Bacaan
Ekaristi : Yes 61:1-3a,6a,8b-9; Why 1:5-8; Luk 4:16-21
Pada "hari
ini" yang kekal dari Kamis Putih, ketika Kristus menunjukkan kasih-Nya
bagi kita hingga akhir (bdk. Yoh 13:1), kita mengingat hari bahagia lembaga
imami, serta hari tahbisan imamat kita sendiri. Tuhan mengurapi kita dalam
Kristus dengan minyak kegembiraan, dan pengurapan ini mengajak kita untuk
menerima dan menghargai karunia agung ini : kegembiraan, sukacita menjadi
seorang imam. Sukacita imami adalah harta tak ternilai, tidak hanya bagi imam
sendiri tetapi bagi seluruh umat beriman Allah: umat beriman itu yang darinya
ia dipanggil untuk diurapi dan yang mana ia, pada gilirannya, diutus untuk
mengurapi.
Diurapi dengan minyak
kegembiraan sehingga mengurapi orang lain dengan minyak kegembiraan. Sukacita
imami bersumber pada kasih Bapa, dan Tuhan ingin sukacita kasih ini menjadi
"milik kita" dan menjadi "penuh" (Yoh 15:11). Saya ingin
merefleksikan tentang sukacita dengan merenungkan Bunda kita, pada Maria,
"Bunda Injil yang hidup, adalah sumber sukacita bagi orang-orang kecil
Allah" (Evangelii Gaudium, 288).
Saya tidak berpikir berlebihan untuk mengatakan bahwa imam memang sangat
sedikit : keluhuran karunia tak tertandingi yang dianugerahkan kepada kita
untuk pelayanan menjadikan kita paling sedikit di antara laki-laki. Imam adalah
laki-laki yang termiskin jika Yesus tidak memperkaya dia dengan kemiskinan-Nya,
hamba yang paling tak berguna jika Yesus tidak memanggil dia sahabat-Nya, laki-laki
yang paling bebal jika Yesus tidak dengan sabar mengajarkan dia seperti Ia mengajarkan
Petrus, orang-orang Kristiani yang paling rapuh jika Sang Gembala yang Baik tidak
memperkuat dia di tengah-tengah kawanan domba. Tidak seorang pun yang lebih
"kecil" daripada seorang imam meninggalkan akalnya sendiri; dan jadi
doa perlindungan kita terhadap setiap jerat si jahat adalah doa Bunda kita : Aku
seorang imam karena ia telah memandang kerendahanku (bdk. Luk 1:48). Dan dalam kerendahan
itu kita menemukan sukacita kita.
Bagi saya, ada tiga
keistimewaan penting dari sukacita imami kita. Itu merupakan sukacita yang mengurapi kita (bukan sukacita yang
"menggemukkan" kita, membuat kita bermanis-manis, mewah dan sombong),
itu merupakan sukacita yang langgeng dan
itu merupakan sukacita perutusan yang
menyebar dan memikat, dimulai terbalik - dengan orang-orang yang paling jauh dari
kita.
Sukacita yang mengurapi kita. Dalam satu kata: itu telah menembus jauh di dalam hati-hati kita, itu telah membentuk mereka dan menguatkan mereka secara sakramental. Tanda-tanda liturgi tahbisan berbicara kepada kita keinginan keibuan Gereja untuk menyampaikan dan berbagi dengan orang lain semua yang telah Tuhan berikan kepada kita: penumpangan tangan, pengurapan dengan krisma suci, busana dengan jubah suci, konsekrasi pertama yang segera mengikuti ... Rahmat memenuhi kita sampai penuh sekali dan meluap, dengan penuh, dengan melimpah dan seluruhnya dalam masing-masing imam. Kita diurapi hingga meresapi tulang-tulang kita ... dan sukacita kita, yang sungguh timbul dari sanubari, adalah gema pengurapan ini.
Sukacita yang langgeng. Kepenuhan karunia, yang tak seorang pun dapat ambil atau
tingkatkan, merupakan sumber sukacita yang tak pernah gagal : sukacita langgeng
yang telah Tuhan janjikan tak seorang pun bisa mengambilnya dari kita (Yoh
16:22). Sukacita dapat tertidur, atau
tersumbat oleh dosa atau persoalan-persoalan hidup, namun dalam sanubari sukacita
tetap utuh, seperti bara api dari kayu yang terbakar di bawah abu, dan selalu
dapat diperbaharui. Nasihat Paulus kepada Timotius sesungguhnya tetap tepat
waktu : aku memperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada
padamu melalui penumpangan tanganku atasmu” (bdk. 2 Tim 1:6).
Sukacita perutusan. Saya ingin terutama berbagi dengan Anda dan menekankan
keistimewaan ketiga ini: sukacita imami sangat terikat dengan umat Allah yang
kudus dan setia, karena itu merupakan sungguh sukacita perutusan. Pengurapan
kita dimaksudkan untuk mengurapi umat Allah yang kudus dan setia : membaptis
dan menguatkan mereka, menyembuhkan dan menguduskan mereka, memberkati,
menghibur dan penginjili mereka.
Dan karena sukacita ini adalah sukacita yang hanya bertumbuh ketika gembala berada di tengah-tengah kawanan dombanya (bahkan dalam keheningan doanya, gembala yang menyembah Bapa berada bersama domba-dombanya), itu merupakan "sukacita yang terjaga", yang dijaga oleh kawanan domba itu sendiri. Bahkan dalam saat-saat suram itu ketika semuanya tampak gelap dan perasaan terasing memegang kita, dalam saat-saat kelesuan dan kebosanan itu yang kadang-kadang mengatasi kita dalam kehidupan imami kita (dan yang saya juga pernah alami), bahkan dalam saat-saat umat Allah itu mampu "menjaga" sukacita itu; mereka mampu melindungi Anda, merangkul Anda dan membantu Anda membuka hati Anda untuk menemukan sukacita yang diperbaharui.
“Sukacita yang terjaga" : sukacita yang dijaga oleh kawanan domba tetapi juga dijaga oleh tiga saudari yang mengelilinginya, memeliharanya dan mempertahankannya : saudari kemiskinan, saudari kesetiaan dan saudari ketaatan.
Sukacita imami adalah sukacita yang adalah saudari kemiskinan. Imam adalah
miskin
dalam hal sukacita manusia
semata. Ia telah menyerahkan begitu banyak! Dan karena ia miskin, ia, yang
memberikan begitu banyak kepada orang lain, harus mencari sukacitanya dari Tuhan dan
dari umat Allah. Ia tidak perlu
mencoba untuk menciptakannya
bagi
dirinya sendiri. Kita tahu bahwa umat kita sangat murah hati
dalam berterima kasih kepada para
imam
untuk sedikit berkat mereka dan
terutama untuk sakramen-sakramen. Banyak orang, ketika berbicara tentang krisis
jati diri imam, tidak menyadari jati
diri
yang mengandaikan kepunyaan. Tidak ada jati
diri -
dan akibatnya sukacita hidup - tanpa rasa
kepunyaan yang aktif dan teguh terhadap
umat
Allah (bdk. Evangelii Gaudium, 268). Imam yang
mencoba untuk menemukan jati
diri
imaminya dengan
pencarian jiwa dan introspeksi juga dapat
tidak menjumpai apapun selain tanda-tanda “keluar”, tanda-tanda yang
mengatakan : keluarlah dari dirimu sendiri, keluarlah untuk mencari Allah dalam adorasi,
pergilah keluar dan berikanlah
umat Anda apa yang dipercayakan kepada Anda, karena umat Anda akan membuat
Anda merasakan dan merasai siapa Anda, siapa
nama Anda, siapa
jati diri Anda, dan mereka akan membuat Anda bersukacita dalam seratus kali
lipat itu yang telah Tuhan janjikan kepada mereka yang melayani-Nya. Jika Anda tidak
"keluar"
dari diri Anda, minyak tumbuh
tengik dan pengurapan tidak dapat berbuah. Pergi keluar dari diri kita
mengandaikan penyangkalan diri; itu berarti kemiskinan.
Sukacita imami adalah sukacita yang merupakan saudari kesetiaan. Bukan terutama dalam arti bahwa kita semua adalah "tak berdosa" (kita akan demikian oleh rahmat Allah!), karena kita adalah orang-orang berdosa, tetapi dalam arti sebuah kesetiaan yang sesungguhnya diperbaharui terhadap satu-satunya Mempelai, terhadap Gereja. Di sinilah kunci keberhasilan. Anak-anak rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap imam, anak-anak yang telah ia baptis, keluarga-keluarga yang telah ia berkati dan bantu pada perjalanan mereka, orang-orang sakit yang telah ia hibur, orang-orang muda yang ia katekesekan dan bantu untuk tumbuh, orang-orang miskin ia bantu ... semua ini adalah "Mempelai" yang kepadanya ia bersukacita memperlakukan sebagai kasihnya yang tertinggi dan satu-satunya serta yang kepadanya ia terus-menerus setia. Itu adalah Gereja yang hidup, dengan nama pertama dan nama terakhir, yang para imam gembalakan dalam parokinya atau perutusan yang dipercayakan kepadanya. Perutusan itu membawakan dia sukacita setiap kali ia setia kepadanya, setiap kali ia melakukan semua yang harus ia lakukan dan melepaskan segala sesuatu yang ia harus lepaskan, sepanjang ia berdiri teguh di tengah kawanan domba yang telah Tuhan percayakan kepadanya : Gembalakanlah domba-domba-Ku (bdk. Yoh 21:16,17).
Sukacita imami adalah sukacita yang adalah saudari ketaatan. Sebuah ketaatan kepada Gereja dalam hirarki yang memberi kita, secara kebetulan, tidak hanya kerangka luar untuk ketaatan kita : paroki yang kepadanya saya diutus, tugas-tugas pelayanan saya, karya tertentu saya ... tetapi juga persatuan dengan Allah Bapa, sumber dari semua kebapaan. Juga merupakan ketaatan kepada Gereja dalam pelayanan : dalam ketersediaan dan kesiapsediaan untuk melayani semua orang, selalu dan sebisa mungkin, mengikuti teladan "Bunda Kesiapsediaan Kita" (bdk. Luk 1:39, meta spoudes), yang buru-buru melayani Elizabeth sanak perempuannya dan prihatin atas dapur Kana ketika anggur habis. Ketersediaan imam-imamnya menjadikan Gereja sebuah rumah dengan pintu terbuka, tempat perlindungan bagi orang-orang berdosa, rumah bagi orang-orang yang tinggal di jalanan, tempat kasih sayang bagi orang-orang sakit, perkemahan bagi kaum muda, ruang kelas bagi katekisasi anak-anak yang akan melakukan Komuni Pertama mereka ... Di mana pun umat Allah memiliki keinginan atau kebutuhan, di sana ada imam, yang tahu bagaimana mendengarkan (ob-audire) dan merasa mandat penuh kasih dari Kristus yang mengutusnya untuk meringankan yang membutuhkan dengan belas kasih atau untuk mendorong yang berkehendak baik dengan amal yang banyak akal.
Semua yang dipanggil harus memahami bahwa sukacita sejati dan penuh tidak ada di dunia ini : itu adalah sukacita yang diambil dari umat yang kita kasihi dan kemudian dikirim kembali kepada mereka sebagai para pemberi karunia-karunia dan nasehat-nasehat Yesus, satu-satunya Gembala Baik yang, dengan kasih sayang yang mendalam bagi semua orang kecil dan orang terpinggirkan di bumi ini, yang letih dan tertindas seperti domba tanpa gembala, ingin mengaitkan banyak orang lain bagi pelayanan-Nya, sehingga diri-Nya tetap bersama kita dan berkarya, dalam pribadi imam-imam-Nya, untuk kebaikan umat-Nya.
Pada hari Kamis imami ini saya memohon kepada Tuhan Yesus untuk memampukan banyak orang muda menemukan semangat membara itu yang menyalakan sukacita dalam hati kita segera setelah kita memiliki gerak keberanian yang dibutuhkan untuk menanggapi dengan rela panggilan-Nya.
Pada hari Kamis imami ini saya memohon kepada Tuhan Yesus untuk melestarikan kilauan sukacita di mata yang baru saja ditahbiskan yang keluar untuk melahap dunia, untuk menghabiskan diri mereka sepenuhnya di tengah-tengah umat Allah, bersukacita saat mereka mempersiapkan homili pertama mereka, Misa pertama mereka, Baptisan pertama mereka, sakramen tobat pertama mereka ... Ini adalah sukacita untuk bisa berbagi dengan takjub, dan untuk pertama kalinya sebagai orang yang diurapi Allah, harta Injil dan merasakan umat beriman mengurapi Anda lagi dan dengan cara lain lagi : dengan permintaan mereka, dengan menundukkan kepala mereka untuk berkat Anda, dengan menjabat tangan Anda, dengan membawa kepada Anda anak-anak mereka, dengan memohon dengan sangat mereka yang sakit ... Peliharalah, Tuhan, dalam imam-imam muda-Mu sukacita pergi keluar, sukacita melakukan segala sesuatu seolah-olah untuk pertama kalinya, sukacita menghabiskan hidup mereka sepenuhnya bagi Engkau.
Pada hari Kamis imami ini saya memohon kepada Tuhan Yesus untuk menguatkan sukacita imami dari orang-orang yang telah melayani selama bertahun-tahun. Sukacita yang, tanpa meninggalkan mata mereka, juga telah ditemukan di pundak orang-orang yang menanggung beban pelayanan, para imam itu yang, memiliki pengalaman tenaga kerja kerasulan, mengumpulkan kekuatan mereka dan mempersenjatai kembali diri mereka : "mendapatkan angin kedua", katakanlah sebagai atlet. Tuhan, lestarikanlah kedalaman, kebijaksanaan dan kematangan sukacita yang dirasakan oleh para imam yang tua ini. Semoga mereka dapat berdoa bersama Nehemia : "sukacita Tuhan adalah kekuatanku" (bdk. Neh 8:11).
Akhirnya, pada hari Kamis imami ini saya memohon
kepada
Tuhan Yesus untuk membuat lebih dikenal sukacita para
imam tua, entah sehat atau lemah
karena tua. Itu adalah sukacita Salib, yang muncul dari pengetahuan bahwa kita miliki harta yang
langgeng dalam bejana tanah liat yang mudah rusak. Semoga para imam ini menemukan kebahagiaan di manapun mereka berada; semoga mereka sudah
mengalami, di tahun-tahun
yang telah berlalu, rasa keabadian (Guardini). Semoga mereka mengenal sukacita menyerahkan penerang, sukacita melihat generasi baru dari anak-anak rohani mereka, dan sukacita
menyambut janji-janji dari jauh, tersenyum dan pada
kedamaian, dalam pengharapan yang tidak mengecewakan
itu.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.