Bacaan Ekaristi : Kis. 4:32-35; Mzm.
118:2-4,16ab-18,22-24; 1Yoh. 5:1-6; Yoh. 20:19-31.
Yesus yang bangkit menampakkan diri
kepada para murid pada beberapa kesempatan. Ia dengan sabar menenangkan hati
mereka yang bermasalah. Sekarang, kebangkitan-Nya menyebabkan "kebangkitan
para murid". Ia membangkitkan semangat mereka dan hidup mereka diubah.
Sebelumnya, perkataan Tuhan dan teladan-Nya telah gagal mengubah mereka.
Sekarang, pada Paskah, sesuatu yang baru terjadi, dan itu terjadi dalam terang
kerahiman. Yesus membangkitkan mereka dengan kerahiman. Setelah menerima
kerahiman tersebut, mereka pada gilirannya menjadi berkerahiman. Sulit untuk
berkerahiman tanpa pengalaman pertama menerima kerahiman.
Pertama, mereka menerima kerahiman
melalui tiga karunia. Mula-mula, Yesus menawarkan damai sejahtera kepada
mereka, kemudian Roh Kudus dan akhirnya luka-luka-Nya. Murid-murid kecewa.
Mereka terkurung karena takut, takut ditangkap dan berakhir seperti Sang Guru.
Tetapi mereka tidak hanya berkumpul bersama di sebuah ruangan; mereka juga
terjebak dalam penyesalan. Mereka telah meninggalkan dan menyangkal Yesus.
Mereka merasa tidak berdaya, tercela, tidak berguna. Yesus datang dan berkata
kepada mereka sebanyak dua kali, "Damai sejahtera bagi kamu!". Ia
tidak membawa damai sejahtera yang menyingkirkan masalah, tetapi yang
menanamkan kepercayaan di dalam diri mereka. Bukan damai sejahtera lahiriah,
tetapi damai sejahtera hati. Ia mengatakan kepada mereka, “Damai sejahtera bagi
kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus
kamu" (Yoh 20:21). Seolah-olah mengatakan, “Aku mengutus kamu karena Aku
percaya kepadamu”. Murid-murid yang putus asa itu didamaikan dengan diri
mereka. Damai sejahtera Yesus membuat mereka beralih dari penyesalan menuju
perutusan. Damai sejahtera Yesus membangkitkan perutusan. Damai sejahtera Yesus
tidak memerlukan kemudahan dan kenyamanan, tetapi tantangan untuk keluar dari
diri kita. Damai sejahtera Yesus membebaskan diri dari keasyikan yang
melumpuhkan; damai sejahtera Yesus memusnahkan ikatan yang membuat hati
terpenjara. Murid-murid menyadari bahwa mereka telah diberi kerahiman : mereka
menyadari bahwa Allah tidak mengutuk atau merendahkan mereka, tetapi percaya
kepada mereka. Pada kenyataannya, Allah lebih percaya kepada kita daripada kita
percaya kepada diri kita sendiri. “Ia mengasihi kita lebih baik daripada kita
mengasihi diri kita sendiri (bdk. SANTO JOHN HENRY NEWMAN, Meditasi dan Devosi,
III, 12, 2). Sejauh menyangkut Allah, tidak ada yang tidak berguna, tercela
atau tercampakkan. Hari ini Yesus juga mengatakan kepada kita, “Damai sejahtera
bagi kamu! Kamu sangat berharga di mata-Ku. Damai sejahtera bagi kamu! Kamu
penting bagi-Ku. Damai sejahtera bagi kamu! Kamu memiliki perutusan. Tidak ada
seorang pun yang bisa menggantikanmu. Kamu tidak tergantikan. Dan Aku percaya
kepadamu”.
Kedua, Yesus menunjukkan kerahiman
kepada murid-murid-Nya dengan memberi mereka Roh Kudus. Ia menganugerahkan Roh
Kudus demi pengampunan dosa (bdk. ayat 22-23). Murid-murid itu bersalah; mereka
telah melarikan diri, mereka telah meninggalkan Sang Guru. Dosa membawa siksaan;
kejahatan ada harganya. Dosa kita, seperti yang dikatakan Pemazmur (bdk. 51:5),
selalu ada di depan kita. Kita tidak dapat menyingkirkannya. Hanya Allah yang
dapat menyingkirnya, dengan kerahiman-Nya hanya Ia yang dapat membuat kita
keluar dari kedalaman kesengsaraan kita. Seperti para murid, kita perlu
membiarkan diri kita diampuni, memohon pengampunan Tuhan dengan segenap hati.
Kita perlu membuka hati kita untuk diampuni. Pengampunan dalam Roh Kudus adalah
karunia Paskah yang memungkinkan kebangkitan batin kita. Marilah kita memohon
rahmat untuk menerima karunia itu, menerima Sakramen Tobat. Dan untuk memahami
bahwa Pengakuan Dosa bukanlah tentang diri kita sendiri dan dosa-dosa kita,
tetapi tentang Allah dan kerahiman-Nya. Janganlah kita mengaku dosa untuk
merendahkan diri sendiri, tetapi untuk dibangkitkan. Kita, kita semua, sangat
membutuhkan hal ini. Seperti anak kecil yang, kapan pun mereka jatuh, perlu
digendong oleh ayahnya, kita membutuhkan hal ini. Kita terlalu sering jatuh.
Dan tangan Bapa kita siap untuk menjejakkan kaki kita kembali dan membuat kita
terus berjalan. Tangan yang terbukti dan dapat dipercaya itu adalah Pengakuan
Dosa. Pengakuan dosa adalah sakramen yang mengangkat kita; pengakuan dosa tidak
meninggalkan kita di tanah, menangis di atas batu-batu keras tempat kita jatuh.
Pengakuan dosa adalah sakramen kebangkitan, kerahiman belaka. Semua orang yang
mendengarkan pengakuan dosa harus menyampaikan manisnya kerahiman. Inilah yang
harus dilakukan oleh para bapa pengakuan : menyampaikan manisnya kerahiman
Yesus yang mengampuni segalanya. Allah mengampuni segalanya.
Bersama dengan damai sejahtera yang
merehabilitasi kita dan pengampunan yang mengangkat kita, Yesus memberi
murid-murid-Nya karunia kerahiman yang ketiga : Ia menunjukkan kepada mereka
luka-luka-Nya. Dengan luka-luka itu kita disembuhkan (bdk. 1Ptr 2:24; Yes
53:5). Tetapi bagaimana luka-luka bisa menyembuhkan kita? Dengan kerahiman.
Dalam luka-luka itu, seperti Thomas, kita secara harfiah dapat menyentuh fakta
bahwa Allah telah mengasihi kita sampai akhir. Ia telah membuat luka-luka kita
menjadi luka-luka-Nya dan menanggung kelemahan kita dalam tubuh-Nya.
Luka-luka-Nya adalah saluran yang terbuka antara Dia dan kita, menumpahkan
kerahiman atas kesengsaraan kita. Luka-luka-Nya adalah jalan yang telah dibuka
Allah bagi kita untuk masuk ke dalam kasih-Nya yang lembut dan “menyentuh”
siapa Dia sesungguhnya. Marilah kita tidak pernah lagi meragukan kerahiman-Nya.
Dengan menyembah dan mencium luka-luka-Nya, kita menyadari bahwa dalam kasih-Nya
yang lembut segenap kelemahan kita diterima. Hal ini terjadi pada setiap Misa,
di mana Yesus menawarkan kepada kita tubuh-Nya yang terluka dan bangkit. Kita
menyentuh-Nya dan Ia menyentuh hidup kita. Ia menurunkan surga bagi kita.
Luka-luka-Nya yang bercahaya menghalau kegelapan yang kita bawa dalam batin.
Seperti Thomas, kita menemukan Allah; kita menyadari betapa dekatnya Ia dengan
kita dan kita tergerak untuk berseru, "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yoh
20:28). Segalanya berasal dari hal ini, dari rahmat menerima kerahiman. Inilah
titik awal perjalanan Kristiani kita. Tetapi jika kita percaya pada kemampuan
kita sendiri, pada efisiensi tatanan dan rencana kita, kita tidak akan
melangkah jauh. Hanya jika kita menerima kasih Allah, barulah kita dapat menawarkan
sesuatu yang baru kepada dunia.
Dan itulah yang dilakukan para murid
: menerima kerahiman, mereka pada gilirannya menjadi berkerahiman. Kita melihat
hal ini dalam Bacaan Pertama. Kisah Para Rasul mempertalikan bahwa "Tidak
seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya
sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama" (4:32).
Ini bukan komunisme, tetapi Kristiani belaka. Lebih mengejutkan lagi ketika
kita memikirkan bahwa mereka adalah murid-murid yang sebelumnya juga
mempertengkarkan tentang kelayakan dan pahala, dan tentang siapa yang terbesar
di antara mereka (bdk. Mat 10:37; Luk 22:24). Sekarang mereka berbagi
segalanya; mereka "sehati dan sejiwa"(Kis 4:32). Bagaimana mereka
berubah seperti itu? Mereka sekarang melihat dalam diri orang lain kerahiman
yang juga mengubah hidup mereka sendiri. Mereka menemukan bahwa mereka berbagi
perutusan, pengampunan dan tubuh Yesus, dan oleh karena itu berbagi kepunyaan
mereka tampaknya wajar. Teks melanjutkan : "Tidak ada seorang pun yang
berkekurangan di antara mereka" (ayat 34). Ketakutan mereka telah
disingkirkan dengan menyentuh luka-luka Tuhan, dan sekarang mereka tidak takut
untuk menyembuhkan luka-luka mereka yang berkekurangan. Karena di sana mereka
melihat Yesus. Karena Yesus ada di sana, dalam luka-luka mereka yang
berkekurangan.
Saudari yang terkasih, saudara yang
terkasih, apakah kamu ingin bukti bahwa Tuhan telah menjamah hidupmu? Lihatlah
apakah kamu bisa membungkuk untuk membalut luka-luka orang lain. Hari ini
adalah hari untuk memohon, “Apakah aku yang begitu sering menerima damai
sejahtera Tuhan, kerahiman-Nya, berkerahiman kepada orang lain? Apakah aku,
yang sudah begitu sering diberi makan tubuh Yesus, berusaha menghilangkan rasa
lapar orang miskin?” Janganlah kita tetap acuh tak acuh. Janganlah kita
menjalankan iman satu arah, iman yang menerima tetapi tidak memberi, iman yang
menerima pemberian tetapi tidak memberikannya sebagai balasannya. Setelah
menerima belas kasihan, marilah kita sekarang menjadi berkerahiman. Karena jika
kasih hanya tentang kita, iman menjadi gersang, mandul dan mengedepankan
perasaan. Tanpa orang lain, iman menjadi tanpa tubuh. Tanpa perbuatan
kerahiman, iman mati (bdk. Yak 2:17). Saudara dan saudari yang terkasih,
marilah kita diperbarui oleh damai sejahtera, pengampunan dan luka-luka Yesus
yang penuh kerahiman. Marilah kita memohon rahmat untuk menjadi saksi-saksi
kerahiman. Hanya dengan cara ini iman kita akan hidup dan hidup kita bersatu.
Hanya dengan cara ini kita akan memberitakan Injil Tuhan, yaitu Injil
kerahiman.
____
(Peter Suriadi - Bogor, 11 April 2021)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.