Bacaan Ekaristi : Kis. 22:30;23:6-11; Mzm. 16:1-2a,5,7-8,9-10,11; Yoh.
17:20-26.
Paus Fransiskus mengulas dua macam persatuan dalam homilinya selama Misa harian hari Kamis pagi 17 Mei 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau menyebutnya persatuan "sejati" dan persatuan "palsu". Bacaan Pertama (Kis 22:30,23:6-11) dan Bacaan Injil (Yoh 17:20-26) menunjukkan dua macam persatuan tersebut, kata Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus
melihat persatuan palsu yang mengikat para pendakwa Paulus bersama-sama.
Persatuan tersebut palsu karena persatuan itu menyebabkan perpecahan. Orang
Saduki dan orang Farisi pada mulanya bersatu mendakwa Paulus. Tetapi Paulus
meletakkan terang-terangan “batu yang memecah-belah” mereka, mengamati bahwa ia
diadili oleh karena “harapannya dalam kebangkitan orang mati”.
Dalam kasus ini, begitu juga pada hari Minggu Palma, bangsa yang satu telah berubah menjadi massa tanpa nama. Paus Fransiskus menyebut ini sebagai eksploitasi bangsa [yang] juga merupakan penghinaan terhadap bangsa karena eksploitasi itu mengubah mereka menjadi massa tanpa nama. Ini adalah sebuah unsur yang sering terulang. Marilah kita memikirkan hal ini. Pada Minggu Palma semua orang menyambut-Nya dengan sorak sorai : ‘Berbahagialah Engkau yang datang atas nama Tuhan’. Hari Jumat setelahnya, orang-orang yang sama berteriak ‘Salibkan Dia’. Apa yang terjadi? Mereka mencuci otak mereka, dan mereka mengubah segalanya. Mereka menjadi massa tanpa nama yang menghancurkan.
Inilah
dinamika di balik segala kutukan, fitnah, atau penistaan. Bahkan di tingkat
paroki, Paus Fransiskus mengatakan bahwa ketika dua atau tiga orang mulai
mengkritik orang lain dan mulai berbicara di belakang orang itu ... Mereka
menciptakan persatuan palsu untuk mengutuk. Mereka merasa aman dan mengutuk.
Mereka mengutuk secara mental, kemudian mereka bertindak keluar; lalu mereka
saling menuduh karena mereka terpecah belah. Dengan cara ini gosip adalah
perilaku yang membunuh karena menghancurkan orang-orang. Gosip menghancurkan
nama baik mereka.
“Marilah
kita memikirkan keagungan panggilan yang kepadanya kita dipanggil: menjadi satu
dengan Yesus, dan Bapa”, Paus Fransiskus mengakhiri. Hal itu seharusnya menjadi
tujuan kita : pria dan wanita yang bersatu dan yang selalu berusaha untuk maju
di sepanjang jalan persatuan - bukan persatuan palsu, yang tidak memiliki
hakekat, yang hanya berfungsi untuk maju dan mengutuk orang, dan memberdayakan
kepentingan yang bukan milik kita : kepentingan penguasa dunia ini, yang
merupakan kehancuran. Semoga Tuhan memberi kita anugerah selalu berjalan di
sepanjang jalan persatuan sejati.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.