Bacaan Ekaristi : Rm 4:20-25; Luk 12:13-21
"Ketamakan adalah suatu bentuk penyembahan berhala" yang bertarung dengan kemampuan berbagi, memberi dan memberi diri bagi orang lain. Subyek hubungan yang menimbulkan perselisihan antara manusia dan kekayaan adalah fokus permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi 19 Oktober 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Dimulai dengan perikop dari Injil Lukas (12:13-21) yang bercerita tentang orang kaya yang berkaitan dengan menyimpan tanaman dari hasil panennya, Paus Fransiskus mengatakan bahwa "Yesus berpendirian tegas terhadap kekayaan", tetapi "bukan tentang kekayaan dan kekayaan itu sendiri" : Allah, pada kenyataannya, "kaya" - Ia" menghadirkan diri-Nya sebagai yang kaya dalam belas kasih, kaya dalam begitu banyak karunia" - tetapi " apa yang dikutuk Yesus benar-benar merupakan keterikatan terhadap harta". Memang, Ia "dengan jelas menyatakan" betapa "sangat sulitnya" bagi orang kaya, dengan kata lain, seorang yang melekat pada harta, untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga.
"Ketamakan adalah suatu bentuk penyembahan berhala" yang bertarung dengan kemampuan berbagi, memberi dan memberi diri bagi orang lain. Subyek hubungan yang menimbulkan perselisihan antara manusia dan kekayaan adalah fokus permenungan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi 19 Oktober 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Dimulai dengan perikop dari Injil Lukas (12:13-21) yang bercerita tentang orang kaya yang berkaitan dengan menyimpan tanaman dari hasil panennya, Paus Fransiskus mengatakan bahwa "Yesus berpendirian tegas terhadap kekayaan", tetapi "bukan tentang kekayaan dan kekayaan itu sendiri" : Allah, pada kenyataannya, "kaya" - Ia" menghadirkan diri-Nya sebagai yang kaya dalam belas kasih, kaya dalam begitu banyak karunia" - tetapi " apa yang dikutuk Yesus benar-benar merupakan keterikatan terhadap harta". Memang, Ia "dengan jelas menyatakan" betapa "sangat sulitnya" bagi orang kaya, dengan kata lain, seorang yang melekat pada harta, untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga.
Konsep tersebut, lanjut Paus Fransiskus, diulang dengan cara yang bahkan lebih kuat : "Kamu tidak dapat melayani dua tuan". Dalam hal ini, Paus Fransiskus menekankan, Yesus tidak menempatkan Allah bertentangan dengan Iblis, tetapi Allah dan kekayaan, karena berlawanan dari melayani Allah adalah melayani kekayaan, bekerja untuk kekayaan, memiliki lebih dari itu, menjadi aman". Apa yang terjadi dalam kasus ini? Kekayaan "menjadi keamanan" dan agama semacam "agen asuransi" : 'Aku diasuransikan dengan Allah di sini dan aku diasuransikan dengan kekayaan di sini'". Tetapi Yesus jelas: "Ini tidak mungkin".
Dalam hal ini Paus Fransiskus juga mengacu pada perikop Injil "tentang orang muda yang begitu baik sehingga Yesus tergerak", orang muda kaya yang pergi "dengan sedih" karena ia tidak ingin meninggalkan segalanya dengan tujuan memberikannya kepada orang miskin. "Keterikatan terhadap harta adalah sebuah bentuk penyembahan berhala", kata Paus Fransiskus. Memang, kita dihadapkan dengan "dua tuan : Allah, Dia yang hidup, Allah yang hidup, dan tuan kekayaan ini, yang di dalam dirinya aku menempatkan keamananku. Dan ini tidak mungkin".
Perikop Injil yang diusulkan untuk liturgi hari itu juga "mengarah kepada hal ini: dua bersaudara yang berbeda pendapat atas warisan mereka". Ini adalah sebuah keadaan yang kita alami bahkan hari ini : marilah kita memikirkan, Paus Fransiskus mengatakan, "berapa banyak keluarga yang kita tahu telah berbeda pendapat, berbeda pendapat, tidak saling menyapa, saling membenci atas sebuah warisan". Hal ini terjadi karena "apa yang paling penting bukanlah kasih keluarga, kasih anak-anak, kasih saudara dan saudari, kasih orang tua, bukan : ia adalah uang. Hal ini menghancurkan". Semua orang, Paus Fransiskus mengatakan dengan keyakinan, "tahu setidaknya satu keluarga tercerai-berai seperti ini".
Ketamakan, bagaimanapun, adalah juga akar dari perang: "ya, ada sebuah impian, tetapi di belakangnya adalah uang: uang dari para pedagang senjata, uang dari mereka yang mendapat keuntungan dari perang". Sekali lagi, Yesus jelas: "Ambillah pelajaran, dan waspadalah terhadap semua ketamakan : ia berbahaya". Ketamakan, pada kenyataannya, "memberi kita keamanan yang bukan sesungguhnya benar ini dan mengarah, ya, kepada doa - kalian bisa berdoa, pergi ke gereja - tetapi juga memiliki hati yang lekat, dan pada akhirnya akhirnya hancur".
Kembali kepada teladan Injil, Paus Fransiskus menelusuri riwayat orang yang dibicarakan tersebut : "Kalian lihat ia baik, ia adalah seorang pengusaha yang sukses. Perusahaannya diberi panen berlimpah, ia selalu punya banyak harta". Namun, bukannya berpikir untuk berbagi dengan para pekerjanya dan keluarga-keluarga mereka, ia memikirkan bagaimana menyimpannya. Ia mencari "selalu lebih banyak". Dengan demikian, "dahaga keterikatan pada harta tidak pernah berakhir. Jika hati kalian melekat pada harta - ketika kalian memiliki banyak harta - kalian menginginkan lebih banyak. Dan ini adalah tuan dari seorang yang melekat pada harta". Karena alasan ini, Paus Fransiskus menjelaskan, Yesus mengatakan untuk mengambil pelajaran dan waspadalah terhadap semua ketamakan. Dan, bukan suatu kebetulan, ketika "Ia menjelaskan jalan menuju keselamatan, Sabda Bahagia, sabda yang pertama adalah kemiskinan di hadapan Allah, yaitu, 'tidak melekat pada harta': berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah", mereka yang "adalah tidak terikat" pada kekayaan. "Mungkin mereka memiliki kekayaan" - Paus mengamati - tetapi untuk melayani orang lain, untuk berbagi, untuk memungkinkan banyak orang bergerak maju".
Seseorang, beliau menambahkan, mungkin bertanya: "Bapa, bagaimana caranya? Apa tandanya saya tidak berada dalam dosa penyembahan berhala, dosa melekat pada harta ini?". Jawabannya sederhana, dan juga ditemukan dalam Injil: "sejak masa-masa awal Gereja" ada "sebuah pertanda : memberi sedekah". Namun, itu tidak cukup. Memang, jika saya memberi kepada mereka yang membutuhkan "itu adalah sebuah pertanda yang baik", tetapi saya juga harus bertanya pada diri saya sendiri : "Berapa yang harus saya berikan? Dari kelebihan saya?". Dalam hal ini, "itu bukan sebuah pertanda yang baik". Saya harus menyadari apakah dalam memberi saya menjauhkan diri saya dari sesuatu "yang mungkin diperlukan bagi saya". Dalam hal itu sikap saya "menandakan bahwa cinta untuk Tuhan lebih besar daripada keterikatan saya pada kekayaan".
Oleh karena itu, Paus Fransiskus merangkum, "pertanyaan pertama : Apakah saya memberi?"; pertanyaan kedua: "Berapa banyak saya memberi?"; pertanyaan ketiga: "Bagaimana saya memberi?". Dengan kata lain, apakah saya memberi seperti Yesus, dengan memberi "dengan belaian kasih atau seperti orang yang sedang membayar pajak?". Beliau kemudian bertanya: "Ketika kalian membantu orang-orang, apakah kalian memandang mata mereka? Apakah kalian menjamah tangan mereka?". Kita tidak boleh lupa, Paus Fransiskus mengatakan, bahwa di hadapan kita "adalah tubuh Kristus, itu saudara kalian, saudari kalian. Dan pada saat itu kalian seperti Bapa yang tidak pernah meninggalkan burung-burung di udara tanpa makanan".
Dengan demikian, Paus Fransiskus mengakhiri, "marilah kita memohonkan kepada Tuhan rahmat untuk bebas dari penyembahan berhala ini, keterikatan kepada harta"; marilah kita memohonkan kepada-Nya "rahmat untuk memandang-Nya, begitu kaya dalam kasih-Nya dan begitu kaya dalam kemurahan hati-Nya, dalam belas kasih-Nya"; dan juga rahmat "untuk membantu orang lain dengan memberi sedekah, tetapi seperti yang dilakukan-Nya". Seseorang bisa mengatakan : "Tetapi Bapa, ia mengosongkan diri-Nya ...". Pada kenyataannya, tanggapannnya adalah bahwa : "Yesus Kristus, yang setara dengan Allah, mengosongkan diri-Nya, Ia menurunkan diri-Nya, Ia merendahkan diri-Nya".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.