Bacaan
Ekaristi : 2Raj 17:5-8,13-15a,18; Mat 7:1-5
Orang yang menghakimi menempatkan dirinya di tempat Allah dan dengan demikian menghadapi kekalahan tertentu dalam hidup karena ia akan dibayar kembali dalam
rupa demikian. Dan ia akan hidup dalam kebingungan, melihat sebuah
"selumbar" di mata saudaranya daripada "balok" yang menghalangi pandangannya sendiri. Itulah permenungan Paus Fransiskus dalam Misa harian Senin pagi, 23 Juni 2014, di Casa Santa Marta, Vatikan. Paus Fransiskus menasehati kita untuk membela orang lain dan menghindari menghakimi mereka.
Dengan mengacu
pada bacaan hari itu (Mat 7:1-5) yang menceritakan Yesus yang "berusaha meyakinkan kita untuk tidak menghakimi" : sebuah
perintah yang "Ia ulangi berkali-kali". Bahkan, "menghakimi orang lain membawa kita kepada kemunafikan". Dan
Yesus mendefinisikan orang-orang
munafik sebagai orang-orang yang bertindak sebagai hakim. Karena, Paus Fransiskus menjelaskan, "orang yang mendapatinya salah, menjadi bingung dan takluk".
Orang yang menghakimi "selalu mendapatinya salah". Ia salah,
Paus Fransiskus menjelaskan, "karena ia mengambil
tempat Allah, yang adalah satu-satunya hakim : mengambil tempat itu adalah mengambil tempat yang salah!". Meyakini Anda memiliki wewenang untuk menghakimi segala sesuatu : orang-orang, kehidupan, segala
sesuatu". Dan "dengan kapasitas menghakimi" Anda juga menganggap
Anda memiliki "kapasitas mengutuk".
Injil menceritakan bahwa "menghakimi orang lain adalah salah satu tindakan para ahli Taurat
yang disebut Yesus 'munafik'". Inilah orang-orang yang "menghakimi segalanya". Namun, hal terburuk yaitu, dalam melakukan hal ini, mereka menempatkan diri mereka di tempat Allah, dan Allah
adalah satu-satunya hakim". Dan untuk menghakimi, Allah "membutuhkan waktu, Ia menunggu". Orang-orang ini,
sebagai gantinya, bertindak tergesa-gesa. "Inilah sebabnya
mengapa orang yang menghakimi mendapatinya salah, hanya karena ia mengambil sebuah tempat yang bukan miliknya".
Paus Fransiskus menjelaskan bahwa orang ini "tidak
hanya mendapatinya salah; ia juga menjadi bingung". Dan "ia
sering menjadi terobsesi dengan orang yang ia ingin hakimi, dengan orang itu - jadi, jadi sangat terobsesi!". Kadang-kadang kehilangan tidur lebih daripada "noda kecil" itu, beliau mengulangi. "Tetapi saya ingin menghapus
noda kecil itu bagi Anda!". Tetapi sebenarnya, ia tidak menyadari "balok yang ia miliki" di matanya. Dalam hal ini, ia
mendapat "bingung", dan
"ia memikirkan balok adalah noda kecil itu". Dengan cara ini, orang yang menghakimi adalah
orang yang "merancukan kenyataan", ia tertipu....
Tidak hanya ini. Menurut
Paus Fransiskus, orang yang menghakimi "menjadi takluk" dan tidak bisa membantu tetapi menyudahi dengan buruk, "karena ukuran yang sama
akan digunakan untuk menghakiminya", seperti yang dikatakan Yesus dalam Injil Matius. Oleh karena itu, "hakim
yang sombong
dan berlagak mengambil tempat yang salah, karena ia mengambil tempat Allah, sedang bertaruh pada seorang pecundang". Siapa pecundang
tersebut? "Orang
yang dihakimi oleh ukuran yang sama yang
dengannya ia menghakimi", Paus Fransiskus menjelaskan. Karena "satu-satunya yang menghakimi adalah Allah dan orang-orang yang kepadanya Allah memberikan
wewenang untuk melakukannya. Lainnya tidak mempunyai hak untuk menghakimi : itu sebabnya ada kebingungan, itu
sebabnya ada kekalahan".
Terlebih lagi, Paus Fransiskus melanjutkan, "kekalahan bahkan melangkah lebih jauh,
karena orang yang menghakimi selalu membuat tuduhan-tuduhan". Dalam "menghakimi orang lain - Yesus memberi contoh 'selumbar
di mata Anda
- ada selalu sebuah tuduhan". Justru berlawanan dari apa "yang dilakukan
Yesus di hadapan Bapa". Bahkan, Yesus "tidak pernah menuduh" tetapi, sebaliknya, ia membela. Ia "adalah Penolong
(Parakletos) yang pertama. Lalu Ia mengundang yang kedua, Roh Kudus, kepada
kita". Yesus adalah "pembela : Ia berada di hadapan Bapa untuk
membela kita melawan tuduhan-tuduhan".
Tapi ketika ada seorang
pembela, ada juga seorang penuduh. Paus Fransiskus menjelaskan bahwa "dalam Kitab
Suci sang penuduh disebut Iblis,
Setan". Yesus "akan menghakimi pada
akhir dunia, tetapi sementara itu,
Ia mengantarai, Ia membela". Yohanes, Paus Fransiskus mencatat, "mengatakannya dengan sangat baik dalam Injilnya : janganlah berbuat dosa, tetapi
jika seseorang berdosa, anggaplah bahwa kita memiliki seorang pengacara yang membela kita di hadapan Bapa".
Dengan demikian, beliau menegaskan, "jika kita ingin pergi di jalan Yesus, lebih dari para penuduh, kita harus menjadi pembela orang lain di hadapan Bapa". Beliau kemudian menyarankan kita untuk membela orang-orang yang tunduk pada "sesuatu yang buruk" : tanpa memberinya terlalu banyak pemikiran, beliau menyarankan, "pergilah berdoa dan belalah dia di hadapan Bapa, seperti yang dilakukan Yesus. Berdoalah baginya".
Tetapi terutama, Paus Fransiskus mengulangi, "jangan menghakimi, karena jika Anda lakukan, ketika Anda melakukan
sesuatu yang buruk, Anda akan dihakimi!". Ini adalah sebuah kebenaran yang baik
untuk mengingat "dalam hidup, setiap hari,
ketika kita ingin menghakimi orang lain,
menjelek-jelekkan orang lain, yang merupakan sebuah bentuk menghakimi".
Oleh karena itu, Paus Fransiskus menegaskan,
"orang yang menghakimi mengambil tempat yang salah, menjadi bingung dan takluk".
Dan dalam melakukan hal ini
"ia sedang tidak meneladan Yesus, yang selalu membela di hadapan Bapa : Ia
adalah seorang pengacara yang membela". Orang yang menghakimi, lebih
tepatnya, "adalah seorang peniru penguasa dunia ini, yang selalu menentang
orang-orang utnuk menuduh mereka di hadapan Bapa".
Paus Fransiskus mengakhiri dengan memohon agar Tuhan "menganugerahkan kita rahmat untuk meneladan Yesus Sang Pengantara, Pembela dan Pengacara bagi kita dan bagi orang lain". Dan untuk "tidak meniru orang lain, yang akan menghancurkan kita pada akhirnya".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.