Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XVIII (MISA YUBILEUM ORANG MUDA) 3 Agustus 2025

Bacaan Ekaristi : Pkh. 1:2; 2:21-23; Mzm. 90:3-4,5-6,12-13,14,17; Kol. 3:1-5.9-11; Luk. 12:13-21.

 

Orang muda terkasih,

 

Setelah Doa Vigili tadi malam, kita berkumpul kembali hari ini untuk merayakan Ekaristi, sakramen pemberian diri Tuhan sepenuhnya bagi kita. Hari ini kita dapat membayangkan diri kita menelusuri kembali perjalanan yang dilakukan para murid pada malam Paskah di jalan menuju Emaus (bdk. Luk 24:13-35): mereka berangkat dari Yerusalem dengan ketakutan dan kekecewaan, yakin bahwa, setelah kematian Yesus, tidak ada lagi yang bisa diharapkan, tidak ada tempat untuk menaruh pengharapan mereka. Namun mereka kemudian menemukan-Nya di sepanjang jalan, menyambut-Nya sebagai teman seperjalanan, mendengarkan-Nya ketika Ia menjelaskan Kitab Suci, dan kemudian mengenali-Nya saat Ia memecah-mecahkan roti. Mata mereka terbuka, dan kabar penuh sukacita Paskah mendapat tempat di hati mereka.

 

Liturgi hari ini tidak secara langsung menyebut peristiwa ini, tetapi mengajak kita untuk merenungkan apa yang diceritakannya: perjumpaan dengan Kristus yang bangkit, yang mengubah rupa hidup kita dan menerangi kasih sayang, keinginan, dan pikiran kita.

 

Bacaan Pertama, yang diambil dari Kitab Pengkhotbah, mengajak kita, seperti kedua murid itu, untuk berdamai dengan pengalaman keterbatasan kita dan sifat fana dari segala sesuatu yang sekejab (bdk. Pkh. 1:2; 2:21-23). Senada dengan itu, Mazmur Tanggapan menyajikan kepada kita gambaran tentang "rumput yang akan binasa, di waktu pagi bersemi dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm. 90:5-6). Ini adalah dua pengingat kuat yang mungkin sedikit mengejutkan, tetapi seharusnya tidak membuat kita takut seolah-olah keduanya merupakan isu "tabu" yang harus dihindari. Kerapuhan yang dibicarakan keduanya, sesungguhnya, merupakan bagian dari keajaiban ciptaan. Bayangkan gambaran rumput: bukankah lahan bunga yang indah? Tentu saja, ia rapuh, terdiri dari batang-batang kecil yang rapuh, rentan mengering, bengkok, dan patah. Namun, di saat yang sama, bunga-bunga ini segera digantikan oleh bunga-bunga lain yang tumbuh setelahnya, diberi nutrisi dan pupuk berlimpah oleh bunga-bunga pertama saat mereka membusuk di tanah. Beginilah cara lahan ini bertahan: melalui regenerasi yang terus menerus. Bahkan selama bulan-bulan musim dingin yang menusuk tulang, ketika segalanya tampak sunyi, energinya bergejolak di bawah tanah, bersiap untuk mekar menjadi ribuan warna saat musim semi tiba.

 

Kita juga, sahabat-sahabat terkasih, diciptakan seperti ini, kita diciptakan untuk ini. Kita tidak diciptakan untuk kehidupan di mana segala sesuatunya dianggap biasa dan statis, melainkan untuk keberadaan yang terus diperbarui melalui pemberian diri dalam kasih. Inilah sebabnya kita senantiasa mendambakan sesuatu yang "lebih" yang tak dapat diberikan oleh realitas ciptaan mana pun; kita merasakan dahaga yang mendalam dan membara yang tak dapat dipuaskan oleh minuman apa pun di dunia ini. Mengetahui hal ini, janganlah kita menipu hati kita dengan mencoba memuaskannya dengan tiruan murahan! Marilah kita lebih baik mendengarkan mereka! Marilah kita ubah dahaga ini menjadi pijakan, seperti anak-anak yang berjinjit, untuk mengintip melalui jendela perjumpaan dengan Allah. Kita kemudian akan menemukan diri kita di hadapan-Nya, yang sedang menunggu kita, mengetuk lembut jendela jiwa kita (bdk. Why 3:20). Sungguh indah, terutama di usia muda, membuka lebar-lebar hati kita, memperkenankan Dia masuk, dan memulai petualangan ini bersama-Nya menuju kekekalan.

 

Santo Agustinus, merenungkan pencariannya yang mendalam akan Allah, bertanya pada dirinya sendiri: “Lalu, apa objek pengharapan kita [...]? Apakah bumi? Tidak. Apakah sesuatu yang berasal dari bumi, seperti emas, perak, pohon, tanaman, atau air [...]? Hal-hal ini menyenangkan, hal-hal ini indah, hal-hal ini baik” (Sermo 313/F, 3). Dan kesimpulan yang ia capai adalah: “Carilah Dia yang menciptakannya, Dialah pengharapanmu” (idem). Merenungkan perjalanannya sendiri, ia berdoa, katanya: “Engkau [Tuhan] ada di dalam diriku, tetapi aku ada di luar, dan di sanalah aku mencari-Mu […] Engkau memanggil, Engkau berseru, dan Engkau menembus ketulianku. Engkau bersinar, Engkau bersinar dan Engkau menghalau kebutaanku. Engkau menghembuskan keharuman-Mu kepadaku; aku menghirup napas dan sekarang aku merintih merindukan-Mu. Aku telah mengecap Engkau (bdk. Mzm 34:9; 1Ptr 2:3) sekarang aku lapar dan haus akan lebih banyak lagi (bdk. Mat 5:6; 1 Kor 4:11); Engkau menjamahku, dan aku terbakar oleh damai-Mu” (Pengakuan-pengakuan, 10, 27).

 

Saudari-saudari, kata-kata ini indah dan mengingatkan kita pada apa yang disampaikan Paus Fransiskus bagi orang muda sepertimu di Lisbon pada Hari Orang Muda Sedunia: “Kita menghadapi pertanyaan-pertanyaan besar yang tidak memiliki jawaban sederhana atau langsung, tetapi menantang kita untuk melanjutkan perjalanan, untuk bangkit melampaui diri kita serta melampaui apa yang ada di sini dan saat ini. [...] Kita dipanggil untuk sesuatu yang lebih tinggi, dan kita tidak akan pernah bisa terbang tinggi kecuali kita terbang terlebih dahulu. Maka, kita tidak perlu khawatir jika kita merasakan dahaga batin, kerinduan yang gelisah dan tak terpenuhi akan makna dan masa depan [...] Kita tidak boleh lesu, tetapi tetap hidup!” (Wejangan kepada Mahasiswa, 3 Agustus 2023).

 

Ada pertanyaan yang membara di hati kita, kebutuhan akan kebenaran yang tidak dapat kita abaikan, yang membuat kita bertanya pada diri sendiri: apa itu kebahagiaan sejati? Apa arti hidup yang sebenarnya? Apa yang dapat membebaskan kita dari jerat ketidakbermaknaan, kebosanan, dan biasa-biasa saja?

 

Dalam beberapa hari terakhir, kamu telah mengalami banyak pengalaman yang indah. Kamu telah bertemu dengan orang muda lainnya dari berbagai belahan dunia dan beragam budaya. Kamu telah bertukar pengetahuan, berbagi pengharapan, dan berdialog dengan kota melalui seni, musik, teknologi, dan olahraga. Di Circus Maximus, kamu juga menerima Sakramen Tobat dan menerima pengampunan Allah, memohon pertolongan-Nya untuk menjalani hidup yang baik.

 

Melalui semua ini, kamu dapat memahami sebuah poin penting: kepenuhan keberadaan kita tidak bergantung pada apa yang kita timbun atau, sebagaimana kita dengar dalam Bacaan Injil, pada apa yang kita miliki (bdk. Luk 12:13-21). Sebaliknya, kepenuhan berkaitan dengan apa yang kitaterima dan bagikan dengan sukacita (bdk. Mat 10:8-10; Yoh 6:1-13). Membeli, menimbun, dan mengonsumsi saja tidak cukup. Kita perlu menengadah, memandang ke atas, kepada "hal-hal yang di atas" (Kol 3:2), untuk menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki makna hanya sejauh hal itu berfungsi untuk mempersatukan kita dengan Allah dan dengan saudara-saudari kita dalam kasih, membantu kita untuk bertumbuh dalam "belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran" (Kol 3:12), pengampunan (bdk. idem, ayat 13) dan damai sejahtera (bdk. Yoh 14:27), semuanya dalam meneladani Kristus (bdk. Flp 2:5). Dan dengan cara ini kita akan bertumbuh dalam pemahaman yang semakin dalam tentang apa artinya pengharapan yang tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bdk. Rm 5:5).

 

Orang muda terkasih, Yesus adalah pengharapan kita. Dialah, sebagaimana dikatakan Santo Yohanes Paulus II, “yang membangkitkan dalam dirimu hasrat untuk melakukan sesuatu yang besar dengan hidupmu [...] untuk berkomitmen ... memperbaiki diri dan masyarakat, menjadikan dunia semakin manusiawi dan bersaudara.” (Hari Orang Muda Sedunia XV, Doa Vigili, 19 Agustus 2000). Marilah kita tetap bersatu dengan-Nya, marilah kita tetap bersahabat dengan-Nya, senantiasa, memupuknya melalui doa, adorasi, Komuni Ekaristi, Pengakuan Dosa yang sering, dan kasih yang murah hati, mengikuti teladan Beato Piergiorgio Frassati dan Beato Carlo Acutis yang akan segera diangkat menjadi santo. Bercita-citalah untuk hal-hal yang besar, untuk kekudusan, di mana pun kamu berada. Jangan puas dengan yang kurang. Kamu akan melihat terang Injil bertumbuh setiap hari, di dalam dirimu dan di sekitarmu.

 

Saya memercayakan kalian kepada Perawan Maria, Bunda Pengharapan. Dengan pertolongannya, saat kamu kembali ke negaramu masing-masing dalam beberapa hari mendatang, di setiap belahan dunia, teruslah berjalan dengan penuh sukacita mengikuti jejak Sang Juruselamat, serta sebarkanlah antusiasme dan kesaksian imanmu kepada setiap orang yang kamu temui! Semoga perjalanan pulangmu menyenangkan!

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 3 Agustus 2025)