Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 3 September 2015 : KETAKJUBAN PADA PERJUMPAAN DENGAN YESUS

Bacaan Ekaristi : Kol 1:9-14; Luk 5:1-11

Kapasitas untuk mengenali diri kita sebagai orang-orang berdosa membukakan kita ketakjuban pada perjumpaan dengan Yesus : itulah pesan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 3 September 2015 di Casa Santa Marta, yang bertepatan dengan peringatan wajib Santo Gregorius Agung, Paus dan pujangga Gereja.

Paus Fransiskus memusatkan homilinya pada bacaan Injil hari itu (Luk 5:1-11) yang menceritakan kisah mujizat penangkapan ikan. Setelah bekerja sepanjang malam tanpa menangkap apa-apa, Petrus, percaya pada Yesus, menebarkan jalanya ke dalam danau. Bapa Suci menggunakan cerita ini untuk berbicara tentang iman sebagai sebuah perjumpaan dengan Tuhan. Pertama-tama, beliau mengatakan, cerita itu menggembirakan beliau karena memikirkan kenyataan bahwa Yesus menghabiskan sebagian besar waktu-Nya di jalan, bersama orang-orang; kemudian, kemudian di malam hari, Ia pergi untuk berdoa seorang diri - tetapi Ia berjumpa orang-orang, Ia mencari orang-orang. Dari pihak kita, kita memiliki dua cara berjumpa Tuhan. Yang pertama adalah cara Petrus, cara para Rasul, cara orang-orang:

"Injil menggunakan kata yang sama untuk orang-orang ini, untuk orang-orang tersebut, untuk para Rasul, untuk Petrus : mereka 'takjub'. 'Ketakjuban, pada kenyataannya, menyitanya, dan semua orang yang bersama-samanya'. Ketika perasaan takjub ini datang. ... Dan orang-orang mendengarkan Yesus dan apa yang Ia katakan serta merasakan ketakjuban ini : 'Tetapi orang ini berbicara dengan kuasa. Tidak seorang pun pernah berbicara dengan [kuasa] ini'. Kelompok lain yang berjumpa Yesus tidak mengizinkan ketakjuban ini masuk ke dalam hati mereka. Para ahli Taurat mendengarkan Yesus, mereka membuat perhitungan-perhitungan mereka : "Yah, Ia cerdas, Ia adalah orang yang mengatakan hal-hal yang benar, tetapi kami tidak setuju dengan hal-hal ini, tidak!". Mereka membuat perhitungan-perhitungan mereka, mereka menjaga jarak".

Setan sendiri, Paus Fransiskus mengatakan, mengaku - yaitu, mereka menyatakan - bahwa Yesus adalah "Putra Allah", tetapi seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang jahat, "mereka tidak memiliki kapasitas akan ketakjuban, mereka tertutup dalam kecukupan mereka, dalam kebanggaan mereka". Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, tetapi mengaku bahwa ia sendiri adalah orang berdosa :

"Setan tiba untuk mengatakan kebenaran tentang Dia, tetapi tidak mengatakan apa-apa tentang diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa: kebanggaan mereka yang begitu besar mencegah mereka untuk mengatakannya. Para ahli Taurat mengatakan: "Tetapi ini adalah seorang yang cerdas, seorang rabi yang cakap, Ia melakukan mujizat, eh!". Tetapi mereka tidak mengatakan : 'Kami bangga, kami tidak berkecukupan, kami adalah orang-orang berdosa. Ketidakmampuan untuk mengenali diri kita sebagai orang-orang berdosa membuat kita jauh dari pengakuan sejati terhadap Yesus Kristus. Dan ini adalah perbedaannya". Ini adalah perbedaan antara kerendahan hati pemungut cukai yang mengakui bahwa ia adalah orang berdosa dan kebanggaan orang Farisi yang berbicara baik tentang dirinya sendiri.

Kemampuan untuk mengatakan bahwa kita adalah orang-orang berdosa ini membukakan kita ketakjuban perjumpaan dengan Yesus Kristus, perjumpaan sejati. Bahkan dalam paroki-paroki kita, dalam masyarakat-masyarakat kita, bahkan di antara para pelaku hidup bakti : Berapa banyak orang yang mampu mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan? Banyak sekali! Tetapi betapa sulitnya  mengatakan dengan tulus : 'Aku adalah orang berdosa'. Lebih mudah mengatakannya tentang orang lain, eh? Ketika seseorang bergunjing, eh?. 'Ini, itu, hal lain ...'. Kami semua para ahli dalam hal itu, bukan? Untuk datang ke sebuah perjumpaan sejati dengan Kristus pengakuan rangkap dua diperlukan : 'Engkau adalah Putra Allah, dan aku adalah orang berdosa' - tetapi tidak secara teoritis : '[Aku adalah orang berdosa] oleh karena ini, oleh karena ini, oleh karena ini, dan oleh karena ini'.

Petrus, Paus Fransiskus menekankan, kemudian melupakan ketakjuban pada perjumpaan tersebut dan menyangkal Tuhan. Tetapi karena "ia rendah hati, ia diizinkan untuk berjumpa Tuhan, dan ketika mata mereka bertemu, ia menangis, ia kembali kepada pengakuan, 'Aku adalah orang berdosa'". Paus Fransiskus mengakhiri, "Semoga Tuhan menganugerahkan kita rahmat untuk berjumpa dengan-Nya, tetapi juga untuk membiarkan diri kita untuk menjumpai-Nya. Semoga Ia menganugerahkan kita rahmat, yang begitu indah, rahmat ketakjuban pada perjumpaan ini. Dan semoga Ia memberi kita rahmat memiliki dalam hidup kita pengakuan rangkap dua : 'Engkau adalah Putra Allah yang hidup; Aku mempercayainya. Dan aku adalah orang berdosa; Aku mempercayainya".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.