Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 6 Juli 2015 DI QUAYAQUIL, EKUADOR

Perikop Injil yang baru saja kita dengar adalah tanda sangat penting pertama dalam Injil Yohanes (2:1-11). Keprihatinan keibuan Maria terlihat dalam permohonannya kepada Yesus : "Mereka kehabisan anggur", dan rujukan Yesus terhadap "saat-Nya" akan lebih sepenuhnya dipahami kelak, dalam kisah sengsara-Nya.

Ini baik, karena ia memungkinkan kita untuk melihat hasrat Yesus mengajar, menyertai, menyembuhkan dan memberi sukacita, berkat kata-kata ibu-Nya: "Mereka kehabisan anggur".

Pernikahan di Kana terulang dalam setiap generasi, dalam setiap keluarga, dalam setiap orang dari kita dan usaha-usaha kita untuk membiarkan hati kita mendapatkan ketenangan dalam kasih yang kuat, berbuah dan penuh sukacita. Marilah kita membuat ruang bagi Maria, "Ibu" sebagaimana penginjil memanggilnya. Marilah kita melakukan perjalanan bersamanya ke Kana.

Maria penuh perhatian dalam rangka pesta pernikahan ini, ia prihatin akan kebutuhan sang mempelai. Ia tidak tertutup di dalam dirinya sendiri, hanya mengkhawatirkan sekitar dunia kecilnya. Kasihnya membuatnya "pergi keluar" menuju orang lain. Maka ia memperhatikan bahwa anggur telah habis. Anggur adalah tanda kebahagiaan, cinta dan kelimpahan. Berapa banyak remaja-remaja dan orang-orang muda kita merasakan bahwa ini tidak lagi ditemukan dalam rumah-rumah mereka? Berapa banyak perempuan-perempuan, sedih dan kesepian, bertanya-tanya ketika cinta pergi, ketika ia menyelinap pergi dari kehidupan mereka? Berapa banyak lansia merasa ditinggalkan dari perayaan-perayaan keluarga, tersingkir dan rindu setiap hari karena sedikit cinta? Kekurangan "anggur" ini juga dapat disebabkan oleh pengangguran, penyakit dan situasi-situasi sulit yang mungkin dialami keluarga-keluarga kita. Maria bukanlah seorang ibu yang "menuntut", seorang ibu mertua yang bersenang-senang dalam kekurangan pengalaman kita, kesalahan-kesalahan kita dan hal-hal yang kita lupa lakukan. Maria adalah seorang Ibu! Ia ada, penuh perhatian dan peduli.

Tetapi Maria mendekati Yesus dengan keyakinan, Maria berdoa. Ia tidak pergi kepada pelayan, ia segera memberitahu Putranya masalah sang mempelai. Tanggapan yang ia terima tampaknya mengecilkan hati : "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba" (ayat 4). Tetapi meskipun demikian ia menempatkan masalah tersebut di tangan Allah. Keprihatinannya untuk memenuhi kebutuhan orang lain mempercepat saat Yesus. Maria adalah bagian dari saat itu, dari palungan hingga salib. Ia mampu "mengubah sebuah kandang menjadi sebuah rumah bagi Yesus, dengan kain lampin yang lusuh dan kelimpahan kasih" (Evangelii Gaudium, 286). Ia menerima kita sebagai putra dan putrinya ketika pedang menusuk hatinya. Ia mengajarkan kita menempatkan keluarga-keluarga kita di tangan Allah, berdoa, menyalakan harapan yang menunjukkan kepada kita bahwa keprihatinan kita juga merupakan keprihatinan Allah.

Berdoa selalu mengangkat kita dari kekhawatiran dan keprihatinan kita. Berdoa membuat kita naik di atas segala sesuatu yang melukai, membingungkan atau mengecewakan kita, dan berdoa menempatkan kita di tempat orang-orang lain, di sepatu-sepatu mereka. Keluarga adalah sebuah sekolah tempat doa juga mengingatkan kita bahwa kita bukanlah individu-individu yang terasing; kita adalah satu dan kita memiliki seorang tetangga dekat : ia sedang hidup di bawah atap yang sama, adalah bagian dari kehidupan kita, dan membutuhkan.

Maria akhirnya bertindak. Kata-katanya, "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" (ayat 5), ditujukan kepada para pelayan, juga merupakan sebuah undangan bagi kita untuk membuka hati kita kepada Yesus, yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Pelayanan adalah tanda cinta sejati. Kita mempelajari hal ini terutama dalam keluarga, tempat kita menjadi para pelayan cinta satu sama lain. Di jantung keluarga, tidak ada seorang pun yang ditolak. "Dalam keluarga kita mempelajari bagaimana meminta tanpa menuntut, mengatakan 'terima kasih' sebagai sebuah ungkapan rasa syukur yang tulus untuk apa yang telah diberikan kepada kita, mengendalikan agresivitas dan keserakahan kita, dan meminta maaf ketika kita telah menyebabkan kerugian. Gerakan-gerakan sederhana dari sopan santun yang tulus ini membantu menciptakan sebuah budaya hidup bersama dan menghormati lingkungan kita" (Laudato Si', 213). Keluarga adalah rumah sakit terdekat, sekolah pertama bagi kaum muda, rumah terbaik bagi lansia. Keluarga merupakan "modal sosial" yang terbaik. Keluarga tidak dapat digantikan oleh lembaga-lembaga lain. Keluarga perlu dibantu dan diperkuat, jangan sampai kita kehilangan perasaan wajar kita akan pelayanan-pelayanan yang disediakan masyarakat secara keseluruhan. Pelayanan-pelayanan tersebut bukan semacam sedekah, melainkan sebuah "hutang sosial" yang sesungguhnya sehubungan dengan lembaga keluarga, yang memberikan kontribusi yang demikian besar terhadap kebaikan bersama.

Keluarga juga adalah sebuah Gereja kecil, sebuah "Gereja rumah tangga" yang, bersama dengan kehidupan, juga bertindak sebagai perantara kelembutan dan belas kasih Allah. Dalam keluarga, kita meminum iman dengan susu ibu kita. Ketika kita mengalami kasih para orang tua kita, kita merasakan kedekatan kasih Allah.

Dalam keluarga, mukjizat-mukjizat dilakukan dengan sedikit dari apa yang kita miliki, dengan kita apa adanya, dengan apa yang tersedia ... berkali-kali, itu tidak ideal, itu bukan apa yang kita impikan, atau bukan apa yang "seharusnya". Anggur baru dari pesta pernikahan di Kana berasal dari tempayan-tempayan air, tempayan-tempayan yang digunakan pembasuhan, kita bahkan bisa mengatakan dari tempat di mana setiap orang telah meninggalkan dosa-dosa mereka ... "Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" (Rm 5:20). Dalam keluarga-keluarga kita sendiri dan dalam keluarga yang lebih besar yang kita semua miliki, tidak ada yang terbuang, tidak ada yang sia-sia. Sesaat sebelum pembukaan Tahun Yubileum Kerahiman, Gereja akan merayakan Sinode Biasa yang dikhususkan untuk keluarga, memperdalam kearifan rohani mereka serta memikirkan penyelesaian-penyelesaian nyata untuk banyak tantangan yang sulit dan penting yang dihadapi keluarga-keluarga di zaman kita. Saya meminta kalian berdoa dengan sungguh-sungguh untuk niat ini, sehingga bahkan Kristus dapat mengambil apa yang mungkin tampaknya bagi kita najis, memalukan atau mengancam, dan mengubahnya - dengan membuatnya bagian dari "saat"-Nya - menjadi sebuah mukjizat.

Ini semua dimulai karena "mereka kehabisan anggur". Ini semua bisa dilakukan karena seorang perempuan - Perawan Maria - penuh perhatian, meninggalkan keprihatinannya di tangan Allah dan bertindak tepat dan berani. Tetapi ada lagi yang akan tiba : semua orang berjalan terus untuk menikmati anggur yang terbaik. Dan ini adalah kabar baik: anggur terbaik yang belum pernah dicicipi; bagi keluarga-keluarga, hal-hal yang terkaya, terdalam dan terindah belum tiba. Saatnya sedang tiba ketika kita akan merasakan cinta setiap hari, ketika anak-anak kita akan datang untuk menghargai rumah yang kita tinggali bersama, dan lansia kita akan hadir setiap hari dalam sukacita kehidupan. Anggur terbaik akan datang untuk setiap orang yang memancangkan segalanya pada cinta. Dan ia akan datang meskipun semua peubah dan statistik mengatakan sebaliknya; anggur terbaik belum datang bagi mereka yang saat ini merasa tersesat. Mengatakannya sampai kalian meyakininya : anggur terbaik belum datang. Membisikinya kepada orang-orang yang kehilangan harapan dan kehilangan cinta. Allah selalu mencari-cari orang-orang pinggiran, mereka yang telah kehabisan anggur, mereka yang meminum hanya kekecewaan. Yesus merasakan kelemahan mereka, untuk mencurahkan anggur terbaik bagi mereka yang, karena alasan apa pun, merasa bahwa semua tempayan mereka telah pecah.

Sebagaimana Maria meminta kita, marilah kita "perbuatlah apa yang Ia katakan" dan bersyukur bahwa dalam hal ini, waktu kita dan saat kita, anggur baru, anggur terbaik, akan membuat kita memperoleh kembali sukacita menjadi sebuah keluarga.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.