Paus Fransiskus pada hari Sabtu pagi 13
September 2014 merayakan Misa di Monumen Peringatan Militer Italia dan
Pemakaman di Redipuglia. Kunjungan ke daerah, yang
merupakan tempat pertempuran antara
Italia dan kekuatan
Blok Sentral selama Perang Dunia I,
adalah untuk menandai seratus tahun permulaan
perang tersebut. Misa dipersembahkan untuk seluruh korban
perang. Berikut adalah homili yang
disampaikan oleh Paus Fransiskus pada Misa tersebut.
*********
Setelah mengalami keindahan perjalanan di seluruh wilayah ini, di mana laki-laki dan perempuan bekerja dan memelihara keluarga mereka, di mana anak-anak bermain
dan lansia bermimpi ... saya sekarang mendapati diri saya di sini, di tempat ini, bisa mengatakan hanya
satu hal : Perang adalah kegilaan.
Sedangkan Allah meneruskan karya penciptaan, dan kita laki-laki dan perempuan dipanggil untuk berikut serta dalam karya-Nya, perang menghancurkan. Perang juga merusak karya tangan-Nya yang paling indah : manusia. Perang reruntuhan semuanya, bahkan ikatan antara saudara. Perang tidak masuk akal; rencana satu-satunya adalah membawa kehancuran : ia berusaha tumbuh dengan menghancurkan.
Keserakahan, ketidaktoleranan, nafsu untuk kekuasaan .... Motif-motif ini mendasari keputusan untuk pergi berperang, dan mereka terlalu
sering dibenarkan oleh sebuah ideologi; tetapi pertama ada sebuah
gairah atau impuls yang terputar balik. Ideologi disajikan
sebagai sebuah pembenaran dan ketika tidak ada ideologi, ada tanggapan Kain: "Apa urusannya denganku? Apakah aku penjaga adikku?" (bdk Kej 4:9). Perang
tidak memandang langsung siapa pun, baik mereka para lansia, anak-anak, para ibu, para ayah .... "Apa
urusannya denganku?"
Di atas pintu masuk ke pemakaman ini, ada menggantung
di udara kata-kata ironis perang tersebut, "Apa urusannya
denganku?". Masing-masing orang mati yang dimakamkan di sini mempunyai rencana mereka sendiri, mimpi mereka
sendiri ... tetapi kehidupan mereka dipotong pendek. Umat manusia berkata, "Apa
urusannya denganku?".
Bahkan hari ini, setelah kegagalan kedua dari perang dunia lainnya, mungkin orang dapat berbicara tentang sebuah perang ketiga, orang bertarung sedikit demi sedikit, dengan kejahatan, pembantaian, penghancuran ...
Dalam seluruh kejujuran, halaman depan
surat kabar mengangkat judul,
" Apa urusannya denganku?". Kain akan berkata, "Apakah aku penjaga adikku?"
Sikap ini adalah tepat berlawanan dari apa yang diminta Yesus dari kita dalam Injil. Kita telah mendengar: Ia berada dalam yang paling hina dari saudara-saudara-Nya; Ia, Raja, Hakim dunia, Ia berada dalam orang yang lapar, yang haus, Ia adalah orang asing, orang yang sakit, tahanan ... Orang yang peduli akan saudara atau saudari-Nya masuk ke dalam sukacita Tuhan; namun, orang yang tidak melakukannya, yang oleh kelalaiannya mengatakan, "Apa urusannya denganku?", tetap dikecualikan.
Di sini ada banyak korban. Hari ini, kita mengenang mereka. Ada air mata, ada kesedihan. Dari tempat ini kita mengenang semua korban setiap perang.
Hari ini, juga, ada banyak korban ... Bagaimana ini mungkin? Ini terjadi karena di dunia saat ini, di belakang layar, ada kepentingan, strategi geopolitik, nafsu untuk uang dan kekuasaan, dan ada pembuatan dan penjualan senjata, yang tampaknya begitu penting!
Dan para komplotan terorisme ini, para perencana konflik ini, seperti para pedagang senjata, telah mengukir di dalam hati mereka, "Apa urusannya denganku?"
Adalah tugas orang bijak untuk mengakui kesalahan, merasakan penderitaan, bertobat, meminta maaf dan
menangis.
Dengan "Apa urusannya denganku?" ini dalam hati mereka, para pedagang perang mungkin telah menjadikan banyak uang, tetapi hati mereka yang rusak telah kehilangan kemampuan untuk menangis. "Apa urusannya denganku?" itu mencegah air mata. Kain tidak menangis. Bayang-bayang Kain menggantung di atas kita hari ini di pemakaman ini. Ia terlihat di sini. Ia terlihat sejak tahun 1914 hingga ke zaman kita. Ia bahkan terlihat pada saat ini.
Dengan hati seorang
anak
laki-laki, seorang saudara laki-laki, seorang bapa, saya meminta Anda masing-masing, tentunya untuk kita semua, memiliki sebuah pertobatan hati: berjalan terus dari "Apa urusannya denganku?", untuk menangisi : bagi masing-masing orang
yang jatuh akibat "pembantaian
yang tak masuk akal" ini, bagi
semua korban
akibat perang yang tak ada artinya, di setiap zaman. Umat
manusia perlu meratap, dan ini adalah waktu untuk meratap.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.