hidup bukanlah tentang melindungi diri kita dari orang lain, tetapi tentang berjumpa mereka dalam nama Allah yang dekat. Sabda yang ditaburkan di tanah hati kita, pada gilirannya menuntun kita untuk menaburkan harapan melalui kedekatan dengan sesama. Bahkan seperti yang telah dilakukan Allah dengan kita.

 

Sekarang marilah kita memikirkan kepada siapa Yesus berbicara. Kata-kata pertama-Nya ditujukan kepada para nelayan Galilea, rakyat sederhana yang hidup dengan kerja kasar, siang dan malam. Mereka bukanlah pakar Kitab Suci atau orang-orang dengan pengetahuan dan budaya yang hebat. Mereka tinggal di wilayah yang terdiri dari berbagai bangsa, kelompok etnis, dan kultus : wilayah yang sangat jauh dari kemurnian agama Yerusalem, jantung negeri. Namun di situlah Yesus memulai, bukan dari pusat tetapi dari pinggiran, dan Ia melakukannya untuk memberitahu kita juga bahwa tidak ada seorang pun yang jauh dari hati Allah. Setiap orang dapat menerima sabda-Nya dan menjumpai-Nya secara langsung. Injil menawarkan rincian yang bagus dalam hal ini, ketika mengatakan kepada kita bahwa pemberitaan Yesus datang "setelah" pemberitaan Yohanes (Mrk 1:14). Kata "setelah" tersebut menentukan : kata itu menunjuk pada sebuah perbedaan. Yohanes menerima orang-orang di padang gurun, di mana hanya orang-orang yang bisa meninggalkan rumah yang bisa pergi. Yesus, sebaliknya, berbicara tentang Allah di jantung masyarakat, kepada semua orang, di mana pun mereka berada. Ia tidak berbicara pada waktu atau tempat tertentu, tetapi “berjalan menyusur pantai”, kepada para nelayan yang “sedang menebarkan jala mereka” (ayat 16). Ia berbicara kepada orang-orang di waktu dan tempat yang paling biasa. Di sini kita melihat kekuatan universal dari sabda Allah untuk menjangkau setiap orang dan setiap ranah kehidupan.

 

Namun Sabda Allah juga memiliki kekuatan tertentu, yaitu dapat menyentuh setiap orang secara langsung. Murid-murid tidak akan pernah melupakan kata-kata yang mereka dengar hari itu di tepi danau, di perahu mereka, ditemani anggota keluarga dan rekan kerja mereka : kata-kata yang menandai kehidupan mereka selamanya. Yesus berkata kepada mereka : "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia" (ayat 17). Ia tidak menarik mereka menggunakan kata-kata dan gagasan yang luhur, tetapi berbicara tentang kehidupan mereka. Ia memberitahu para nelayan bahwa mereka akan menjadi penjala manusia. Jika Ia memberitahu mereka : “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia, engkau akan diutus ke dunia untuk mewartakan Injil dengan kuasa Roh; engkau akan dibunuh, tetapi engkau akan menjadi orang-orang kudus", kita yakin bahwa Petrus dan Andreas akan menjawab : "Terima kasih, tetapi kami akan tetap berpegang pada jala dan perahu kami!" Tetapi Yesus berbicara kepada mereka dalam konteks mata pencaharian mereka : “Engkau adalah penjala ikan, dan engkau akan menjadi penjala manusia”. Terpesona oleh kata-kata itu, mereka menyadari bahwa menebarkan jala mereka untuk menangkap ikan terlalu kecil, sedangkan bertolak ke tempat yang dalam sebagai jawaban atas sabda Yesus adalah rahasia sukacita sejati. Tuhan melakukan hal yang sama dengan kita : Ia mencari kita di mana pun kita berada, Ia mengasihi kita apa adanya, dan Ia dengan sabar berjalan di samping kita. Seperti yang dilakukan-Nya dengan para nelayan itu, Ia menunggu kita di tepi kehidupan kita. Dengan sabda-Nya, Ia ingin mengubah kita, mengundang kita untuk menjalani kehidupan yang lebih utuh dan bertolak ke tempat yang dalam bersama-Nya.

 

Jadi saudara dan saudari terkasih, marilah kita tidak mengabaikan sabda Allah. Sabda Allah adalah surat cinta, ditulis untuk kita oleh Dia yang paling mengenal kita. Saat membacanya, kita mendengar lagi suara-Nya, memandang wajah-Nya dan menerima Roh-Nya. Sabda itu membawa kita dekat dengan Allah. Janganlah kita menjauhkannya, tetapi selalu membawanya, dalam saku, dalam gawai. Marilah kita memberinya tempat yang layak di rumah kita. Marilah kita meletakkan Injil di tempat di mana kita dapat ingat untuk membukanya setiap hari, mungkin di awal dan di akhir hari, sehingga di tengah semua perkataan yang terngiang di telinga kita, mungkin juga ada beberapa ayat dari Sabda Allah yang bisa menyentuh hati kita. Untuk dapat melakukan hal ini, marilah kita memohonkan kepada Tuhan kekuatan untuk mematikan televisi dan membuka Kitab Suci, mematikan gawai kita dan membuka Injil. Selama tahun liturgi ini, kita membaca Santo Markus, Injil yang paling sederhana dan paling pendek. Mengapa tidak membacanya di rumah juga, bahkan satu perikop singkat setiap hari. Itu akan membuat kita merasakan kedekatan Allah dengan kita dan memenuhi diri kita dengan keberanian saat kita menjalani kehidupan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.