Bacaan Ekaristi : Yak 4:1-10;
Mrk 9:30-37
Paus Fransiskus
menyerukan perdamaian dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi 25
Februari 2014 di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau mengatakan bahwa peperangan
hanya meninggalkan korban yang tidak bersalah di belakangnya. Menggambarkan
permenungannya dari Surat
Pertama Rasul
Yakobus (4:1-10), Bapa Suci meminta orang-orang Kristiani untuk tidak terbiasa dengan kehebohan peperangan.
"Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu?
Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini
sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati,
tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi”, Rasul Yakobus
menyatakan.
Paus mengatakan kepada umat beriman bahwa kita menemukan berita dan gambar peperangan di seluruh dunia setiap hari dalam berita. Beliau mencatat bahwa "semangat peperangan telah mengambil suatu pegangan dari diri kita".
"Ada tindakan-tindakan untuk
memperingati seratus tahun
beberapa Peperangan Besar, jutaan orang meninggal ... Dan semua
orang mengalami kehebohan!", beliau berkata. "Tetapi hari ini sama!
Alih-alih sebuah peperangan besar, ada peperangan kecil di
mana-mana, orang-orang terbagi-bagi ... Dan untuk
mempertahankan kehendaknya mereka
membunuh, mereka saling membunuh".
Mengingat kisah Kain dan Habel, Bapa Suci mengatakan bahwa ketika beberapa orang mungkin mengalami kehebohan mendengar tentang satu saudara membunuh yang lainnya, hari ini jutaan saudara saling membunuh. Telah menjadi sering terjadi sehingga kita telah terbiasa karena itu. Ketika Perang Dunia Pertama menghebohkan banyak orang, Paus mengatakan bahwa ada peperangan muncul sekarang, di berbagai belahan dunia yang "tersembunyi" dan tidak menghebohkan semua orang. "Begitu banyak kematian untuk sebidang tanah, untuk sebuah ambisi, untuk kebencian, untuk kecemburuan rasial. Hawa nafsu membawa kita kepada peperangan, kepada semangat dunia", beliau mengatakan.
"Biasanya di hadapan sebuah perseteruan",
lanjut beliau, "kita menemukan diri kita dalam situasi aneh : mengatasinya,
berdebat, dengan bahasa peperangan. Bahasa perdamaian tidak datang dahulu! Dan
konsekuensinya? Pikirkan anak-anak yang kelaparan di kamp-kamp pengungsian...
Pikirkan hanya hal ini : ini adalah buah peperangan! Dan jika Anda ingin, pikirkan
ruang perjamuan besar, pesta-pesta yang dilakukan oleh para pemilik industri
senjata, yang menghasilkan persenjataan, persenjataan berakhir di sana. Anak
yang sakit, yang kelaparan, di sebuah kamp pengungsi dan pesta-pesta besar,
kehidupan yang baik dari orang-orang yang membuat persenjataan".
Paus melanjutkan dengan mengatakan
bahwa "semangat peperangan" tidak berkurang pada negara-negara yang
berada dalam perseteruan, tetapi bahkan terjadi di rumah kita sendiri.
"Berapa banyak keluarga yang hancur karena ayah, ibu tidak mampu menemukan
sebuah jalan damai dan lebih memilih berperang, menggugat ... Perang
menghancurkan!", beliau berseru.
Mengakhiri homilinya, Paus
Fransiskus meminta umat beriman untuk berdoa bagi perdamaian, sesuatu yang di
dunia saat ini telah dikurangi menjadi hanya sebuah kata. "Semoga Tuhan
membantu kita memahami hal ini dan menyelamatkan kita dari mulai terbiasa
dengan berita peperangan", kata beliau.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.