Bacaan Ekaristi : Rm. 12:5-16a; Mzm. 131:1,2,3; Luk. 14:15-24.
Paus Fransiskus telah mendesak umat kristiani untuk tidak kehilangan kemampuan merasa dikasihi. Meskipun memungkinkan untuk memulihkan kemampuan mengasihi yang lenyap, jika kita tidak lagi memiliki kemampuan merasa dikasihi, semuanya akan lenyap. Itulah yang disampaikan Bapa Suci dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 7 November 2017, di Casa Santa Marta, Vatikan.
Paus Fransiskus merenungkan Bacaan Injil liturgi hari itu (Luk 14:15-24) yang di dalamnya Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah" dan menjelaskan bahwa Tuhan meminta kita untuk membuka pintu bagi orang-orang yang tidak dapat melakukan tindakan balasan.
Perumpamaan tersebut bercerita tentang seorang pria yang mengadakan sebuah perjamuan makan malam yang besar bagi banyak orang yang diundang olehnya. Tetapi ketika waktu makan malam tiba, mereka yang telah diundang menolak menghadiri undangan tersebut karena mereka terbawa oleh kepentingan mereka sendiri yang menurut mereka lebih penting daripada undangan itu sendiri.
Mereka sedang bertanya pada diri mereka sendiri - Paus Fransiskus mencatat - apa manfaatnya mereka tidak menghadiri makan malam tersebut. Orang itu sama seperti orang yang menyimpan harta untuk dirinya sendiri tetapi tidak kaya dalam apa yang penting bagi Allah. Mereka sangat khawatir dengan kepentingan mereka sendiri, Paus Fransiskus mengatakan. Mereka "tidak mampu memahami kecuma-cumaan undangan tersebut".
Dan seraya memperingatkan umat terhadap sikap semacam ini, Paus Fransiskus mengatakan : "Jika kamu tidak memahami kecuma-cumaan undangan Allah, kamu tidak memahami apa-apa". Beliau menjelaskan bahwa satu-satunya harga yang diminta Allah dari kita untuk dibayarkan adalah merasa membutuhkan, dalam jiwa dan raga : kita harus butuh dikasihi.
Beliau mengatakan tentang dua sikap yang berbeda : di satu sisi Tuhan yang tidak meminta imbalan dan memberi tahu hamba-Nya untuk mengundang orang-orang miskin, orang-orang lumpuh, orang-orang baik dan orang-orang jahat : "kecuma-cumaan ini tanpa batas, Allah menerima semua orang".
Di sisi lain, beliau mengatakan, sikap orang-orang yang telah diundang tetapi tidak paham, seperti sang anak sulung dalam perumpamaan anak yang hilang yang tidak mau menghadiri jamuan makan yang diselenggarakan oleh ayahnya karena "ia tidak paham".
"Dia menghabiskan seluruh uangnya, ia menyia-nyiakan harta warisannya dalam kebiasaan buruk dan dosa, dan kamu merayakan kepulangannya? Saya adalah orang Katolik yang melaksanakan, saya pergi ke Misa setiap hari Minggu dan melaksanakan tugas-tugas saya dan kamu tidak melakukan apapun untuk saya? Ia tidak mengerti kecuma-cumaan keselamatan", beliau berkata. Keselamatan, Paus Fransiskus mengulangi, adalah cuma-cuma : "Karunia Allahlah yang kita tanggapi dengan karunia lain, karunia hati kita".
Tuhan, beliau mengatakan, tidak meminta apapun sebagai balasannya, hanya kasih dan ketaatan. Keselamatan tidak diperjualbelikan, kita hanya harus menerima undangan perjamuan-Nya, jadi : "Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah" - Inilah keselamatan.
Mereka, beliau melanjutkan, yang tidak ingin ambil bagian dalam perjamuan tersebut telah kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa mereka dikasihi.
"Ketika kita kehilangan - bukan kemampuan untuk mengasihi karena hal itu adalah sesuatu yang bisa dipulihkan - kemampuan untuk merasa dikasihi tidak ada harapan dan semuanya lenyap", beliau berkata.
Hal ini mengingatkan kita, Paus Fransiskus mengakhiri homilinya, tentang tulisan di pintu gerbang neraka jahanam Dante 'Semua orang yang masuk ke sini mengabaikan harapan' - kita harus memikirkan hal ini dan memikirkan Tuhan yang menginginkan rumah-Nya diisi : "Marilah kita mohon kepada Tuhan agar menyelamatkan kita dari kehilangan kemampuan untuk merasa dikasihi".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.