Bacaan Ekaristi : Sir 17:24-29; Mrk 10:17-27
Khayalan kebahagiaan dan kekuasaan, kurangnya cakrawala dan pengharapan. Kesulitan hubungan manusia dengan kekayaan merupakan pokok permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Senin pagi 25 Mei 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Liturgi hari itu menawarkan sebuah perikop dari Injil menurut Markus (10:17-27) yang berbicara tentang orang muda kaya, sebuah episode yang Paus Fransiskus coba beri judul "Perjalanan dari sukacita dan pengharapan menuju kesedihan dan menuju ketertutupan pada diri". Orang muda itu, memang, "ingin mengikuti Yesus, melihat-Nya dan berjalan dengan-Nya, tergetar hati, mengajukan kepada-Nya sebuah pertanyaan: "Apa yang saya harus lakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?". Kepadanya, setelah sebuah seruan untuk mengikuti perintah-perintah, Tuhan mendesaknya: "Kekuranganmu hanya satu hal; pergilah, juallah apa yang kamu miliki, dan berikan kepada orang miskin, dan engkau akan beroleh harta di sorga; dan datanglah, ikutlah Aku". Dan "roman muka orang muda itu jatuh, dan ia pergi penuh kesedihan; karena ia memiliki harta yang besar".
Dari antusiasme menuju kesedihan: "Ia ingin pergi bersama Yesus tetapi ia ditinggalkan oleh jalan lain". Alasannya? "Ia melekat pada miliknya. Ia memiliki banyak harta. Dan dalam analisis akhir, harta menang". Paus Fransiskus menekankan pendekatan tajam dari Yesus atas reaksi ini: "Ia berkata kepada murid-murid-Nya dengan keyakinan : 'Betapa sulitnya bagi mereka yang memiliki kekayaan masuk ke dalam Kerajaan Allah'". Memang, Bapa Suci menjelaskan, "ada sebuah misteri dalam kepemilikan kekayaan. Kekayaan memiliki kemampuan untuk merayu, untuk memimpin kita ke dalam rayuan dan membuat kita percaya bahwa kita berada di surga duniawi". Paus Fransiskus menawarkan sebuah contoh dalam hal ini: "Saya ingat bahwa pada tahun 1970 saya melihat untuk pertama kalinya sebuah komunitas tertutup, komunitas orang-orang yang berkecukupan; ia tertutup untuk melindungi terhadap pencuri, untuk menjadi aman". Ada juga orang-orang yang baik, tetapi mereka tertutup dalam semacam "surga duniawi". Hal ini terjadi, beliau berkata, ketika kita menutup diri kita "untuk melindungi harta" : kita kehilangan "cakrawala". Dan "hidup tanpa sebuah cakrawala adalah menyedihkan".
Paus Fransiskus kemudian pergi sedikit lebih dalam: penting untuk mempertimbangkan, bahwa "hal-hal yang tertutup menjadi hancur, mereka menjadi korup. Kelekatan pada kekayaan adalah awal dari setiap jenis korupsi, di mana-mana: korupsi pribadi, korupsi dalam bisnis, bahkan korupsi kecil dalam perdagangan" - seperti itu, Paus Fransiskus menjelaskan, mereka yang mengurangi beberapa hektogram dari berat yang tepat dari barang dagangan - "korupsi politik, korupsi di bidang pendidikan ...". Begitu banyak menghidupkan kehidupan mereka "yang melekat pada kekuasaan mereka sendiri, pada kekayaan mereka, mereka percaya bahwa mereka berada di surga. Mereka tertutup, mereka tidak memiliki cakrawala, mereka tidak memiliki harapan. Pada akhirnya mereka akan harus meninggalkan semuanya".
Untuk membuat konsep ini lebih dimengerti, Paus Fransiskus juga mengingatkan perumpamaan yang di dalamnya Yesus berbicara kepada orang yang, mengenakan pakaian anggun "berpesta pora setiap hari" : ia "begitu tertutup dalam dirinya sendiri sehingga ia tidak lagi melihat melewati ujung hidungnya : ia tidak melihat bahwa ada, di pintu gerbang menuju rumahnya orang yang lapar, sakit, penuh luka". Hal yang sama terjadi pada kita: "kelekatan pada kekayaan membuat kita percaya bahwa semuanya baik-baik, ada sebuah surga duniawi, tetapi ia menghilangkan harapan kita dan menghapus cakrawala kita. Dan hidup tanpa cakrawala adalah sebuah kehidupan tandus, hidup tanpa harapan adalah sebuah kehidupan yang menyedihkan".
Namun, Paus Fransiskus memperinci, ini adalah mengkritik "kelekatan" dan bukan "manajemen yang baik dari kekayaan". Bahkan, kekayaan "adalah untuk kebaikan bersama, untuk semua orang", dan jika Tuhan menganugerahkan mereka kepada seseorang, itu "untuk kebaikan semua orang, bukan untuk diri sendiri, bukan untuk tertutup di dalam hatinya, yang kemudian menjadi korup dan penuh kesedihan". Yesus menggunakan sebuah ungkapan yang kuat: "Betapa sulitnya bagi mereka yang memiliki kekayaan masuk ke dalam Kerajaan Allah". Kekayaan, Paus Fransiskus menyatakan, "seperti ular di surga duniawi, mereka memperdaya, mereka menipu, mereka membuat kita percaya kita kuat, seperti Allah. Pada akhirnya mereka mengambil yang terbaik, harapan, dan mencampakkan kita kepada ketidaklayakan, ke dalam korupsi". Inilah sebabnya mengapa Yesus menyatakan: "Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah".
Dari titik ini Paus Fransiskus mendapatkan nasihat berharga untuk semua orang : mereka yang memiliki kekayaan perlu merujuk "Sabda Bahagia yang pertama : 'Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah'; yang mengatakan, melucuti diri mereka dari kelekatan ini dan membiarkan kekayaan yang telah Tuhan berikan menjadi untuk kebaikan bersama". "Satu-satunya cara" berperilaku adalah "membuka tangan Anda, membuka hati Anda, membuka cakrawala". Jika, di sisi lain, "tangan Anda tertutup, hati Anda tertutup seperti orang yang memiliki perjamuan dan mengenakan pakaian mewah itu : Anda tidak memiliki cakrawala, Anda tidak melihat orang lain yang membutuhkan dan Anda akan berakhir seperti orang itu : jauh dari Allah". Hal yang sama terjadi pada orang muda kaya : "ia memiliki jalan untuk kebahagiaan, ia mencarinya dan ... ia kehilangan segalanya". Karena kelekatannya pada harta "ia akhirnya takluk".
Oleh karena itu, Paus Fransiskus mengakhiri, kita harus memohon kepada Yesus untuk rahmat "tidak melekat pada harta kepemilikan" dalam rangka tidak mengambil resiko "sebuah hati yang tertutup, korupsi dan kegersangan".
Khayalan kebahagiaan dan kekuasaan, kurangnya cakrawala dan pengharapan. Kesulitan hubungan manusia dengan kekayaan merupakan pokok permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Senin pagi 25 Mei 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Liturgi hari itu menawarkan sebuah perikop dari Injil menurut Markus (10:17-27) yang berbicara tentang orang muda kaya, sebuah episode yang Paus Fransiskus coba beri judul "Perjalanan dari sukacita dan pengharapan menuju kesedihan dan menuju ketertutupan pada diri". Orang muda itu, memang, "ingin mengikuti Yesus, melihat-Nya dan berjalan dengan-Nya, tergetar hati, mengajukan kepada-Nya sebuah pertanyaan: "Apa yang saya harus lakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?". Kepadanya, setelah sebuah seruan untuk mengikuti perintah-perintah, Tuhan mendesaknya: "Kekuranganmu hanya satu hal; pergilah, juallah apa yang kamu miliki, dan berikan kepada orang miskin, dan engkau akan beroleh harta di sorga; dan datanglah, ikutlah Aku". Dan "roman muka orang muda itu jatuh, dan ia pergi penuh kesedihan; karena ia memiliki harta yang besar".
Dari antusiasme menuju kesedihan: "Ia ingin pergi bersama Yesus tetapi ia ditinggalkan oleh jalan lain". Alasannya? "Ia melekat pada miliknya. Ia memiliki banyak harta. Dan dalam analisis akhir, harta menang". Paus Fransiskus menekankan pendekatan tajam dari Yesus atas reaksi ini: "Ia berkata kepada murid-murid-Nya dengan keyakinan : 'Betapa sulitnya bagi mereka yang memiliki kekayaan masuk ke dalam Kerajaan Allah'". Memang, Bapa Suci menjelaskan, "ada sebuah misteri dalam kepemilikan kekayaan. Kekayaan memiliki kemampuan untuk merayu, untuk memimpin kita ke dalam rayuan dan membuat kita percaya bahwa kita berada di surga duniawi". Paus Fransiskus menawarkan sebuah contoh dalam hal ini: "Saya ingat bahwa pada tahun 1970 saya melihat untuk pertama kalinya sebuah komunitas tertutup, komunitas orang-orang yang berkecukupan; ia tertutup untuk melindungi terhadap pencuri, untuk menjadi aman". Ada juga orang-orang yang baik, tetapi mereka tertutup dalam semacam "surga duniawi". Hal ini terjadi, beliau berkata, ketika kita menutup diri kita "untuk melindungi harta" : kita kehilangan "cakrawala". Dan "hidup tanpa sebuah cakrawala adalah menyedihkan".
Paus Fransiskus kemudian pergi sedikit lebih dalam: penting untuk mempertimbangkan, bahwa "hal-hal yang tertutup menjadi hancur, mereka menjadi korup. Kelekatan pada kekayaan adalah awal dari setiap jenis korupsi, di mana-mana: korupsi pribadi, korupsi dalam bisnis, bahkan korupsi kecil dalam perdagangan" - seperti itu, Paus Fransiskus menjelaskan, mereka yang mengurangi beberapa hektogram dari berat yang tepat dari barang dagangan - "korupsi politik, korupsi di bidang pendidikan ...". Begitu banyak menghidupkan kehidupan mereka "yang melekat pada kekuasaan mereka sendiri, pada kekayaan mereka, mereka percaya bahwa mereka berada di surga. Mereka tertutup, mereka tidak memiliki cakrawala, mereka tidak memiliki harapan. Pada akhirnya mereka akan harus meninggalkan semuanya".
Untuk membuat konsep ini lebih dimengerti, Paus Fransiskus juga mengingatkan perumpamaan yang di dalamnya Yesus berbicara kepada orang yang, mengenakan pakaian anggun "berpesta pora setiap hari" : ia "begitu tertutup dalam dirinya sendiri sehingga ia tidak lagi melihat melewati ujung hidungnya : ia tidak melihat bahwa ada, di pintu gerbang menuju rumahnya orang yang lapar, sakit, penuh luka". Hal yang sama terjadi pada kita: "kelekatan pada kekayaan membuat kita percaya bahwa semuanya baik-baik, ada sebuah surga duniawi, tetapi ia menghilangkan harapan kita dan menghapus cakrawala kita. Dan hidup tanpa cakrawala adalah sebuah kehidupan tandus, hidup tanpa harapan adalah sebuah kehidupan yang menyedihkan".
Namun, Paus Fransiskus memperinci, ini adalah mengkritik "kelekatan" dan bukan "manajemen yang baik dari kekayaan". Bahkan, kekayaan "adalah untuk kebaikan bersama, untuk semua orang", dan jika Tuhan menganugerahkan mereka kepada seseorang, itu "untuk kebaikan semua orang, bukan untuk diri sendiri, bukan untuk tertutup di dalam hatinya, yang kemudian menjadi korup dan penuh kesedihan". Yesus menggunakan sebuah ungkapan yang kuat: "Betapa sulitnya bagi mereka yang memiliki kekayaan masuk ke dalam Kerajaan Allah". Kekayaan, Paus Fransiskus menyatakan, "seperti ular di surga duniawi, mereka memperdaya, mereka menipu, mereka membuat kita percaya kita kuat, seperti Allah. Pada akhirnya mereka mengambil yang terbaik, harapan, dan mencampakkan kita kepada ketidaklayakan, ke dalam korupsi". Inilah sebabnya mengapa Yesus menyatakan: "Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah".
Dari titik ini Paus Fransiskus mendapatkan nasihat berharga untuk semua orang : mereka yang memiliki kekayaan perlu merujuk "Sabda Bahagia yang pertama : 'Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah'; yang mengatakan, melucuti diri mereka dari kelekatan ini dan membiarkan kekayaan yang telah Tuhan berikan menjadi untuk kebaikan bersama". "Satu-satunya cara" berperilaku adalah "membuka tangan Anda, membuka hati Anda, membuka cakrawala". Jika, di sisi lain, "tangan Anda tertutup, hati Anda tertutup seperti orang yang memiliki perjamuan dan mengenakan pakaian mewah itu : Anda tidak memiliki cakrawala, Anda tidak melihat orang lain yang membutuhkan dan Anda akan berakhir seperti orang itu : jauh dari Allah". Hal yang sama terjadi pada orang muda kaya : "ia memiliki jalan untuk kebahagiaan, ia mencarinya dan ... ia kehilangan segalanya". Karena kelekatannya pada harta "ia akhirnya takluk".
Oleh karena itu, Paus Fransiskus mengakhiri, kita harus memohon kepada Yesus untuk rahmat "tidak melekat pada harta kepemilikan" dalam rangka tidak mengambil resiko "sebuah hati yang tertutup, korupsi dan kegersangan".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.