Bacaan Ekaristi : Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6,16-18
“Koyakkanlah
hatimu dan jangan pakaianmu” (Yoel 2:13). Dengan
kata-kata mendalam nabi Yoel
ini, liturgi memperkenalkan kita ke dalam Masa Prapaskah hari ini, menunjukkan ciri pertobatan hati dari saat rahmat
ini. Panggilan kenabian
tersebut merupakan
sebuah tantangan bagi
kita semua, tanpa kecuali, dan mengingatkan kita bahwa pertobatan bukan sebuah perkara yang dapat
dikurangi menjadi bentuk luar atau niat samar-samar, tetapi melibatkan dan mengubah seluruh
keberadaan seseorang dari pusat orang itu, dari hati nurani. Kita diajak untuk memulai sebuah perjalanan yang di dalamnya, dalam tentangan rutinitas, kita berusaha membuka mata dan telinga kita, tetapi terutama
hati, melampaui “kebun kecil” kita. Membuka diri seseorang kepada Allah dan kepada orang lain : kita hidup dalam dunia yang semakin dibuat-buat, dalam sebuah budaya "melakukan", [sebuah budaya] "berguna",
yang di dalamnya kita
mengecualikan Allah dari cakrawala kita bahkan tanpa menyadarinya.
Masa
Prapaskah memanggil kita untuk "memberikan diri kita sebuah 'guncangan'", untuk mengingat
bahwa kita adalah ciptaan, bahwa kita bukan Allah. Kita menjalankan resiko menutup diri kita
bagi orang lain juga : kita beresiko melupakan mereka, juga - tetapi hanya ketika kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan saudara-saudara kita menantang kita, barulah kita bisa memulai perjalanan pertobatan
kita menuju Paskah. Merupakan sebuah perjalanan yang mencakup salib dan pengorbanan. Injil hari ini menunjukkan unsur-unsur perjalanan rohani ini : doa, puasa dan sedekah (bdk. Mat 6:1-6.16-18). Ketiganya melibatkan
kebutuhan tidak didominasi oleh penampilan lahiriah
: penampilan lahiriah tidak penting - juga nilai kehidupan tidak tergantung pada persetujuan orang lain atau pada
keberhasilan, tetapi dari berapa banyak
kita memiliki di dalam.
Unsur pertama adalah
doa. Doa adalah kekuatan orang Kristiani dan kekuatan setiap orang percaya. Dalam kelemahan dan kerapuhan
hidup kita, kita dapat berpaling kepada Allah dengan keyakinan anak-anak dan
masuk ke dalam persekutuan
dengan-Nya. Dalam menghadapi begitu banyak
luka yang menyakiti kita dan yang dapat mengeraskan hati, kita
dipanggil untuk menyelam ke dalam lautan doa, yang merupakan lautan kasih Allah
yang tak terbatas, untuk menikmati kelembutannya.
Masa
Prapaskah adalah sebuah saat doa, sebuah doa yang
lebih intens, lebih tekun, [orang] lebih mampu peduli kebutuhan saudara-saudara, berdoa di hadapan Allah untuk berbagai situasi kemiskinan dan penderitaan.
Unsur kedua perjalanan Prapaskah adalah berpuasa. Kita harus berhati-hati untuk tidak membuat sebuah puasa formalitas, atau puasa yang dalam kebenaran "memenuhi" kita karena membuat kita merasa seolah-olah kita memiliki semua sepatutnya. Berpuasa masuk akal jika itu benar-benar mempengaruhi keamanan kita, dan juga jika sebuah manfaat bagi orang lain berasal darinya, jika itu membantu kita tumbuh dalam semangat Orang
Samaria yang Baik, yang merendahkan diri bagi saudaranya yang membutuhkan dan merawatnya. Puasa melibatkan memilih sebuah kehidupan apa
adanya, yang tidak membuang-buang, yang tidak "mencampakkan". Berpuasa membantu kita untuk melatih hati kepada hakikat dan berbagi. Ini adalah sebuah tanda kesadaran dan tanggung jawab dalam menghadapi ketidakadilan, pelanggaran, terutama terhadap kaum miskin dan orang-orang kecil, dan merupakan sebuah tanda kepercayaan kita kepada Allah dan penyelenggaraan-Nya.
Unsur ketiga adalah sedekah : merupakan
sebuah tanda kecuma-cumaan karena sedekah diberikan kepada seseorang
yang Anda tidak akan harapkan
untuk menerima imbalan apa pun. kecuma-cumaan harus menjadi salah satu ciri seorang Kristiani, yang, sadar telah menerima segala sesuatu dari Allah secara cuma-cuma, yakni tanpa jasa apapun, belajar memberi kepada orang lain secara cuma-cuma. Hari
ini sering kecuma-cumaan bukan merupakan bagian kehidupan sehari-hari, di mana segalanya dibeli dan dijual. Segalanya merupakan perhitungan dan pengukuran. Sedekah
membantu kita untuk menjalani kecuma-cumaan karunia, yaitu kebebasan dari obsesi dengan
memiliki benda-benda, [kebebasan
dari] rasa takut kehilangan apa yang dimiliki, dari kesedihan mereka yang tidak
ingin berbagi kesejahteraan mereka dengan orang lain. Dengan panggilannya kepada pertobatan, Masa Prapaskah datang memberi rahmat untuk membangunkan
kita, mengguncang kita dari mati suri kita, dari resiko bergerak maju [hanya] dengan kelembaman. Seruan
yang Tuhan katakan kepada kita
melalui nabi Yoel lantang dan
jelas : "Berbaliklah
kepada-Ku dengan segenap hatimu” (Yoel 2:12). Mengapa kita harus kembali kepada Allah? Karena
ada sesuatu yang salah dalam diri kita, dalam masyarakat, dalam Gereja - dan
kita perlu berubah, membalikkan
keadaan, bertobat! Sekali
lagi Masa Prapaskah datang
untuk membuat seruan kenabiannya, mengingatkan kita bahwa adalah mungkin mewujudkan
sesuatu yang baru dalam diri kita dan di sekitar kita, hanya karena Allah setia,
terus menerus penuh kebaikan
dan belas kasih, dan selalu
siap untuk mengampuni dan
memulai kembali dari awal. Dengan
keyakinan mengabdi ini, mari
kita berangkat pada
perjalanan kita!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.