Bacaan
Ekaristi : Bil 6:22-27; Luk 2:16-21
Pada 1 Januari 2014 pukul
10 pagi di Basilika Santo
Petrus, Vatikan,
Paus Fransiskus memimpin perayaan Misa Hari
Raya Maria,
Bunda Allah dalam Oktaf Natal
dan perayaan Hari Perdamaian
Sedunia ke-47 dengan
tema : "Persaudaraan :
Landasan dan Jalan bagi Perdamaian".
Berkonselebrasi dengan Paus Fransiskus adalah para
kardinal, uskup dan imam. Konselebran utama di altar adalah Peter Kardinal Turkson,
Presiden Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, Uskup Agung Pietro
Parolin, Sekretaris Negara Kota Vatikan,
Uskup Agung Giovanni Angelo Becciu, wakil Sekretaris Negara Kota Vatikan, Uskup Agung Dominique
Mamberti, Sekretaris untuk Hubungan Luar Negeri dan Uskup Mario Toso, SDB, sekretaris Dewan
Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian.
Berikut adalah homili lengkap Paus Fransiskus yang disampaikan selama Misa :
Dalam bacaan pertama
kita menemukan doa berkat kuno yang diberikan Allah kepada Musa untuk
diteruskan kepada Harun dan anak-anaknya : "Tuhan memberkati engkau dan
melindungi engkau. Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau
kasih karunia"(Bil 6:24-26). Tidak ada waktu
yang lebih berarti dibandingkan awal tahun baru mendengar kata-kata berkat
ini : mereka akan menemani perjalanan kita sepanjang tahun yang
dibuka di hadapan kita. Mereka adalah kata-kata kekuatan, keberanian dan harapan. Bukan sebuah
harapan
yang bersifat angan-angan, yang
didasarkan janji-janji rapuh
manusia, atau sebuah
harapan bersahaja yang menganggap bahwa masa depan akan lebih baik hanya karena itu adalah masa depan. Sebaliknya, itu adalah sebuah
harapan yang memiliki landasannya justru dalam berkat Allah, sebuah
berkat yang berisi pesan teragung akan
kehendak baik bisa ada
di sana; dan ini adalah pesan yang dibawa
Gereja kepada kita masing-masing, yang
dipenuhi dengan kasih sayang dan pertolongan
ilahi Tuhan.
Pesan harapan yang terkandung dalam berkat ini sepenuhnya diwujudkan dalam seorang wanita, Maria, yang ditakdirkan untuk menjadi Bunda Allah, dan itu digenapi dalam dirinya sebelum makhluk lain manapun.
Bunda Allah! Ini adalah gelar
Bunda Maria yang
terutama dan terpenting. Hal ini mengacu pada sebuah
mutu, sebuah
peran yang
mana iman umat Kristiani, dalam pengabdian
yang lembut dan tulus kepada Bunda surgawi kita, telah
paham sejak awal.
Kita ingat saat agung dalam sejarah Gereja kuno
itu, Konsili
Efesus, yang di dalamnya keibuan ilahi Perawan Maria secara
berwibawa ditetapkan. Kebenaran
keibuannya menemukan sebuah
bahana di Roma di mana, tak lama kemudian, Basilika Santa Maria
Utama dibangun, tempat ziarah Maria
ysng pertama di Roma dan di seluruh Gereja
Barat, yang di dalamnya
gambaran Bunda Allah - Theotokos - dihormati
dengan
gelar Salus Populi Romani. Dikatakan bahwa penduduk
Efesus biasa berkumpul di gerbang-gerbang basilika di mana para uskup sedang
bertemu dan berseru, "Bunda Allah!". Umat beriman, dengan meminta kepada
mereka untuk secara resmi menetapkan gelar Bunda Maria
ini, menunjukkan
bahwa mereka mengakui keibuan ilahinya. Mereka adalah reaksi spontan dan tulus dari
anak-anak yang mengenal ibu ilahi mereka dengan baik, karena mereka mengasihinya dengan kelembutan
yang
besar
sekali.
Maria selalu hadir
dalam hati, kesalehan dan terutama peziarahan iman umat Kristian. "Perjalanan
sepanjang masa ... dan pada perjalanan ini ia melanjutkan sepanjang jalan yang
telah dilalui oleh Perawan Maria" (Redemptoris Mater, 2). Perjalanan iman
kita sama seperti perjalanan iman Maria, dan maka kita merasakan bahwa ia
sangat dekat dengan kita. Sejauh iman, sendi kehidupan Kristiani, menyangkut,
Bunda Allah yang berbagi keadaan kita. Ia harus mengambil jalan yang sama
seperti diri kita, sebuah jalan yang kadang-kadang sulit dan tidak jelas. Ia
harus maju dalam "peziarahan iman" (Lumen Gentium, 58).
Peziarahan iman kita secara
tak
terpisahkan telah terkait dengan
Maria sesungguhnya sejak Yesus, yang
mati
di kayu Salib, memberikan
dia kepada kita sebagai Bunda
kita,
berkata : "Lihatlah ibumu!" ( Yoh 19:27). Kata-kata ini bertindak sebagai sebuah
wasiat,
mewariskan kepada dunia seorang
Ibu.
Sejak saat itu, Bunda Allah juga menjadi bunda
kita!
Ketika iman para murid paling teruji oleh kesulitan
dan ketidakpastian, Yesus mempercayakan mereka kepada Maria, yang adalah orang
pertama yang beriman dan imannya tidak akan pernah
gagal. "Wanita"
tersebut
menjadi bunda kita ketika ia
kehilangan Putra Ilahinya. Hatinya yang berduka diperluas untuk memberikan
ruang bagi semua pria dan wanita,
entah
baik atau buruk, dan ia mengasihi mereka karena ia
mengasihi Yesus. Wanita yang pada pesta perkawinan di Kana di Galilea
memberikan kerjasamanya yang penuh iman
sehingga keajaiban-keajaiban Allah dapat ditampilkan
di dunia, di Kalvari tetap menghidupi api iman dalam
kebangkitan Puteranya, dan ia menyampaikan
hal ini
dengan kasih sayang keibuan
kepada
masing-masing dan setiap orang. Maria menjadi dalam
cara
ini sebuah sumber harapan dan
sukacita sejati!
Bunda Sang
Penebus mendahului kita dan terus menguatkan kita dalam iman, dalam panggilan kita dan dalam perutusan
kita. Dengan teladan kerendahan hati dan keterbukaannya terhadap kehendak
Allah ia membantu kita untuk menyalurkan iman kita dalam sebuah
pemberitaan Injil yang penuh sukacita kepada semua
orang, tanpa penundaan. Dengan cara ini perutusan
kita akan berbuah, karena diteladankan pada keibuan Maria. Kepadanya marilah kita mempercayakan perjalanan iman kita, keinginan hati kita, kebutuhan kita dan kebutuhan seluruh dunia, terutama kebutuhan
orang-orang
yang lapar dan haus akan keadilan dan perdamaian. Mari kita bersama-sama kemudian
memanggilnya, dan saya
mengundang Anda untuk memanggilnya tiga kali, mengikuti teladan saudara
dan saudari Efesus
tersebut : Bunda
Allah! Bunda Allah! Bunda Allah!
Amin.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.