Bandeko, bobóto [Saudara-saudari, damai
sejahtera bagi kamu!]
R/
Bondeko [Persaudaraan]
Bondéko [Persaudaraan]
R/Esengo [Sukacita]
Esengo, sukacita : melihat
dan berjumpamu merupakan sukacita yang luar biasa. Saya sangat menantikan momen
ini; kita harus menunggu tahun baru! Terima kasih telah hadir di sini!
Bacaan
Injil baru saja memberitahu kita bahwa sukacita para murid pada malam Paskah
juga luar biasa, dan sukacita itu meledak “ketika mereka melihat Tuhan” (Yoh
20:20). Dalam suasana sukacita dan keheranan ini, Yesus yang bangkit berbicara
kepada mereka. Apa yang dikatakan-Nya kepada mereka? Terutama, empat kata
sederhana : "Damai sejahtera bagi kamu!" (ayat 19). Sebuah salam,
tetapi lebih dari sekadar salam : sebuah karunia. Karena damai sejahtera, damai
sejahtera yang diwartakan para malaikat pada senja kelahiran-Nya di Betlehem
(bdk. Luk 2:14), damai sejahtera yang dijanjikan Yesus untuk diwariskan kepada
para murid-Nya (bdk. Yoh 14:27), sekarang, untuk pertama kalinya, dengan
khidmat diberikan kepada mereka. Damai sejahtera Yesus, yang juga diberikan
kepada kita setiap kali Misa, adalah damai sejahtera Paskah : berasal dari
kebangkitan, karena Tuhan pertama-tama harus mengalahkan musuh kita, dosa dan
maut, serta mendamaikan dunia dengan Bapa. Ia harus mengalami kesendirian dan
diabaikan oleh kita, neraka kita, merangkul serta mengenyahkan jarak yang
memisahkan kita dari kehidupan dan harapan. Sekarang, setelah mengenyahkan
jarak antara langit dan bumi, antara Allah dan manusia, Yesus memberikan damai
sejahtera kepada murid-murid-Nya.
Marilah
kita tempatkan diri kita pada posisi mereka. Hari itu mereka benar-benar malu
dengan skandal salib, luka batin karena melarikan diri dan meninggalkan Yesus,
kecewa dengan jalan hidup akhir-Nya dan takut hidup mereka akan berakhir dengan
jalan yang sama. Mereka merasa bersalah, frustrasi, sedih dan takut … Namun,
Yesus datang dan mewartakan damai sejahtera, bahkan ketika hati murid-murid-Nya
tertekan. Ia mewartakan kehidupan, bahkan saat mereka merasa dikelilingi oleh
maut. Dengan kata lain, damai sejahtera Yesus tiba tepat pada saat, tiba-tiba
dan mengejutkan mereka, segalanya tampak berakhir bagi mereka, bahkan tanpa
secercah damai sejahtera sekalipun. Itulah yang diperbuat Tuhan : Ia
mengejutkan kita; Ia memegang tangan kita saat kita jatuh; Ia mengangkat kita
saat kita mencapai titik terendah. Saudara-saudari, bersama Yesus, kejahatan
tidak pernah menang, kejahatan tidak pernah memiliki kata akhir. “Karena Dialah
damai sejahtera kita” (Ef 2:14), dan damai sejahtera-Nya selalu berjaya.
Akibatnya, kita yang menjadi milik Yesus tidak boleh menyerah pada kesedihan;
kita tidak boleh membiarkan kepasrahan dan fatalisme menguasai diri kita.
Meskipun suasana tersebut berkuasa di sekitar kita, tidak demikian bagi kita.
Di dunia yang berkecil hati oleh kekerasan dan perang, umat Kristiani harus
seperti Yesus. Seolah-olah ingin menekankan hal itu, Yesus sekaliagi
memberitahu para murid-Nya : Damai sejahtera bagi kamu! (bdk. Yoh 20:19, 21).
Kita dipanggil untuk menjadikan milik kita pesan damai sejahtera Tuhan yang tak
terduga dan profetik serta mewartakannya di hadapan dunia.
Pada
saat yang sama, kita dapat bertanya pada diri kita : bagaimana kita dapat
menjaga dan memupuk damai sejahtera Yesus? Ia sendiri menunjuk pada tiga mata
air damai sejahtera, tiga sumber yang dapat kita ambil saat kita terus membina
damai sejahtera. Tiga mata air tersebut adalah pengampunan, komunitas dan
perutusan.
Marilah
kita melihat sumber pertama : pengampunan. Yesus berkata kepada para murid-Nya
: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni” (ayat 23). Tetapi
sebelum memberi kuasa mengampuni kepada para rasul, Ia mengampuni mereka, bukan
dengan perkataan tetapi dengan perbuatan, perbuatan pertama Tuhan yang bangkit.
Injil memberitahu kita bahwa, “Ia menunjukkan tangan dan lambung-Nya kepada
mereka” (ayat 20). Yesus menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka. Ia
menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka, karena pengampunan lahir dari
luka-luka. Pengampunan lahir ketika luka kita tidak meninggalkan bekas
kebencian, tetapi menjadi sarana kita memberi ruang bagi sesama dan menerima
kelemahan mereka. Kelemahan kita menjadi kesempatan, dan pengampunan menjadi
jalan menuju damai sejahtera. Ini tidak berarti bahwa kita berputar balik dan
berbuat seolah-olah tidak ada yang berubah; sebaliknya, kita membuka hati kita
dalam kasih kepada sesama. Itulah yang diperbuat Yesus : berhadapan kesedihan
dan rasa malu dari orang-orang yang telah menyangkal-Nya dan melarikan diri, Ia
menunjukkan luka-luka-Nya dan menyingkapkan mata air belas kasihan. Ia tidak
melipatgandakan kata-kata, tetapi membuka lebar hati-Nya yang terluka, untuk
memberitahu kita bahwa Ia senantiasa terluka demi mengasihi kita.
Saudara,
saudari, ketika rasa bersalah dan kesedihan menguasai kita, ketika segala
sesuatunya tidak berjalan dengan baik, kita tahu ke mana harus mencari:
luka-luka Yesus, yang senantiasa siap mengampuni kita dengan kasih-Nya yang tak
terbatas dan terluka. Ia tahu luka-lukamu; Ia tahu luka-luka negaramu,
rakyatmu, negerimu! Semuanya adalah luka-luka yang sakit, terus-menerus
terpapar oleh kebencian dan kekerasan, sementara obat keadilan dan baluran
harapan sepertinya tidak pernah sampai. Saudaraku, saudariku, Yesus menderita
bersamamu. Ia melihat luka-luka yang kamu bawa, serta Ia ingin menghibur dan
menyembuhkanmu; Ia menawarkan kepadamu hati-Nya yang terluka. Kepada hatimu,
Allah mengulangi kata-kata yang Ia ucapkan hari ini melalui nabi Yesaya : “Aku
akan menyembuhkan dan akan menuntun dia dan akan memulihkan dia dengan
penghiburan” (Yes 57:18).
Bersama-sama,
kita percaya bahwa selain senantiasa memberi kita kemungkinan untuk diampuni
dan memulai kembali, Yesus juga kekuatan untuk mengampuni diri kita, sesama,
dan sejarah! Itulah yang diinginkan Kristus. Ia ingin mengurapi kita dengan
pengampunan-Nya, memberi kita damai sejahtera dan keberanian untuk mengampuni
sesama pada gilirannya, keberanian untuk memberikan amnesti hati yang besar
kepada sesama. Alangkah baiknya kita membersihkan hati kita dari kemarahan dan
penyesalan, dari setiap bekas kebencian dan permusuhan! Saudara-saudari
terkasih, semoga hari ini menjadi saat rahmat bagimu untuk menerima dan
mengalami pengampunan Yesus! Semoga menjadi saat yang tepat bagimu yang sedang
menanggung beban berat di hati dan rindu untuk diangkat agar kembali dapat bernafas
lega. Dan semoga ini adalah saat yang tepat bagi kamu semua di negara ini yang
menyebut dirimu umat Krisiani tetapi terlibat dalam kekerasan. Tuhan sedang
memberitahumu : "Ulurkanlah tanganmu, rangkullah belas kasihan".
Kepada semua orang yang terluka dan tertindas, Ia sedang memberitahu :
"Janganlah takut untuk mengubur luka-lukamu di dalam luka-luka-Ku".
Marilah kita perbuat ini, saudara-saudara. Janganlah takut untuk mengambil
salib dari lehermu dan mengeluarkannya dari sakumu, bawalah dan pegang
erat-erat dalam hatimu, untuk berbagi luka-lukamu dengan luka-luka Yesus.
Kemudian, saat kamu pulang ke rumah, ambillah salib dari dinding dan
rangkullah. Berilah Kristus kesempatan untuk menyembuhkan hatimu, serahkanlah
masa lalumu kepada-Nya, bersama dengan segala ketakutan dan masalahmu. Betapa
indahnya membuka pintu hati dan rumahmu untuk damai sejahtera-Nya! Dan mengapa
tidak menulis perkataan-Nya di dindingmu, memakainya dalam busanamu, dan
menaruhnya sebagai tanda di rumahmu : Damai sejahtera bagi kamu! Menampilkan
kata-kata ini akan menjadi pernyataan kenabian untuk negaramu, dan berkat Tuhan
atas semua orang yang kamu jumpai. Damai sejahtera bagi kamu : marilah kita
menerima pengampunan Allah dan pada gilirannya saling mengampuni!
Sekarang
marilah kita melihat sumber damai sejahtera yang kedua : komunitas. Yesus yang
bangkit tidak hanya berbicara kepada salah seorang murid-Nya; Ia tampak bagi
mereka sebagai sebuah kelompok. Atas hal ini, komunitas Kristiani perdana, Ia
memberikan damai sejahtera-Nya. Tidak ada kekristenan tanpa komunitas, sama
seperti tidak ada damai sejahtera tanpa persaudaraan. Tetapi sebagai sebuah
komunitas, ke mana kita menuju, ke mana kita akan menemukan damai sejahtera?
Marilah kita lihat kembali para murid. Sebelum Paskah, mereka berjalan di
belakang Yesus, bahkan terus berpikir dalam pemahaman manusiawi : mereka
mengharapkan seorang Mesias yang berjaya yang akan mengalahkan musuh-musuhnya,
melakukan hal yang menakjubkan dan mukjizat, serta membuat mereka kaya dan
terkenal. Tetapi keinginan-keinginan duniawi itu meninggalkan mereka dengan
tangan kosong dan merampas damai sejahtera komunitas mereka, menimbulkan
perdebatan dan pertentangan (bdk. Luk 9:46; 22:24). Kita menghadapi bahaya yang
sama: bersama sesama, tetapi menempuh jalan kita sendiri; dalam masyarakat, dan
bahkan dalam Gereja, kita mencari kekuasaan, karier, ambisi kita sendiri … Kita
menempuh jalan kita sendiri alih-alih jalan Allah, dan kita berakhir seperti
para murid : di balik pintu yang terkunci, tanpa harapan, serta dipenuhi dengan
ketakutan dan kekecewaan. Tetapi pada Paskah mereka sekali lagi menemukan jalan
menuju damai sejahtera, bersyukur kepada Yesus, yang menghembusi mereka dan
berkata : “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Berkat Roh Kudus, mereka tidak lagi
melihat apa yang memisahkan mereka, tetapi apa yang mempersatukan mereka.
Mereka akan pergi ke dunia bukan lagi untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk
sesama; bukan untuk mendapatkan perhatian, tetapi untuk menawarkan harapan;
bukan untuk mendapatkan persetujuan, tetapi untuk menghabiskan hidup mereka
dengan sukacita bagi Tuhan dan bagi sesama.
Saudara-saudari,
senantiasa ada bahaya bahwa kita dapat mengikuti roh dunia daripada Roh
Kristus. Bagaimana kita bisa menolak iming-iming kekuasaan dan uang serta tidak
menyerah pada perpecahan, godaan karirisme yang merusak masyarakat, dan
khayalan palsu tentang kesenangan dan sihir yang membuat kita menjadi egois?
Sekali lagi, melalui nabi Yesaya, Tuhan menunjukkan caranya kepada kita. Ia
memberitahu kita : "Aku bersemayam ... bersama-sama orang yang remuk dan
rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk
menghidupkan hati orang-orang yang remuk" (Yes 57:15). Caranya adalah
berbagi dengan orang miskin : itulah penangkal terbaik
melawan godaan perpecahan dan keduniawian. Memiliki keberanian untuk memandang
orang miskin dan mendengarkan mereka, karena mereka adalah anggota komunitas
kita dan bukan orang asing yang dijauhkan dari pandangan dan hati nurani kita.
Marilah kita membuka hati kita terhadap sesama, daripada menutup diri pada
masalah atau kekhawatiran kita yang dangkal. Marilah kita mulai dari orang
miskin dan kita akan menemukan kita semua memiliki kemiskinan batin, kita semua
membutuhkan Roh Allah untuk membebaskan kita dari roh dunia, dan kerendahan
hati adalah keagungan dan persaudaraan adalah kekayaan sejati setiap umat
Kristiani. Marilah kita percaya pada komunitas dan, dengan pertolongan Allah,
membangun Gereja yang bebas dari roh duniawi dan penuh dengan Roh Kudus, tidak
berkepentingan untuk menimbun kekayaan dan dipenuhi dengan kasih persaudaraan!
Akhirnya,
kita sampai pada sumber damai sejahtera yang ketiga: perutusan. Yesus berkata
kepada para murid-Nya: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga Aku
mengutus kamu” (Yoh 20:21). Ia mengutus kita, sama seperti Bapa mengutus-Nya.
Tetapi bagaimana Bapa mengutus-Nya ke dunia? Ia mengutus-Nya untuk melayani dan
memberikan nyawa-Nya bagi umat manusia (bdk. Mrk 10:45), menunjukkan belas
kasihan-Nya kepada setiap orang (bdk. Luk 15) dan mencari mereka yang jauh
(bdk. Mat 9:13 ). Singkatnya, Bapa mengutus-Nya untuk semua orang : bukan hanya
untuk orang benar, tetapi untuk semua orang. Dalam hal ini, kata-kata Nabi
Yesaya bergema sekali lagi : "Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh
dan bagi mereka yang dekat -- firman TUHAN" (Yes 57:19). Pertama kepada
mereka yang jauh, dan kemudian kepada mereka yang dekat : tidak hanya kepada
"komunitas kita", tetapi kepada semua orang.
Saudara-saudari,
kita dipanggil untuk menjadi para misionaris damai sejahtera, dan hal ini akan
memberi kita damai sejahtera. Sebuah keputusan yang harus kita buat. Kita perlu
menemukan ruang dalam hati kita untuk semua orang; meyakini bahwa perbedaan
suku, daerah, sosial, agama dan budaya adalah hal sekunder dan bukan halangan;
bahwa sesama adalah saudara-saudari kita, anggota komunitas manusia yang sama;
dan damai sejahtera yang dibawa ke dunia oleh Yesus dimaksudkan untuk semua
orang. Kita perlu percaya bahwa kita umat Kristiani dipanggil untuk bekerja
sama dengan semua orang, memutus daur kekerasan, membongkar intrik kebencian.
Ya, umat Kristiani, yang diutus oleh Kristus, dimaksudkan dipanggil untuk
menjadi hati nurani damai sejahtera di dunia kita. Bukan hanya hati nurani yang
kritis, tetapi terutama saksi-saksi kasih. Tidak peduli dengan perkara mereka
sendiri, tetapi dengan perkara Injil, yaitu persaudaraan, kasih dan
pengampunan. Tidak peduli dengan urusan mereka sendiri, tetapi para misionaris
orang-orang "cinta gila" Allah untuk setiap manusia.
Damai
sejahtera bagi kamu, kata Yesus hari ini kepada setiap keluarga, komunitas,
kelompok etnis, lingkungan dan kota di negara besar ini. Damai sejahtera
senantiasa bersamamu! Semoga petkataan Tuhan kita bergema dalam keheningan hati
kita. Marilah kita mendengar perkataan ditujukan kepada kita tersebut dan
marilah kita memilih untuk menjadi saksi-saksi pengampunan, pembangun
komunitas, orang-orang yang ditugasi perutusan perdamaian di dunia kita.
Moto azalí na matóyi
ma koyóka
[Barang siapa bertelinga hendaknya mendengar]
R/
Ayoka [Dengarlah]
Moto azalí na motéma
mwa kondima
[Barang siapa memiliki hati yang tulus hendaknya berkenan]
R/Andima [Berkenanlah]
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 1 Februari 2023)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.