Bacaan
Ekaristi : 2Sam 15:13-14,30;16:5-13a; Mrk 5:1-20
Daud, yang di
tengah-tengah pengkhianatan dan penganiayaan tidak terguncang dalam iman kepada
Allah, adalah contoh untuk diikuti pada saat-saat kesulitan. Paus
Fransiskus memusatkan pada sosok raja Israel tersebut selama homilinya dalam
Misa Senin pagi 3 Februari 2014 di Casa Santa Marta, Vatikan. Bapa
Suci merenungkan Bacaan Pertama dari Kitab Kedua Samuel yang menceritakan Daud
melarikan diri dari anaknya Absalom yang mengkhianatinya. Dihadapkan pada pengkhianatan
ini, tiga sikap muncul dalam diri Daud. "Daud, seorang laki-laki yang memerintah, mengambil kenyataan apa adanya dan
memahami bahwa peperangan ini akan
sangat sulit dan bahwa banyak orang
akan terbunuh. Dengan
demikian, ia membuat pilihan untuk tidak membiarkan rakyatnya mati”, beliau berkata.
"Ini adalah sikap pertama. Ia tidak menggunakan Allah maupun rakyatnya untuk membela dirinya sendiri, dan ini
berarti kasih seorang raja bagi
Allahnya dan rakyatnya. Ia adalah seorang raja yang penuh dosa - kita mengetahui ceritanya - tetapi seorang
raja yang juga memiliki kasih yang besar ini : ia begitu melekat
pada Allahnya dan
begitu melekat pada rakyatnya serta tidak menggunakan Allah maupun rakyatnya untuk
membela diri.
"Dalam saat-saat mengerikan
dalam hidup mungkin terjadi bahwa dalam keputusasaan manusia terlihat membela
dirinya dengan cara apapun yang ia bisa dan bahkan menggunakan Allah dan
menggunakan umat. Bukan dia, sikap pertamanya adalah hal ini : tidak
menggunakan Allah dan umat".
Sikap kedua, Paus melanjutkan,
adalah sebuah "sikap tobat". Sewaktu perjalanan mendaki gunung,
dengan wajahnya yang tertutup dan tanpa alas kaki, Daud menangis mengetahui
bahwa ia tidak bersalah dan memilih penebusan dosa alih-alih membela dirinya
sendiri.
"Pendakian ke
gunung ini membuat kita berpikir tentang pendakian lain oleh Yesus. Ia juga dalam kesakitan, bertelanjang kaki,
dengan salib naik ke gunung. Ini adalah sebuah sikap tobat. Daud
menerima berada dalam perkabungan dan menangis”.
"Ketika sesuatu seperti ini terjadi dalam hidup kita, kita melihat – merupakan sebuah naluri yang kita miliki - untuk membenarkan diri kita sendiri", lanjut Paus. "Daud tidak membenarkan dirinya. Ia adalah seorang yang tidak berpura-pura, ia terlihat menyelamatkan tabut Allah, rakyatnya, dan melakukan penebusan dosa di jalan itu. Ia hebat : seorang pendosa besar dan seorang santo
besar. Bagaimana dua hal ini berjalan
bersama-sama? Hanya Allah yang tahu!"
Sikap Daud yang ketiga
dan terakhir adalah kepercayaan penuh kepada Allah. Paus mengatakan bahwa hal
ini dibuktikan ketika David dikutuk dan diejek oleh seorang musuh. Alih-alih
memilih untuk membunuh orang itu, Daud memilih untuk meninggalkannya dan percaya
kepada Allah. "Ia memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi, Tuhan
mengizinkannya", kata Paus.
Mengakhiri
homilinya, Paus Fransiskus mengatakan kepada umat bahwa perilaku Daud di depan
kesusahan ini juga dapat membantu kita, karena kita semua melewati kesusahan
dan kesulitan-kesulitan. "Indahnya mendengar hal ini dan melihat tiga
sikap ini : seseorang yang mengasihi Allah, yang mengasihi umat-Nya dan tidak
bernegosiasi; seorang laki-laki yang paham bahwa ia adalah orang berdosa dan melakukan
penebusan dosa; seorang laki-laki yang yakin akan Allahnya dan percaya
kepada-Nya", kata Paus. "Daud adalah seorang santo dan kita
menghormatinya sebagai seorang santo. Mari kita memohon kepadanya untuk
mengajarkan kita sikap-sikap dalam saat-saat kehidupan yang sulit ini”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.