Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI CARPI, ITALIA 2 April 2017 : MENGUNDANG YESUS KE DALAM MAKAM KECIL BATIN KITA UNTUK MENYEMBUHKAN DIRI KITA

Bacaan Ekaristi : Yeh. 37:12-14; Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8; Rm. 8:8-11; Yoh. 11:1-45

Bacaan-bacaan hari ini berbicara tentang Allah kehidupan yang mengatasi kematian. Marilah kita berkutat, khususnya, pada yang terakhir dari tanda-tanda ajaib yang diperbuat oleh Yesus sebelum Paskah-Nya, yaitu makam sahabat-Nya, Lazarus.

Di sana, segala sesuatunya tampak berakhir : makam tertutup oleh sebuah batu besar; di sekitar [nya], hanya tangisan dan kehancuran. Bahkan Yesus terguncang oleh misteri dramatis kehilangan orang tercintai : “masygullah hati-Nya" dan "sangat terharu" (Yoh 11:33). Kemudian “menangis” (ayat 35) dan datang ke makam, Injil mengatakan, “masygullah pula hati-Nya” (ayat 38). Inilah hati Allah : Berangkat dari kejahatan, namun [berjalan] mendekati orang-orang yang menderita; kejahatan tidak lenyap secara ajaib, tetapi dengan penderitaan, mengadopsi dan mengubah rupa.

Tetapi kita mencatat, bahwa di tengah kesedihan atas kematian Lazarus, Yesus tidak terbawa oleh kecemasan. Meskipun Ia sendiri sedang menderita, Ia menyerukan keyakinan pribadi; tidak terkurung dalam air mata, tetapi, berangsur, Ia berangkat ke makam. Ia tidak membiarkan diri-Nya dihancurkan oleh penyerahan diri yang emosional, tetapi berdoa dengan keyakinan dan mengatakan, “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu” (ayat 41). Dengan demikian, dalam misteri penderitaan, Yesus memberi kita sebuah teladan bagaimana berperilaku: tidak melarikan diri dari penderitaan, yang termasuk kehidupan ini, tetapi bukan tetap seorang korban dari pesimisme yang memenjarakan.

Di sekitar makam, ada sebuah ketidakserasian yang besar. Di satu sisi, ada kekecewaan yang besar, kerawanan kehidupan kita yang fana, yang dilintasi oleh kesedihan yang mendalam pada saat kematian, [yang] sering kali mengalami kekalahan, sebuah kegelapan batin yang tampaknya dapat teratasi. Jiwa kita, diciptakan untuk kehidupan, penderitaan, perasaan bahwa kehausan untuk kebaikan yang abadi, tertindas oleh kegelapan yang dahulu kala dan jahat. Di satu sisi, ada kekalahan makam ini. Tetapi di sisi lain, ada harapan yang mengatasi kematian dan kejahatan serta memiliki sebuah nama : harapan disebut Yesus. Ia membawa sedikit kesejahteraan atau beberapa obat untuk memperpanjang kehidupan, tetapi menyatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati" (ayat 25). Untuk hal ini dengan pasti, dikatakan : “Angkat batu itu” (ayat 39). Dan Lazarus berseru dengan lantang : “Marilah keluar” (ayat 43).

Di depan “mengapa” yang besar dari kehidupan, kita memiliki dua pilihan: menduduki kembali dengan sedih makam kemarin dan hari ini, atau membawa Yesus ke makam-makam kita. Ya, karena kita masing-masing memiliki sebuah makam kecil, beberapa daerah yang sedikit 'mati' di dalam hati kita : sebuah luka, sebuah cedera yang diderita atau dilakukan, sebuah kepahitan yang tidak memberikan jeda, sebuah penyesalan yang datang kembali dan kembali lagi, sayang sekali yang tidak bisa kalian atasi, berhasil Ia atasi. Kita mengenali hal ini, makam-makam kecil kita, dan ke sanalah kita mengundang Yesus. Anehnya, tetapi sering kali kita lebih suka menyendiri di gua-gua kita yang gelap yang kita miliki dalam batin, bukannya mengundang Yesus; kita tergoda untuk selalu berusaha mengeram dan menderita, melukai diri, ketimbang pergi kepada-Nya, mengatakan, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Jangan sampai kita terpenjara oleh godaan sendirian dan berkecil hati, merasa menyesali diri kita, untuk apa yang terjadi pada kita; tidak menyerah pada nalar dan perasaan takut yang sia-sia dan tidak meyakinkan, menyerah diri mengulangi segala sesuatu yang salah tersebut dan tidak sebagaimana mestinya. Inilah suasana makam; Tuhan menginginkan sebaliknya, membuka jalan kehidupan, perjumpaan dengan-Nya, kepercayaan kepada-Nya, kebangkitan hati, jalan “Bangunlah! Bangunlah, keluar!”. Itulah yang harus kita mohonkan kepada Tuhan, dan Ia mendekati kita ketika kita melakukannya.

Kita merasakan kata-kata Yesus kepada Lazarus ditujukan kepada kita masing-masing : “Marilah keluar”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.