Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI BANDARA NDOLO, KINSHASA (REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO) 1 Februari 2023 : TIGA SUMBER DAMAI SEJAHTERA - PENGAMPUNAN, KOMUNITAS DAN PERUTUSAN

Bacaan Ekaristi : Yes 57:15-19; Yoh 20:19-23.

 

Bandeko, bobóto [Saudara-saudari, damai sejahtera bagi kamu!]

 

R/ Bondeko [Persaudaraan]

 

Bondéko [Persaudaraan]

 

R/Esengo [Sukacita]

 

Esengo, sukacita : melihat dan berjumpamu merupakan sukacita yang luar biasa. Saya sangat menantikan momen ini; kita harus menunggu tahun baru! Terima kasih telah hadir di sini!

 

Bacaan Injil baru saja memberitahu kita bahwa sukacita para murid pada malam Paskah juga luar biasa, dan sukacita itu meledak “ketika mereka melihat Tuhan” (Yoh 20:20). Dalam suasana sukacita dan keheranan ini, Yesus yang bangkit berbicara kepada mereka. Apa yang dikatakan-Nya kepada mereka? Terutama, empat kata sederhana : "Damai sejahtera bagi kamu!" (ayat 19). Sebuah salam, tetapi lebih dari sekadar salam : sebuah karunia. Karena damai sejahtera, damai sejahtera yang diwartakan para malaikat pada senja kelahiran-Nya di Betlehem (bdk. Luk 2:14), damai sejahtera yang dijanjikan Yesus untuk diwariskan kepada para murid-Nya (bdk. Yoh 14:27), sekarang, untuk pertama kalinya, dengan khidmat diberikan kepada mereka. Damai sejahtera Yesus, yang juga diberikan kepada kita setiap kali Misa, adalah damai sejahtera Paskah : berasal dari kebangkitan, karena Tuhan pertama-tama harus mengalahkan musuh kita, dosa dan maut, serta mendamaikan dunia dengan Bapa. Ia harus mengalami kesendirian dan diabaikan oleh kita, neraka kita, merangkul serta mengenyahkan jarak yang memisahkan kita dari kehidupan dan harapan. Sekarang, setelah mengenyahkan jarak antara langit dan bumi, antara Allah dan manusia, Yesus memberikan damai sejahtera kepada murid-murid-Nya.

 

Marilah kita tempatkan diri kita pada posisi mereka. Hari itu mereka benar-benar malu dengan skandal salib, luka batin karena melarikan diri dan meninggalkan Yesus, kecewa dengan jalan hidup akhir-Nya dan takut hidup mereka akan berakhir dengan jalan yang sama. Mereka merasa bersalah, frustrasi, sedih dan takut … Namun, Yesus datang dan mewartakan damai sejahtera, bahkan ketika hati murid-murid-Nya tertekan. Ia mewartakan kehidupan, bahkan saat mereka merasa dikelilingi oleh maut. Dengan kata lain, damai sejahtera Yesus tiba tepat pada saat, tiba-tiba dan mengejutkan mereka, segalanya tampak berakhir bagi mereka, bahkan tanpa secercah damai sejahtera sekalipun. Itulah yang diperbuat Tuhan : Ia mengejutkan kita; Ia memegang tangan kita saat kita jatuh; Ia mengangkat kita saat kita mencapai titik terendah. Saudara-saudari, bersama Yesus, kejahatan tidak pernah menang, kejahatan tidak pernah memiliki kata akhir. “Karena Dialah damai sejahtera kita” (Ef 2:14), dan damai sejahtera-Nya selalu berjaya. Akibatnya, kita yang menjadi milik Yesus tidak boleh menyerah pada kesedihan; kita tidak boleh membiarkan kepasrahan dan fatalisme menguasai diri kita. Meskipun suasana tersebut berkuasa di sekitar kita, tidak demikian bagi kita. Di dunia yang berkecil hati oleh kekerasan dan perang, umat Kristiani harus seperti Yesus. Seolah-olah ingin menekankan hal itu, Yesus sekaliagi memberitahu para murid-Nya : Damai sejahtera bagi kamu! (bdk. Yoh 20:19, 21). Kita dipanggil untuk menjadikan milik kita pesan damai sejahtera Tuhan yang tak terduga dan profetik serta mewartakannya di hadapan dunia.

 

Pada saat yang sama, kita dapat bertanya pada diri kita : bagaimana kita dapat menjaga dan memupuk damai sejahtera Yesus? Ia sendiri menunjuk pada tiga mata air damai sejahtera, tiga sumber yang dapat kita ambil saat kita terus membina damai sejahtera. Tiga mata air tersebut adalah pengampunan, komunitas dan perutusan.

 

Marilah kita melihat sumber pertama : pengampunan. Yesus berkata kepada para murid-Nya : “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni” (ayat 23). Tetapi sebelum memberi kuasa mengampuni kepada para rasul, Ia mengampuni mereka, bukan dengan perkataan tetapi dengan perbuatan, perbuatan pertama Tuhan yang bangkit. Injil memberitahu kita bahwa, “Ia menunjukkan tangan dan lambung-Nya kepada mereka” (ayat 20). Yesus menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka. Ia menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka, karena pengampunan lahir dari luka-luka. Pengampunan lahir ketika luka kita tidak meninggalkan bekas kebencian, tetapi menjadi sarana kita memberi ruang bagi sesama dan menerima kelemahan mereka. Kelemahan kita menjadi kesempatan, dan pengampunan menjadi jalan menuju damai sejahtera. Ini tidak berarti bahwa kita berputar balik dan berbuat seolah-olah tidak ada yang berubah; sebaliknya, kita membuka hati kita dalam kasih kepada sesama. Itulah yang diperbuat Yesus : berhadapan kesedihan dan rasa malu dari orang-orang yang telah menyangkal-Nya dan melarikan diri, Ia menunjukkan luka-luka-Nya dan menyingkapkan mata air belas kasihan. Ia tidak melipatgandakan kata-kata, tetapi membuka lebar hati-Nya yang terluka, untuk memberitahu kita bahwa Ia senantiasa terluka demi mengasihi kita.

 

Saudara, saudari, ketika rasa bersalah dan kesedihan menguasai kita, ketika segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik, kita tahu ke mana harus mencari: luka-luka Yesus, yang senantiasa siap mengampuni kita dengan kasih-Nya yang tak terbatas dan terluka. Ia tahu luka-lukamu; Ia tahu luka-luka negaramu, rakyatmu, negerimu! Semuanya adalah luka-luka yang sakit, terus-menerus terpapar oleh kebencian dan kekerasan, sementara obat keadilan dan baluran harapan sepertinya tidak pernah sampai. Saudaraku, saudariku, Yesus menderita bersamamu. Ia melihat luka-luka yang kamu bawa, serta Ia ingin menghibur dan menyembuhkanmu; Ia menawarkan kepadamu hati-Nya yang terluka. Kepada hatimu, Allah mengulangi kata-kata yang Ia ucapkan hari ini melalui nabi Yesaya : “Aku akan menyembuhkan dan akan menuntun dia dan akan memulihkan dia dengan penghiburan” (Yes 57:18).

 

Bersama-sama, kita percaya bahwa selain senantiasa memberi kita kemungkinan untuk diampuni dan memulai kembali, Yesus juga kekuatan untuk mengampuni diri kita, sesama, dan sejarah! Itulah yang diinginkan Kristus. Ia ingin mengurapi kita dengan pengampunan-Nya, memberi kita damai sejahtera dan keberanian untuk mengampuni sesama pada gilirannya, keberanian untuk memberikan amnesti hati yang besar kepada sesama. Alangkah baiknya kita membersihkan hati kita dari kemarahan dan penyesalan, dari setiap bekas kebencian dan permusuhan! Saudara-saudari terkasih, semoga hari ini menjadi saat rahmat bagimu untuk menerima dan mengalami pengampunan Yesus! Semoga menjadi saat yang tepat bagimu yang sedang menanggung beban berat di hati dan rindu untuk diangkat agar kembali dapat bernafas lega. Dan semoga ini adalah saat yang tepat bagi kamu semua di negara ini yang menyebut dirimu umat Krisiani tetapi terlibat dalam kekerasan. Tuhan sedang memberitahumu : "Ulurkanlah tanganmu, rangkullah belas kasihan". Kepada semua orang yang terluka dan tertindas, Ia sedang memberitahu : "Janganlah takut untuk mengubur luka-lukamu di dalam luka-luka-Ku". Marilah kita perbuat ini, saudara-saudara. Janganlah takut untuk mengambil salib dari lehermu dan mengeluarkannya dari sakumu, bawalah dan pegang erat-erat dalam hatimu, untuk berbagi luka-lukamu dengan luka-luka Yesus. Kemudian, saat kamu pulang ke rumah, ambillah salib dari dinding dan rangkullah. Berilah Kristus kesempatan untuk menyembuhkan hatimu, serahkanlah masa lalumu kepada-Nya, bersama dengan segala ketakutan dan masalahmu. Betapa indahnya membuka pintu hati dan rumahmu untuk damai sejahtera-Nya! Dan mengapa tidak menulis perkataan-Nya di dindingmu, memakainya dalam busanamu, dan menaruhnya sebagai tanda di rumahmu : Damai sejahtera bagi kamu! Menampilkan kata-kata ini akan menjadi pernyataan kenabian untuk negaramu, dan berkat Tuhan atas semua orang yang kamu jumpai. Damai sejahtera bagi kamu : marilah kita menerima pengampunan Allah dan pada gilirannya saling mengampuni!

 

Sekarang marilah kita melihat sumber damai sejahtera yang kedua : komunitas. Yesus yang bangkit tidak hanya berbicara kepada salah seorang murid-Nya; Ia tampak bagi mereka sebagai sebuah kelompok. Atas hal ini, komunitas Kristiani perdana, Ia memberikan damai sejahtera-Nya. Tidak ada kekristenan tanpa komunitas, sama seperti tidak ada damai sejahtera tanpa persaudaraan. Tetapi sebagai sebuah komunitas, ke mana kita menuju, ke mana kita akan menemukan damai sejahtera? Marilah kita lihat kembali para murid. Sebelum Paskah, mereka berjalan di belakang Yesus, bahkan terus berpikir dalam pemahaman manusiawi : mereka mengharapkan seorang Mesias yang berjaya yang akan mengalahkan musuh-musuhnya, melakukan hal yang menakjubkan dan mukjizat, serta membuat mereka kaya dan terkenal. Tetapi keinginan-keinginan duniawi itu meninggalkan mereka dengan tangan kosong dan merampas damai sejahtera komunitas mereka, menimbulkan perdebatan dan pertentangan (bdk. Luk 9:46; 22:24). Kita menghadapi bahaya yang sama: bersama sesama, tetapi menempuh jalan kita sendiri; dalam masyarakat, dan bahkan dalam Gereja, kita mencari kekuasaan, karier, ambisi kita sendiri … Kita menempuh jalan kita sendiri alih-alih jalan Allah, dan kita berakhir seperti para murid : di balik pintu yang terkunci, tanpa harapan, serta dipenuhi dengan ketakutan dan kekecewaan. Tetapi pada Paskah mereka sekali lagi menemukan jalan menuju damai sejahtera, bersyukur kepada Yesus, yang menghembusi mereka dan berkata : “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Berkat Roh Kudus, mereka tidak lagi melihat apa yang memisahkan mereka, tetapi apa yang mempersatukan mereka. Mereka akan pergi ke dunia bukan lagi untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk sesama; bukan untuk mendapatkan perhatian, tetapi untuk menawarkan harapan; bukan untuk mendapatkan persetujuan, tetapi untuk menghabiskan hidup mereka dengan sukacita bagi Tuhan dan bagi sesama.

 

Saudara-saudari, senantiasa ada bahaya bahwa kita dapat mengikuti roh dunia daripada Roh Kristus. Bagaimana kita bisa menolak iming-iming kekuasaan dan uang serta tidak menyerah pada perpecahan, godaan karirisme yang merusak masyarakat, dan khayalan palsu tentang kesenangan dan sihir yang membuat kita menjadi egois? Sekali lagi, melalui nabi Yesaya, Tuhan menunjukkan caranya kepada kita. Ia memberitahu kita : "Aku bersemayam ... bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk" (Yes 57:15). Caranya adalah berbagi dengan orang miskin : itulah penangkal terbaik melawan godaan perpecahan dan keduniawian. Memiliki keberanian untuk memandang orang miskin dan mendengarkan mereka, karena mereka adalah anggota komunitas kita dan bukan orang asing yang dijauhkan dari pandangan dan hati nurani kita. Marilah kita membuka hati kita terhadap sesama, daripada menutup diri pada masalah atau kekhawatiran kita yang dangkal. Marilah kita mulai dari orang miskin dan kita akan menemukan kita semua memiliki kemiskinan batin, kita semua membutuhkan Roh Allah untuk membebaskan kita dari roh dunia, dan kerendahan hati adalah keagungan dan persaudaraan adalah kekayaan sejati setiap umat Kristiani. Marilah kita percaya pada komunitas dan, dengan pertolongan Allah, membangun Gereja yang bebas dari roh duniawi dan penuh dengan Roh Kudus, tidak berkepentingan untuk menimbun kekayaan dan dipenuhi dengan kasih persaudaraan!

 

Akhirnya, kita sampai pada sumber damai sejahtera yang ketiga: perutusan. Yesus berkata kepada para murid-Nya: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21). Ia mengutus kita, sama seperti Bapa mengutus-Nya. Tetapi bagaimana Bapa mengutus-Nya ke dunia? Ia mengutus-Nya untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya bagi umat manusia (bdk. Mrk 10:45), menunjukkan belas kasihan-Nya kepada setiap orang (bdk. Luk 15) dan mencari mereka yang jauh (bdk. Mat 9:13 ). Singkatnya, Bapa mengutus-Nya untuk semua orang : bukan hanya untuk orang benar, tetapi untuk semua orang. Dalam hal ini, kata-kata Nabi Yesaya bergema sekali lagi : "Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat -- firman TUHAN" (Yes 57:19). Pertama kepada mereka yang jauh, dan kemudian kepada mereka yang dekat : tidak hanya kepada "komunitas kita", tetapi kepada semua orang.

 

Saudara-saudari, kita dipanggil untuk menjadi para misionaris damai sejahtera, dan hal ini akan memberi kita damai sejahtera. Sebuah keputusan yang harus kita buat. Kita perlu menemukan ruang dalam hati kita untuk semua orang; meyakini bahwa perbedaan suku, daerah, sosial, agama dan budaya adalah hal sekunder dan bukan halangan; bahwa sesama adalah saudara-saudari kita, anggota komunitas manusia yang sama; dan damai sejahtera yang dibawa ke dunia oleh Yesus dimaksudkan untuk semua orang. Kita perlu percaya bahwa kita umat Kristiani dipanggil untuk bekerja sama dengan semua orang, memutus daur kekerasan, membongkar intrik kebencian. Ya, umat Kristiani, yang diutus oleh Kristus, dimaksudkan dipanggil untuk menjadi hati nurani damai sejahtera di dunia kita. Bukan hanya hati nurani yang kritis, tetapi terutama saksi-saksi kasih. Tidak peduli dengan perkara mereka sendiri, tetapi dengan perkara Injil, yaitu persaudaraan, kasih dan pengampunan. Tidak peduli dengan urusan mereka sendiri, tetapi para misionaris orang-orang "cinta gila" Allah untuk setiap manusia.

 

Damai sejahtera bagi kamu, kata Yesus hari ini kepada setiap keluarga, komunitas, kelompok etnis, lingkungan dan kota di negara besar ini. Damai sejahtera senantiasa bersamamu! Semoga petkataan Tuhan kita bergema dalam keheningan hati kita. Marilah kita mendengar perkataan ditujukan kepada kita tersebut dan marilah kita memilih untuk menjadi saksi-saksi pengampunan, pembangun komunitas, orang-orang yang ditugasi perutusan perdamaian di dunia kita.

 

Moto azalí na matóyi ma koyóka [Barang siapa bertelinga hendaknya mendengar]

 

R/ Ayoka [Dengarlah]

 

Moto azalí na motéma mwa kondima [Barang siapa memiliki hati yang tulus hendaknya berkenan]

 

R/Andima [Berkenanlah]

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 1 Februari 2023)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.