Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA KANONISASI BEATA MARIAM BAOURDY, BEATA MARIE-ALPHONSINE DANIL GHATTAS, BEATA JEANNE EMILIE DE VILLENEUVE DAN BEATA MARIA CHRISTINA DARI YANG DIKANDUNG TANPA NODA DARI BRANDO 17 Mei 2015

Bacaan Ekaristi : Kis 1:15-17.20a.20c-26; 1Yoh 4:11-16; Yoh 17:11b-19

Kisah Para Rasul telah menetapkan di hadapan kita Gereja awal ketika ia memilih orang yang dipanggil Allah untuk mengambil tempat Yudas dalam dewan para Rasul. Hal ini harus dilakukan tidak demi sebuah pekerjaan, tetapi demi pelayanan. Memang, Matias, yang padanya pilihan jatuh, menerima sebuah perutusan yang diartikan Petrus dalam kata-kata ini : "Seorang dari mereka... untuk menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitan-Nya", kebangkitan Kristus (Kis 1:21-23). Dengan cara ini Petrus merangkum apa artinya menjadi bagian dari Kelompok Dua Belas : itu berarti menjadi seorang saksi kebangkitan Yesus. Fakta bahwa ia mengatakan "dengan kami" membawa kita untuk menyadari bahwa perutusan memberitakan Kristus yang bangkit bukanlah merupakan sebuah usaha perorangan : itu harus dilakukan bersama-sama, dengan dewan apostolik dan dengan jemaat. Para Rasul memiliki sebuah pengalaman kebangkitan yang langsung dan luar biasa; mereka adalah para saksi mata bagi peristiwa itu. Berkat kesaksian berwibawa mereka, banyak orang datang untuk percaya; dari iman dalam Tuhan yang bangkit, jemaat-jemaat Kristen telah dilahirkan dan dilahirkan terus-menerus. Kita juga, hari ini, mendasarkan iman kita dalam Tuhan yang bangkit pada kesaksian para Rasul, yang telah sampai kepada kita melalui perutusan Gereja. Iman kita dengan kuat terkait kepada kesaksian mereka, mengenai sebuah rantai yang tak terputuskan yang membentang berabad-abad, terdiri tidak hanya oleh para penerus dari para Rasul, tetapi juga oleh generasi-generasi orang Kristen berikutnya. Seperti para Rasul, masing-masing pengikut Kristus dipanggil untuk menjadi seorang saksi kebangkitan-Nya, terutama dalam tatacara manusiawi tersebut di mana melupakan Allah dan kehilangan pedoman manusiawi paling nyata.

Jika ini terjadi, kita harus tinggal dalam Kristus yang bangkit dan dalam kasih-Nya, sebagaimana telah diingatkan Surat Pertama Santo Yohanes kepada kita: "Barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia" (1 Yoh 4:16). Yesus telah mengulanginya berkali-kali kepada murid-murid-Nya: "Tinggallah di dalam Aku .....  tinggallah di dalam kasih-Ku" (Yoh 15:4,9). Inilah rahasia dari para kudus: tinggal di dalam Kristus, bergabung dengan-Nya seperti ranting-ranting kepada pokok anggur, untuk menghasilkan banyak buah (bdk. Yoh 15:1-8). Dan buah ini tidak lain adalah kasih. Kasih ini bersinar dalam kesaksian Suster Jeanne Émilie de Villeneuve, yang mengabdikan hidupnya bagi Allah dan bagi orang miskin, orang sakit, orang dipenjara dan orang yang dieksploitasi, menjadi bagi mereka dan bagi semua orang sebuah tanda nyata kasih Tuhan yang murah hati.

Sebuah hubungan dengan Yesus yang bangkit adalah "atmosfer" yang di dalamnya orang-orang Kristen hidup, dan yang di dalamnya mereka menemukan kekuatan untuk tetap setia kepada Injil, bahkan di tengah rintangan-rintangan dan kesalahpahaman-kesalahpahaman. "Tinggal di dalam kasih": ini adalah apa yang juga dilakukan Suster Maria Cristina Brando. Ia benar-benar diserahkan kepada kasih yang bergairah untuk Tuhan. Dari doa dan perjumpaannya yang intim dengan Yesus yang bangkit yang hadir dalam Ekaristi, ia menerima kekuatan untuk menanggung penderitaan dan memberikan dirinya sendiri, sebagai roti yang dipecah-pecahkan, bagi banyak orang yang telah berjalan jauh dari Allah dan hingga kini lapar akan kasih yang otentik.

Sebuah aspek penting dari kesaksian bagi Tuhan yang bangkit adalah kesatuan di antara diri kita sendiri, murid-murid-Nya, dalam gambaran kesatuan-Nya sendiri dengan Bapa. Hari ini juga, dalam Injil, kita mendengar doa Yesus pada malam sengsara-Nya : "supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita" (Yoh 17:11). Dari kasih kekal antara Bapa dan Putra ini, dicurahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus (bdk. Rm 5:5), perutusan kita dan persekutuan persaudaraan kita menarik kekuatan; kasih ini adalah sumber yang selalu mengalir dari sukacita kita dalam mengikuti Tuhan di sepanjang jalan kemiskinan-Nya, keperawanan-Nya dan ketaatan-Nya; dan kasih yang sama ini memanggil kita untuk menumbuhkan doa kontemplatif. Suster Mariam Baouardy mengalami hal ini dengan sebuah cara yang luar biasa. Miskin dan tidak berpendidikan, ia mampu menasihati orang lain dan memberikan penjelasan-penjelasan teologis dengan kejelasan yang ekstrim, buah pergaulannya yang langgeng dengan Roh Kudus. Kepatuhannya kepada Roh Kudus juga menjadikannya sebuah sarana perjumpaan dan persekutuan dengan dunia Muslim. Demikian juga, Suster Marie Alphonsine Danil Ghattas datang untuk memahami dengan jelas apa artinya memancarkan kasih Allah dalam karya kerasulan, dan menjadi seorang saksi bagi kelemahlembutan dan kesatuan. Ia menunjukkan kepada kita pentingnya saling bertanggung jawab, menjalani kehidupan saling melayani.

Tinggal di dalam Allah dan dalam kasih-Nya, dan dengan demikian memberitakan dengan kata-kata kita dan kehidupan kita kebangkitan Yesus, hidup dalam kesatuan dengan satu sama lain dan dengan amal terhadap semua orang. Ini adalah apa yang dilakukan keempat perempuan santa-santa yang dikanonisasi hari ini. Keteldanan mereka yang berkilau menantang kita dalam kehidupan kita sebagai orang-orang Kristen. Bagaimana aku bersaksi untuk Kristus yang bangkit? Bagaimana aku tinggal di dalam Dia? Bagaimana aku tinggal di dalam kasih-Nya? Apakah aku mampu "menabur" di dalam keluargaku, di tempat kerjaku dan di dalam jemaatku, benih kesatuan itu yang telah Ia berikan pada kita dengan memberikan kita sebuah andil dalam kehidupan Tritunggal?

Ketika kita pulang ke rumah, marilah kita membawa bersama kita sukacita perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit ini. Marilah kita memupuk dalam hati kita komitmen untuk tinggal di dalam kasih Allah. Marilah kita tetap bersatu kepada-Nya dan di antara kita sendiri, dan mengikuti jejak langkah keempat perempuan ini, model-model kekudusan yang kepadanya Gereja mengajak kita untuk meniru.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.