Bacaan Ekaristi : Ef 2:12-22; Luk
12:35-38
Paus Fransiskus mengatakan "seorang Kristiani adalah seorang yang
tahu bagaimana menunggu Yesus
menumbuhkan sebuah harapan yang
kukuh dalam Keselamatan”
dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi 21 Oktober 2014 di Casa
Santa Marta,
Vatikan. Merenungkan bacaan-bacaan liturgi hari itu, Injil Lukas (12:35-38)
dan Surat Santo Paulus kepada jemaat di Efesus (Ef 2:12-22), Paus Fransiskus mengatakan umat Allah dipersatukan dalam Kristus, bersyukur kepada-Nya memiliki sebuah
nama, dan mengatasi setiap kebencian.
Mengutip
dari Injil
Lukas, Paus
Fransiskus mengatakan "berbahagialah hamba-hamba yang menunggu
kepulangan tuan mereka dari pernikahan dengan pelita menyala". Dalam adegan yang mengikuti – beliau
melanjutkan - Yesus memiliki hamba-hamba bersandar di meja dan terus menunggu. Pelayanan pertama yang
ditunjukkan Sang Guru bagi orang-orang Kristiani, adalah memberi mereka "jatidiri". Tanpa Kristus
- Paus Fransiskus mengatakan - kita tidak memiliki jatidiri.
Dan beliau
merenungkan kata-kata Santo Paulus yang di dalamnya ia memberitahu
orang-orang kafir untuk mengingat bahwa tanpa Kristus, mereka terasing
dari masyarakat Israel.
Apa yang dilakukan Kristus yang datang – beliau menjelaskan - adalah untuk memberikan kewarganegaraan, suatu kepemilikan terhadap umat, sebuah nama dan sebuah nama keluarga. Jadi dari menjadi musuh tanpa damai – beliau berkata - Kristus telah mengubah kita menjadi satu oleh darah-Nya, meruntuhkan tembok-tembok yang memisahkan.
"Kita semua tahu bahwa ketika kita tidak
berada
dalam damai dengan orang lain, ada sebuah
tembok. Ada sebuah tembok yang memisahkan kita. Tetapi Yesus menawarkan
kita pelayanan untuk meruntuhkan tembok ini sehingga
kita dapat bertemu. Dan jika kita terpisah, kita bukan teman:
kita adalah musuh. Dan Ia telah
mendamaikan kita semua dalam Allah. Ia telah mendamaikan
kita sebagai teman, sebagai musuh, sebagai orang asing, sebagai anak laki-laki dan anak perempuan".
Dari hanya menjadi orang-orang di jalan, orang-orang yang bahkan bukan tamu - Paus Fransiskus mengatakan - menjadi "kawan sewarga dengan orang-orang kudus dan anggota-anggota rumah tangga Allah". Inilah apa yang diciptakan Allah dengan kedatangan-Nya. Tapi apa syarat-syarat-Nya? - Paus Fransiskus bertanya - "mereka adalah menunggu-Nya, seperti hamba-hamba menunggu tuan mereka".
"Menunggu Yesus. Barangsiapa yang tidak menunggu Yesus, yang
menutup pintunya bagi Yesus, tidak
memperbolehkan-Nya maju dengan karya perdamaian, karya masyarakat, karya kewarganegaraan-Nya. Dan Ia melakukan lebih: Ia memberi
kita sebuah
nama. Ia menjadikan kita anak-anak Allah. Kita perlu mengambil sikap yang berisi harapan Kristiani. Seorang Kristiani adalah seorang laki-laki atau seorang perempuan harapan. Ia tahu Tuhan
akan datang. Kita tidak tahu kapan,
kita tidak tahu pukul berapa,
tetapi Ia akan datang dan
Ia tidak harus menemukan kita
terpisah. Ia harus
mendapati kita seperti Ia menjadikan kita dengan pelayanan-Nya
: sahabat-sahabat yang tinggal dalam damai".
Pada titik
ini - Paus Fransiskus mengakhiri - ada pertanyaan lain yang harus
diajukan seorang Kristiani pada dirinya sendiri: bagaimana saya menunggu Yesus? Dan pertama-tama
: "Akankah saya menunggu-Nya atau
tidak?": "Apakah saya memiliki iman dalam harapan ini bahwa Ia akan datang? Apakah hati saya terbuka untuk mendengarkan-Nya mengetuk pintu, untuk mendengarkan-Nyaa memasuki
pintu? Seorang Kristiani adalah seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang tahu bagaimana menunggu Yesus. Ia adalah
seorang harapan.
Sebaliknya seorang kafir
- dan begitu sering kita orang-orang Kristiani bersikap seperti
orang-orang kafir -
melupakan Yesus, berpikir tentang dirinya sendiri, tidak
menunggu Yesus. Pagan
yang
egois berperilaku
seakan-akan ia sendiri adalah seorang dewa: ‘Saya memperlakukan milik
saya sendiri'. Dan ia tidak
berakhir dengan baik, ia berakhir
tanpa sebuah nama, tanpa
kedekatan, tanpa kewarganegaraan".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.