Bacaan Ekaristi : Yl 2:12-18; Mzm 51:3-4.5-6a.12-13.14.17; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18
Masa Prapaskah adalah saat yang tepat untuk memperbaiki hubungan yang tidak selaras dalam kehidupan kristiani kita dan untuk menerima pewartaan Paskah Tuhan yang sungguh baru, dipenuhi harapan dan sukacita. Gereja dalam kearifan keibuannya mengundang kita untuk memberikan perhatian khusus terhadap segala sesuatu yang bisa meredam atau bahkan perlahan-lahan memperlemah hati kita yang sedang percaya.
Kita tunduk pada banyak godaan. Kita masing-masing mengetahui kesulitan-kesulitan yang harus kita hadapi. Dan menyedihkan untuk dicatat bahwa, ketika dihadapkan pada situasi kehidupan sehari-hari kita yang selalu beragam, ada suara-suara yang timbul yang memanfaatkan penderitaan dan ketidakpastian; Satu-satunya hal yang ingin mereka lakukan adalah menabur ketidakpercayaan. Jika buah iman adalah cinta kasih - seperti yang sering dikatakan oleh Bunda Teresa - maka buah ketidakpercayaan adalah sikap acuh tak acuh dan pasrah menerima nasib. Ketidakpercayaan, sikap acuh tak acuh dan pasrah menerima nasib : inilah setan-setan yang mematikan dan melumpuhkan jiwa orang-orang yang sedang percaya.
Masa Prapaskah adalah saat yang tepat untuk membuka tabir ini dan godaan-godaan lainnya, memungkinkan hati kita berdebar sekali lagi selaras dengan hati Yesus yang berkobar-kobar. Seluruh Masa Prapaskah dijiwai dengan keyakinan ini, yang bisa kita katakan digaungkan oleh tiga kata yang ditawarkan kepada kita untuk menghidupkan kembali hati orang percaya : berhenti, melihat dan kembali.
Berhenti sejenak, meninggalkan kegelisahan dan hiruk-pikuk yang memenuhi jiwa dengan perasaan-perasaan getir yang boleh jadi tak pernah kita dapatkan. Berhenti sejenak dari keharusan terhadap kehidupan yang serba cepat ini yang menceraiberaikan, memecah belah dan pada akhirnya menghancurkan waktu bersama keluarga, bersama teman, bersama anak-anak, bersama kakek-nenek, dan waktu sebagai sebuah karunia ... waktu bersama Allah.
Berhenti sejenak, menahan diri dari kebutuhan untuk pamer dan dilihat oleh semua orang, untuk terus menerus tampil di "papan pengumuman" yang membuat kita melupakan nilai keintiman dan ingatan akan sesuatu.
Berhenti sejenak, menahan diri dari terlihat angkuh, dari komentar-komentar sekejab dan menjelek-jelekkan yang timbul dari melupakan kelembutan, belas kasih dan penghormatan terhadap perjumpaan dengan orang lain, terutama mereka yang rentan, terluka dan bahkan tenggelam dalam dosa dan kesalahan.
Berhenti sejenak, menahan diri dari dorongan berkeinginan mengendalikan segalanya, mengetahui segalanya, menghancurkan segalanya; hal ini berasal dari mengabaikan rasa syukur atas karunia kehidupan dan seluruh kebaikan yang kita terima.
Berhenti sejenak, menahan diri dari kebisingan yang memekakkan telinga yang melemahkan dan membingungkan pendengaran kita, yang membuat kita melupakan kekuatan keheningan yang berdaya cipta dan bermanfaat.
Berhenti sejenak, menahan diri dari sikap yang memberdayakan pemikiran-pemikiran yang hampa dan tidak produktif yang timbul dari keterkucilan dan mengasihani diri sendiri, serta hal itu menyebabkan kita lupa pergi ke luar menjumpai orang lain untuk berbagi beban dan penderitaan mereka.
Berhenti sejenak, menahan diri dari kehampaan akan segala sesuatu yang bersifat seketika, sesaat dan sekejab, yang menghilangkan akar-akar kita, ikatan-ikatan kita, terhadap nilai keberkesinambungan dan kesadaran akan perjalanan kita yang sedang berlangsung.
Berhenti agar bisa melihat dan merenung!
Lihatlah isyarat-isyarat yang mencegah padamnya cinta kasih, yang menjaga api iman dan harapan tetap hidup. Pandanglah wajah-wajah yang tetap hidup dengan kelembutan dan kebaikan Allah yang bekerja di tengah-tengah kita.
Lihatlah wajah keluarga-keluarga kita yang terus berusaha, dari hari ke hari, dengan kerja keras, untuk bergerak maju dalam kehidupan, dan yang, meski memiliki banyak kekhawatiran dan banyak kesulitan, melaksanakan menjadikan rumah-rumah mereka sebagai sekolah kasih.
Lihatlah wajah anak-anak dan kaum muda kita yang dipenuhi dengan kerinduan akan masa depan dan harapan, dipenuhi dengan "hari-hari esok" dan kesempatan-kesempatan yang menuntut pengabdian dan perlindungan. Menghidupi tunas cinta dan kehidupan yang senantiasa membuka jalan di tengah-tengah perhitungan-perhitungan kita yang mementingkan diri dan tidak memadai.
Lihatlah orang-orang lanjut usia kita yang wajah-wajahnya ditandai dengan berlalunya waktu, wajah-wajah yang mengungkapkan ingatan yang hidup akan umat kita. Wajah-wajah yang mencerminkan kearifan Allah sedang bekerja.
Lihatlah wajah-wajah orang sakit kita dan wajah-wajah orang yang merawat mereka; Wajah-wajah yang dalam kerentanan dan pelayanan mereka mengingatkan kita bahwa nilai setiap pribadi tidak akan pernah bisa dikurangi menjadi sebuah pertanyaan tentang perhitungan atau kegunaan.
Lihatlah wajah-wajah penuh penyesalan dari begitu banyak orang yang mencoba memperbaiki kekeliruan dan kesalahan mereka, serta yang dari malapetaka dan penderitaan mereka berjuang untuk mengubah situasi mereka dan melangkah maju.
Lihatlah dan renungkanlah wajah Sang Kasih yang tersalib, yang hari ini dari salib terus menerus membawakan harapan kepada kita, mengulurkan tangan-Nya kepada orang-orang yang merasa disalibkan, yang mengalami dalam kehidupan mereka beban kegagalan, kekecewaan dan patah hati.
Lihatlah dan renungkanlah wajah yang sesungguhnya dari Kristus yang tersalib demi mengasihi semua orang, tanpa kecuali. Untuk semua orang? Ya, untuk semua orang. Melihat wajah-Nya adalah sebuah undangan yang dipenuhi harapan bagi Masa Prapaskah ini, untuk mengalahkan setan-setan ketidakpercayaan, sikap acuh tak acuh dan pasrah menerima nasib. Wajah yang mengundang kita untuk berseru : "Kerajaan Allah tidak mustahil!".
Berhenti, melihat dan kembali. Kembalilah ke rumah Bapamu. Kembalilah tanpa rasa takut kepada uluran dan penuh hasratnya tangan Bapamu, yang kaya akan kerahiman (bdk. Ef 2:4), yang menantimu.
Kembalilah tanpa rasa takut, karena inilah saat yang tepat untuk pulang ke rumah Bapaku dan Bapamu (bdk. Yoh 20:17). Inilah saatnya membiarkan hati kita dijamah ... Bertahan di jalan kejahatan hanya menimbulkan kekecewaan dan kesedihan. Kehidupan sejati adalah sesuatu yang sangat berbeda dan hati kita memang mengetahui hal ini. Allah tidak lelah, juga tidak akan lelah, mengulurkan tangan-Nya (bdk. Misericordiae Vultus, 19).
Kembalilah tanpa rasa takut, untuk bergabung dalam perayaan orang-orang yang diampuni.
Kembalilah tanpa rasa takut, untuk mengalami penyembuhan dan kelembutan Allah yang memperdamaikan. Biarkan Tuhan menyembuhkan luka-luka dosa dan menggenapi nubuat yang dijanjikan kepada nenek moyang kita : "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat" (Yeh 36:26).
Berhenti, melihat dan kembali!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.