Bacaan Ekaristi : Gal 4:31b-5:6; Luk
11:37-41
Dalam
Misa harian Selasa pagi 14 Oktober 2014, Paus Fransiskus memperingatkan tentang kemunafikan dari mereka
yang berbuat baik untuk dilihat. Bapa
Suci mengatakan bahwa iman sejati dipraktekkan melalui tindakan amal yang melampaui ritual lahiriah.
Bapa
Suci mengambil permenungannya dari Injil itu ((Luk 11:37-41) yang di dalamnya menceritakan Yesus diundang ke rumah orang Farisi untuk makan malam, dan mengejutkan sang tuan rumah dengan tidak melakukan ritual baku pembersihan diri sebelum makan. Ia kemudian mengutuk kesalehan palsu mereka yang menginginkan orang lain melihat perbuatan baik mereka.
"Yesus mengutuk spiritualitas kosmetik ini, [yang mencoba untuk] terlihat baik, indah - tetapi
kebenaran di dalamnya adalah sesuatu
yang lain. Yesus mengutuk orang-orang bersopan santun tetapi berkebiasaan buruk, kebiasaan mereka yang tidak terlihat, tetapi praktek secara diam-diam. Semuanya tampak di
tempat: orang-orang ini yang suka berjalan di jalan-jalan, terlihat sedang berdoa, 'menjadikan diri mereka dengan
sedikit 'kelemahan’ ketika berpuasa. Mungkinkah Tuhan menyukai
hal ini? Anda lihat bahwa ada dua kata sifat yang Ia gunakan di sini, [berbeda],
tetapi terkait : keserakahan dan kebusukan".
Yesus akan menyebut orang-orang Farisi
ini "kuburan-kuburan bercat putih" dalam Injil menurut Matius. Di sini, beliau mengajak mereka bukan untuk memberikan
sedekah, yang dalam tradisi Alkitab - baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru – sebuah batu ujian dan sebuah suri teladan keadilan. Karya-karya amal
tersebut sangat penting, beliau menjelaskan, karena, mungkin bagaimanapun pentingnya, "hukum itu sendiri tidak menyelamatkan": "Itu, yang berguna, adalah iman – iman yang mana? Itu, 'yang bekerja melalui kasih' - [ini] hal yang sama yang dikatakan Yesus kepada orang Farisi: iman yang tidak hanya mendaraskan Syahadat - kita semua percaya kepada Bapa, Putra dan Roh Kudus, kehidupan kekal. Kita semua percaya! Ini, tetapi, adalah sebuah iman [yang
statis], bukan iman yang berada 'di tempat kerja'. Itu, yang di dalam
Kristus Yesus berguna, adalah kerja keras yang datang dari iman, atau lebih tepatnya iman yang bekerja melalui amal - yaitu, iman yang kembali kepada sedekah - sedekah dalam arti kata yang luas: melepaskan dirinya dari kediktatoran uang, dari penyembahan berhala keuntungan. Setiap keinginan yang tak teratur menjauhkan kita dari Yesus Kristus".
Paus Fransiskus melanjutkan untuk mengingat sebuah kisah dalam kehidupan konfrater pendahulunya, Pastor Arrupe, SJ, Pemimpin Umum Yesuit dari tahun enam
puluhan hingga tahun delapan puluhan. Suatu hari, Bapa Suci menjelaskan, seorang wanita kaya mengundangnya entah di mana untuk memberinya uang bagi
perutusan Yesuit di Jepang, yang ke
sanalah Pastor Arrupe dipercayakan. Ia menyerahkan amplop di ambang pintu sebuah gedung, tepat di jalan, di hadapan para wartawan dan para fotografer, dan Pastor Arrupe mengatakan ia telah mengalami "sebuah penghinaan besar", tetapi ia menerima uang itu, "demi rakyat Jepang
yang miskin". Ketika ia membuka amplop itu, ada sepuluh dolar di dalam. "Mari kita bertanya pada diri kita sendiri", kata Paus Fransiskus, "apakah merupakan sebuah kehidupan Kristiani yang bersifat kosmetik, [melulu] penampilan sebuah kehidupan
Kristiani, atau apakah itu merupakan
sebuah kehidupan iman Kristiani yang rajin dalam mengasihi":
"Yesus menawarkan kita nasihat ini: ‘Jangan
membunyikan terompet'. Nasihat kedua: ‘Jangan hanya memberikan kelebihan Anda’ - dan Ia sedang berbicara kepada kita tentang wanita tua itu yang memberi semua yang ia miliki untuk hidup, dan Ia memuji wanita itu karena
telah melakukannya - dan ia melakukannya setengah diam-diam, karena ia merasa malu tidak bisa memberikan lebih".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.