Bacaan Ekaristi : Yak 2:14-24;
Mrk 8:34-9:1
"Sebuah iman yang tidak
menghasilkan buah dalam karya bukanlah iman". Inilah penegasan yang dengannya
Paus Fransiskus membuka homilinya dalam Misa harian Jumat pagi 21 Februari 2014
di Casa Santa Marta, Vatikan, dengan intensi untuk ulang tahun ke-90 Silvano Kardinal
Piovanelli, Uskup Agung Emeritus Fiorentina. Paus mengucapkan terima kasih kepada
Kardinal Piovanelli atas "karyanya, kesaksiannya dan kebaikannya".
Dunia penuh orang-orang Kristiani yang sering mendaraskan kata-kata Syahadat, sementara sangat jarang menempatkan kata-kata tersebut dalam praktek - [dan penuh] orang-orang terpelajar yang mengurangi teologi menjadi serangkaian kategori yang rapi, secara rapi dihilangkan dan dilindungi dari memiliki pengaruh apapun pada kehidupan nyata. Inilah bahaya yang ditakutkan oleh Santo Yakobus bahkan dua ribu tahun yang lalu, dan yang dijadikan pokok bahasan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya, "[Pernyataan Santo Yakobus]", kata Paus Fransiskus, mengomentari bagian dari suratnya, yang dibacakan dalam Misa, "jelas : iman tanpa buah dalam kehidupan, sebuah iman yang tidak menghasilkan buah dalam karya, bukan iman":
"Selain itu, kita
sering membuat kesalahan dengan mengatakan : 'Tetapi saya memiliki banyak
iman', [dan] 'saya mempercayai segala sesuatu, segala sesuatu ...' - dan
mungkin orang yang mengatakan ini [sesuatu seperti ini] menjalani sebuah kehidupan
yang suam-suam kuku, [sebuah kehidupan]
yang rapuh. Imannya sebagai sebuah teori, kendati
tidak hidup dalam kehidupannya. Rasul Yakobus, ketika ia
berbicara tentang iman, berbicara tepat tentang doktrin, tentang hal itu, yang
adalah apa isi iman. Namun demikian, orang mungkin
mempelajari semua perintah, semua nubuat, semua kebenaran iman, meskipun jika
ini tidak ditempatkan ke dalam praktek, ditempatkan pada karya, mereka tidak
berguna. Kita bisa mendaraskan Syahadat
secara teoritis, bahkan tanpa iman, dan ada banyak orang yang melakukan
demikian - bahkan setan-setan! Setan-setan tahu betul apa yang
dikatakan dalam Syahadat dan tahu bahwa itu adalah kebenaran".
Kata-kata dari Paus Fransiskus menggemakan penegasan Santo Yakobus : "Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar”. Perbedaannya, Paus menambahkan, adalah setan-setan itu tidak "memiliki iman" sejauh sebagai iman yang otentik, "bukan [hanya] memiliki pengetahuan". Sebaliknya, "[memiliki iman berarti] menerima pesan Allah", yang dibawa oleh Kristus. Bapa Suci melanjutkan dengan mengatakan bahwa, dalam Injil, ada dua tanda yang memberi petunjuk akan hal ini, yang, "tahu apa yang bisa dipercaya, tetapi tidak memiliki iman". Tanda pertama adalah sebuah kecenderungan pada "permainan kata-kata", yang diwakili oleh orang-orang yang bertanya kepada Yesus apakah dibenarkan secara hukum membayar pajak, atau yang mana dari ketujuh bersaudara dari suaminya yang harus menikahi perempuan yang sudah ditinggal mati suaminya itu. Tanda kedua adalah sebuah komitmen pada "ideologi" :
"Orang-orang Kristiani yang memikirkan iman sebagai sebuah sistem gagasan-gagasan, secara ideologi : di sana ada bahkan semacam hari Yesus sendiri. Rasul Yohanes mengatakan tentang mereka, bahwa mereka adalah antikristus, para ideolog iman, apapun meterei [ideologis] yang mereka mungkin miliki. Pada saat itu ada para penganut Gnostik, tetapi di sana akan [selalu] menjadi banyak - dan dengan demikian, orang-orang yang jatuh ke dalam permainan kata-kata atau orang-orang yang jatuh ke dalam ideologi adalah orang-orang Kristiani yang mengetahui ajaran, tetapi tanpa iman, seperti setan-setan. Perbedaannya adalah setan-setan itu gemetar, orang-orang Kristiani ini, tidak gemetar : mereka hidup secara damai".
Paus mengingatkan
bagaimana dalam Injil, ada juga contoh-contoh "orang-orang yang tidak tahu
ajaran, tetapi memiliki begitu banyak iman". Beliau melanjutkan dengan
menyebutkan kisah perempuan Kanaan, yang, dengan imannya mendapatkan kesembuhan
untuk anak perempuannya, yang adalah korban kepemilikan, dan perempuan Samaria
yang membuka hatinya karena, beliau berkata, "ia belum bertemu dengan
kebenaran-kebenaran semu", tetapi "Yesus Kristus". Lalu ada
orang buta yang disembuhkan oleh Yesus, yang kemudian menghadapi interogasi oleh
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat sampai ia berlutut dengan kerendahan
hati dan menyembah Orang yang menyembuhkannya. Ketiga orang, kata Paus Fransiskus,
yang menunjukkan bagaimana iman dan kesaksian tidak dapat dipisahkan
:
"Iman adalah sebuah perjumpaan dengan Yesus Kristus, dengan Allah, yang daripadanya iman lahir, dan dari sana membawa Anda untuk bersaksi. Itulah yang dimaksudkan Rasul Yakobus : iman tanpa perbuatan, iman yang tidak melibatkan [seluruh] diri seseorang, yang tidak mengarah pada kesaksian, bukanlah iman. Merupakan kata-kata - dan tidak lebih dari kata-kata".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.