Bacaan
Ekaristi : Yak. 5:9-12; Mzm. 103:1-2,3-4,8-9,11-12; Mrk. 10:1-12.
Meskipun
kesulitan-kesulitan dalam perkawinan dan kehidupan keluarga, Paus Fransiskus
mengundang kita untuk memikirkan indahnya perkawinan. Hal tersebut
disampaikannya dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi 25 Mei 2018 di Casa
Santa Marta, Vatikan. Di antara umat yang hadir dalam Misa tersebut terdapat
tujuh pasangan suami-istri yang sedang merayakan ulang tahun perkawinan mereka
yang ke-25 dan ke-50.
Bacaan
Injil liturgi hari itu (Mrk. 10:1-12) berbicara tentang maksud orang-orang
Farisi, yang mengajukan pertanyaan kepada Yesus justru untuk mencobai-Nya. Paus
Fransiskus menggambarkan pertanyaan-pertanyaan semacam ini, tentang apa yang
boleh atau tidak boleh kamu lakukan, sebagai kasuistik. Beliau menjelaskan:
"Bukan 'ya' atau 'tidak', yang akrab kita kenal. Inilah Allah.
”Sebaliknya, orang-orang Farisi mengecilkan kehidupan kristiani, cara mengikuti
Allah, menjadi sebuah pertanyaan tentang “ya, kamu boleh”, atau “tidak, kamu
tidak boleh”.
Pertanyaan
yang diajukan oleh orang-orang Farisi menyangkut perkawinan; mereka ingin tahu
apakah diperbolehkan seorang suami untuk menceraikan istrinya. Namun, kata Paus
Fransiskus, Yesus mengatasi pertanyaan sederhana tentang keabsahan tersebut
dengan kembali ke “permulaan”. Yesus berbicara tentang perkawinan sebagaimana
di dalam dirinya sendiri, mungkin hal terbesar yang diciptakan oleh Allah dalam
tujuh hari penciptaan.
“Sebab
pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging". Kata-kata Yesus dalam Injil
sangat kuat, kata Paus Fransiskus. Ia berbicara tentang "satu daging"
yang tidak dapat terbagi-bagi. Yesus “mengesampingkan masalah perceraian, dan
beralih pada indahnya pasangan laki-laki dan perempuan itu”, yang seharusnya
menjadi satu daging.
Kita
tidak boleh berfokus, seperti yang dilakukan para ahli Taurat ini, pada
[jawaban] "ya, kamu boleh" menceraikan perkawinan, atau "tidak,
kamu tidak boleh". Terkadang ada malapetaka, ketika perkawinan tersebut
tidak berhasil, dan lebih baik berpisah untuk menghindari perang dunia. Tetapi
ini adalah malapetaka. Marilah kita berjalan dan melihat yang positif.
Paus
Fransiskus menceritakan bagaimana beliau bertemu dengan pasangan suami istri
yang sedang merayakan 60 tahun perkawinan mereka. Beliau mengatakan bahwa
beliau bertanya kepada mereka, "Apakah kamu bahagia?" Mereka saling
memandang, dan dengan berlinang air mata, menjawab, "Kami jatuh
cinta!"
Memang
benar ada kesulitan-kesulitan, ada masalah-masalah dengan anak-anak atau dengan
suami atau istri sendiri, perbedaan pendapat dan pertengkaran ... tetapi yang
penting yaitu tetap satu daging, dan kamu dapat mengatasinya, kamu dapat
mengatasinya, kamu dapat mengatasinya. Dan ini bukan hanya sebuah sakramen bagi
mereka, tetapi juga bagi Gereja, sebuah sakramen, apa adanya, yang menarik
perhatian : "Lihatlah, mengasihi adalah mungkin!" Dan kasih mampu
memungkinkan kamu untuk menjalani seluruh kehidupanmu "dalam kasih" :
dalam suka dan duka, dengan masalah-masalah anak-anak, dan masalah-masalah
mereka sendiri ... tetapi selalu berjalan maju. Dalam sakit dan sehat, tetapi
selalu berjalan maju. Ini indah.
Laki-laki
dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah; dan karena alasan ini,
perkawinan juga menjadi gambar Allah. Hal ini membuat perkawinan sangat indah,
kata Paus Fransiskus. "Ikatan perkawinan adalah homili tanpa suara untuk
orang lain, homili sehari-hari".
Sangatlah
menyedihkan ketika hal ini bukan merupakan berita : surat kabar, acara berita
di televisi, tidak memperhitungkan berita ini. Tetapi pasangan suami istri ini,
bersama-sama selama bertahun-tahun ... bukanlah berita. Skandal, perceraian,
perpisahan - ini dianggap layak diberitakan (Meskipun kadang-kadang perlu untuk
berpisah, seperti yang saya katakan, untuk menghindari kejahatan yang lebih
besar). Gambar Allah bukanlah berita. Tetapi inilah indahnya perkawinan. Mereka
[pasangan suami istri] adalah gambar dan rupa Allah. Dan inilah berita kita,
berita orang kristiani.
Kehidupan
perkawinan dan keluarga tidaklah mudah, Paus Fransiskus mengulangi. Beliau
menunjuk ke Bacaan Pertama (Yak. 5:9-12), yang di dalamnya Santo Yakobus
berbicara tentang kesabaran. Kesabaran, beliau mengatakan, "mungkin
merupakan keutamaan yang paling penting untuk pasangan suami istri - baik untuk
laki-laki maupun untuk perempuan". Beliau mengakhiri homilinya dengan
sebuah doa agar Tuhan "sudi memberikan kepada Gereja dan kepada masyarakat
pemahaman perkawinan yang semakin mendalam dan semakin indah, sehingga kita
semua dapat menghargai dan merenungkan [kenyataan] bahwa gambar dan rupa Allah
hadir dalam perkawinan”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.