Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 16 Februari 2018 : JANGAN TERJERUMUS KE DALAM PUASA YANG PALSU

Bacaan Ekaristi : Yes 58:1-9a; Mzm 51:3-4.5-6a.18-19; Mat 9:14-15.

Dalam Masa Prapaskah, ada bahaya kita terjerumus ke dalam "pura-pura yang palsu". Peringatan tersebut disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam homili pada Misa harian Jumat pagi 16 Februari 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan.

Ketika berpuasa, Paus Fransiskus berkata, orang kristiani sejati harus konsisten, tidak memamerkan diri, tidak pernah memandang hina orang lain atau terlibat dalam pertengkaran atau perbantahan. Dengan memperingatkan perilaku yang tidak sesuai dengan semangat Prapaskah tersebut, Paus Fransiskus mengundang umat yang hadir untuk bertanya pada diri mereka sendiri bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain. Beliau merenungkan Bacaan Pertama liturgi hari itu (Yes 58:1-9a) yang menyoroti bagaimana puasa yang dapat diterima oleh Tuhan adalah puasa yang bertujuan untuk "membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk".

Paus Fransiskus mengingatkan umat bahwa berpuasa adalah salah satu kewajiban Masa Prapaskah, dan mengatakan bahwa bahkan "jika kalian tidak dapat berpuasa penuh, semacam puasa yang membuat kalian merasa lapar hingga tulang-tulang kalian", kalian masih bisa berpuasa dengan rendah hati dan konsisten. Yesaya, beliau mengatakan, menyoroti begitu banyak ketidakkonsistenan dalam pengamalan keutamaan, seperti "melakukan perburuan kalian sendiri, menyetir seluruh pekerja kalian, dan ya, puasa kalian berakhir dalam pertengkaran dan perbantahan".

Puasa, kata Paus Fransiskus, sedikit seperti "melucuti diri" dari kebanggaan. Beliau mengatakan bahwa bersyukur kepada Tuhan dan pada saat yang sama memandang hina para pekerja kalian yang terpaksa berpuasa karena mereka tidak memiliki cukup makanan tidak konsisten dan tidak kristiani. Seraya mengundang umat yang hadir untuk melakukan penebusan dosa dengan damai, beliau berkata, "Kalian tidak dapat berbicara kepada Allah di satu pihak dan kepada setan di pihak lain".

Beliau juga memperingatkan terhadap godaan 'memamerkan' dengan berpuasa : "dengan membuat kehebohan dan membiarkan orang-orang tahu bahwa kita sedang mengamalkan ajaran Katolik dan kita melakukan penebusan dosa, sehingga orang-orang berpikir 'betapa baiknya orang tersebut'. Ini adalah sebuah tipuan. Inilah sebuah kepura-puraan yang saleh".

"Kita harus berpura-pura, Paus Fransiskus melanjutkan, tetapi dengan sebuah senyuman. Itu bukanlah memamerkan kepada orang lain bahwa kita sedang melakukan tindakan penebusan dosa". Beliau mengajak umat untuk berpuasa dengan tujuan "menolong orang lain. Tetapi selalu dengan senyuman".

Berpuasa, beliau berkata, juga melibatkan perendahan diri dengan memikirkan dosa-dosa dan memohon pengampunan Tuhan. Betapa malunya saya, beliau melanjutkan, jika dosa saya menjadi pengetahuan umum melalui surat kabar?

Dan merujuk kembali Bacaan Kitab Suci pada hari itu, beliau mengundang umat untuk "melepaskan belenggu-belenggu yang tidak adil".

"Saya memikirkan begitu banyak pelayan yang bekerja mencari nafkah dan mereka dipermalukan serta dipandang hina ... Saya tidak pernah bisa melupakan saat saya pergi ke rumah seorang teman ketika masih kecil dan saya menyaksikan sang ibu menampar pembantunya yang berusia 81 tahun ...".

Mengulangi bahwa beliau tidak pernah melupakan kejadian yang memalukan itu, Paus Fransiskus mendesak umat untuk bertanya kepada diri mereka sendiri apakah mereka memperlakukan para pekerja rumah tangga mereka dengan adil, apakah mereka memperlakukan para pekerja rumah tangga "sebagai orang atau sebagai budak", apakah mereka dibayar dengan gaji yang adil dan berhak untuk mendapatkan liburan dan diakui martabat manusiawi mereka.

Paus Fransiskus kemudian menceritakan kisah lain yang berasal dari pengalaman pribadi. Beliau mengatakan bahwa sekali waktu, ketika sedang berbicara dengan seorang pria yang sangat berbudaya yang diketahui mengeksploitasi para pekerja rumah tangganya, beliau menjelaskan kepadanya bahwa ini adalah dosa berat karena kita semua diciptakan menurut citra Allah.

Dan mengacu kembali pada Bacaan Pertama yang mengatakan kepada kita "supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!", Paus Fransiskus mencatat bahwa saat ini ada banyak diskusi seputar apakah memberi tumpangan kepada mereka yang memintanya atau tidak.

Beliau mendesak umat kristiani untuk "melakukan penebusan dosa", "merasakan sedikit kelaparan", "lebih banyak berdoa selama Masa Prapaskah" dan bertanya kepada diri sendiri bagaimana perilaku mereka terhadap orang lain : "Apakah puasa saya membantu orang lain? Jika tidak, itu adalah puasa yang palsu, puasa yang tidak konsisten dan puasa tersebut akan membawa kalian pada jalan menuju kehidupan ganda, berpura-pura menjadi orang kristiani yang benar - seperti orang-orang Farisi atau orang-orang Saduki", beliau mengatakan.

Marilah kita memohon rahmat kekonsistenan, beliau mengakhiri homilinya. "Jika saya tidak dapat melakukan sesuatu, saya tidak akan melakukannya. Saya hanya akan melakukan apa yang saya bisa dengan kekonsistenan orang kristiani sejati".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.