Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 5 April 2016 : BAGAIMANA KERUKUNAN DICIPTAKAN

Bacaan Ekaristi : Kis 4:32-37; Mzm 93:1ab.1c-2.5; Yoh 3:7-15

Untuk hidup dalam kerukunan dan saling mendukung jemaat Kristen harus dilahirkan kembali dalam Roh Kudus. Ada dua tanda untuk membantu kita memahami apakah kita berada di jalan yang benar : ketidaktertarikan berkenaan uang dan keberanian untuk menjadi saksi bagi Kristus yang bangkit. Paus Fransiskus menekankan hal ini dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi 5 April 2016 di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau menyertakan pertanda itu dengan peringatan untuk tidak merancukan kerukunan sejati dengan ketentraman yang dibuat-buat atau berpura-pura.

"Yesus mengatakan kepada Nikodemus bahwa ia harus dilahirkan kembali, tetapi dilahirkan kembali oleh Roh : Rohlah yang memberi kita jatidiri baru, memberi kita kekuatan, sebuah cara bertindak baru". Paus Fransiskus menawarkan kunci ini untuk memahami Bacaan Injil liturgi hari itu (Yoh 3:7-15). Garis ini, beliau menunjukkan, terlihat "dalam Bacaan Pertama, salah satu dari tiga atau empat ringkasan yang terkandung dalam Kisah Para Rasul (4:32-37)", suatu perikop yang menceritakan "bagaimana jemaat perdana hidup, jemaat yang 'dilahirkan kembali' oleh Roh".

Paus Fransiskus menunjukkan bahwa mereka "hidup dalam kerukunan", tetapi itu adalah "kerukunan yang hanya dapat diberikan oleh Roh Kudus". Memang, "kita bisa membuat kesepakatan-kesepakatan, kedamaian tertentu, tetapi kerukunan adalah anugerah batin yang hanya dapat dilakukan oleh Roh Kudus". Dengan demikian, "jemaat-jemaat perdana ini hidup dalam kerukunan". Hal ini dapat dipahami dari dua tanda kerukunan yang berbeda, Paus Fransiskus menjelaskan.

Tanda pertama yaitu "tak seorang pun hidup berkekurangan, yaitu, semuanya dimiliki bersama". Makna otentik tersebut dijelaskan oleh perikop yang diambil dari Kisah Para Rasul : mereka "sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama .... tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka".

Memang, Paus Fransiskus menegaskan, "kerukunan sejati dari Roh Kudus adalah memiliki suatu hubungan yang sangat kuat terhadap uang : uang adalah musuh kerukunan, uang bersifat cinta diri". Dan "inilah mengapa tanda yang Ia berikan yaitu setiap orang memberi apa yang mereka miliki, sehingga tak akan ada seorang pun yang berkekurangan".

Secara khusus Kisah Para Rasul memberikan "teladan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas (yang berarti, anak penghiburan), seorang Lewi, yang berasal dari Siprus, seorang pemilik ladang". Yusuf menjual ladangnya" serta membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul". Ini, dalam sebuah kata, adalah "kerukunan" sejati yang, kemudian "dikaitkan dengan semangat kemiskinan, yang merupakan Sabda Bahagia yang pertama".

Tetapi, sebaliknya, ada "kasus pasangan suami istri, Ananias dan Safira. Mereka menjual tanah mereka dan memberikan segalanya, mereka mengatakan mereka memberikan segalanya kepada para Rasul, tetapi mereka secara diam-diam menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu". Kisah ini juga dipaparkan dalam Kisah Para Rasul (5:1-11). Namun, Paus Fransiskus mengingatkan, "Tuhan menghukum keduanya dengan kematian, karena Yesus dengan jelas mengatakan bahwa seseorang tidak dapat melayani Allah maupun uang : mereka adalah dua tuan, pelayanannya tak terdamaikan".

Namun, Paus Fransiskus menunjukkan, "kerukunan, yang hanya dapat diciptakan oleh Roh Kudus, seharusnya tidak dirancukan dengan ketentraman". Karena "suatu jemaat dapat cukup tentram dan bergaul dengan baik" namun tidak rukun. Segera sesudah, Paus Fransiskus berbagi, "saya mendengar seorang uskup mengatakan sesuatu yang bijaksana : 'Ada ketentraman di dalam keuskupan. Tetapi jika Anda menyentuh masalah ini atau persoalan ini atau persoalan itu, perang segera pecah'".

Namun, ini adalah "kerukunan yang dibuat-buat", beliau menjelaskan, "dan itu bukan dari Roh Kudus : itu adalah pura-pura rukun, boleh dikatakan, seperti kerukunan Ananias dan Safira setelah apa yang mereka lakukan". Sebaliknya, "kerukunan Roh Kudus memberi kita kemurahan hati tidak memiliki kepunyaan kita sendiri, selagi ada orang yang berkekurangan".

Lalu ada sikap kedua yang muncul dari kerukunan Roh Kudus, yang dipaparkan Paus Fransiskus dengan mengulangi kata-kata dari Kisah Para Rasul : "dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah".

Singkatnya, tanda kedua dari kerukunan sejati "keberanian". Oleh karena itu, "ketika ada kerukunan dalam Gereja, dalam jemaat, ada keberanian : keberanian untuk bersaksi tentang Tuhan Bangkit".

Dari sudut pandang ini Paus Fransiskus menganjurkan agar kita "membaca dan membaca ulang perikop dari Kisah Para Rasul ini : Bab 4, dari ayat 32 dan seterusnya". Alasannya, beliau berkata, "karena itu adalah apa yang Yesus minta dari Bapa pada Perjamuan Terakhir : agar mereka menjadi 'satu', agar ada kerukunan di antara mereka". Inilah sebabnya, Paus Fransiskus mengakhiri, "akan ada baiknya kita membaca perikop ini hari ini, dan melihat hal-hal yang dikatakan dan bagaimana kita masing-masing dapat membantu keluarga kita, lingkungan kita, kota, rekan-rekan kerja, teman-teman sekelas kita, semua orang yang di sekitar, dalam rangka menciptakan kerukunan ini yang dibuat dalam nama Tuhan Yesus yang bangkit dan yang merupakan sebuah anugerah Roh Kudus".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.