Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI PAROKI SAKRAMEN MAHAKUDUS TOR DE 'SCHIAVI (ROMA) 6 Mei 2018 : LIDAHMU ADALAH "TERMOMETER" UNTUK MENGUKUR SUHU KASIHMU TERHADAP ORANG LAIN

Bacaan Ekaristi : Kis 10:25-26.34-35.44-48; Mzm 98:1.2-3b.3c-4; 1Yoh 4:7-10; Yoh 15:9-17

Yesus, sebelum pergi ke Taman Zaitun untuk memulai sengsara-Nya - Yesus sangat menderita di Taman Zaitun - menyampaikan pengajaran yang panjang ini di meja bersama murid-murid-Nya. Dan Ia menasihati sesuatu yang kuat; Ia memberi nasihat yang sangat kuat : “Tinggallah di dalam kasih-Ku”. Inilah nasihat yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum menderita dan wafat. Dan itu juga merupakan nasihat yang Ia berikan kepada kita, kepada kita masing-masing. Yesus berkata kepada kita : “Tinggallah di dalam kasih-Ku. Jangan pergi dari kasih-Ku”. Dan kita masing-masing dapat bertanya dalam hati - dalam hati kita masing-masing - “Apakah aku tinggal di dalam kasih Tuhan? Ataukah apakah aku pergi mencari hal lain, hiburan lain, arah kehidupan lain?” Namun, "tinggal di dalam ckasih” adalah apa yang dilakukan Yesus bagi kita. Ia memberikan hidup-Nya. Ia adalah hamba kita : Ia datang untuk melayani kita. “Tinggal di dalam kasih” berarti melayani orang lain, berada pada pelayanan bagi orang lain. Apa itu kasih? Apakah kita ingin memikirkan apa itu kasih?“ Ah, ya, saya melihat sebuah film televisi tentang kasih, film tersebut indah ... Dan film tersebut melibatkan pasangan ... Dan kemudian film tersebut berakhir dengan buruk, terlalu buruk! Bukan seperti ini. Kasih adalah sesuatu yang lain. Kasih adalah memikul beban orang lain. Kasih bukanlah bermain biola, semuanya romantis ... Kasih adalah karya. Berapa banyak di antara kalian adalah para ibu, pikirkanlah ketika anak-anak masih kecil : bagaimana kalian mengasihi anak-anak kalian? Dengan karya. Merawat mereka. Mereka menangis ... mereka harus dirawat, diubah, ini, itu ... Kasih selalu berkarya untuk orang lain, karena kasih terlihat dalam perbuatan, bukan dalam kata-kata.


Ingatlah lagu itu : "Kata-kata, kata-kata, kata-kata". Banyak kali itu hanya kata-kata. Sebaliknya, kasih itu nyata. Setiap orang harus berpikir : apakah kasihku untuk keluargaku, di lingkungan sekitar, di tempat kerja melayani orang lain? Apakah aku peduli dengan orang lain? Saya ada di sana - mereka menyebutnya “Rumah Sukacita”- tetapi mungkin lebih baik disebut “Rumah Kasih”, karena paroki ini telah mengurus begitu banyak orang yang membutuhkan perawatan. , orang yang perlu dijagai. Dan inilah kasih. Kasih adalah karya, karya untuk orang lain. Kasih ada dalam karya, tidak dalam kata-kata. "Aku mengasihimu". "Dan apa yang kamu lakukan untukku jika kamu mengasihiku?" Setiap orang yang sakit di lingkungan bertanya: "Apa yang kamu lakukan untukku?" Dalam keluarga, jika kamu mengasihi anak-anakmu, entah masih kecil, bertumbuh dewasa, orangtua, lanjut usia, apa yang kamu lakukan untuk mereka? Melihat bagaimana kasih itu, selalu dikatakan : apa yang aku lakukan? “Tetapi, Bapa, di manakah kita mempelajari hal ini?” Dari Yesus, dan dalam Bacaan Kedua ada ungkapan yang dapat membuka mata kita : “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia”. Kasih ada dalam hal ini. Bukan kita yang mengasihi Allah, tetapi Dialah yang pertama-tama mengasihi kita. Tuhan selalu mengasihi terlebih dahulu. Ia menanti kita dengan kasih.

Kita juga bisa bertanya pada diri kita : apakah aku menantikan orang lain dengan kasih? Dan kemudian buatlah daftar pertanyaan. Misalnya, apakah bergosip adalah kasih? Apakah gosip tentang orang lain ... Tidak, itu bukan kasih. Mencaci maki orang bukanlah kasih. “Oh ... aku mengasihi Allah. Aku melakukan lima novena sebulan. Aku melakukan ini <dan> ini ..." Ya tetapi ... seperti apakah lidahmu? Bagaimana lidahmu? Inilah tolak ukur untuk melihat kasih. Apakah aku mengasihi orang lain? Tanyakanlah dirimu: bagaimana lidahku? Itu akan memberitahu kalian apakah itu kasih sejati. Allah mengasihi kita terlebih dulu. Ia selalu menanti kita dengan kasih. Apakah pertama-tama aku mengasihi atau apakah aku menanti mereka memberiku sesuatu untuk <kemudian> mengasihi? Sebagai anak anjing yang menanti pemberian, sepotong untuk dimakan dan kemudian mereka merayakan tuannya. Pertama-tama, kasih itu cuma-cuma, tetapi termometer untuk mengetahui suhu kasihku adalah lidahku. Jangan melupakan hal ini.

Ketika kalian hendak melakukan pemeriksaan hati nurani, sebelum Pengakuan Dosa atau di rumah, tanyakanlah pada dirimu : apakah aku telah melakukan apa yang dikatakan Yesus kepadaku : "Tinggallah di dalam kasih-Ku?" Dan bagaimana saya bisa mengetahuinya? Cara mengetahuinya adalah lidahku. Jika aku telah berbicara buruk tentang orang lain, aku tidak mengasihi. Jika paroki ini berhasil tidak berbicara buruk tentang orang lain, paroki ini seharusnya dikanonisasi! Dan, setidaknya, seperti yang sudah saya katakan di waktu lain : upayakan agar tidak mengecewakan orang lain. “Tetapi, Bapa, bisakah kamu memberi kami obat agar tidak mempergunjingkan orang lain?” Itu mudah; itu dalam jangkauan semua orang. Ketika kalian berkeinginan untuk berbicara buruk tentang orang lain, gigitlah lidah kalian! Lidah itu akan membengkak, tetapi kalian tentu tidak akan berbicara buruk lagi.

Marilah kita mohon kepada Tuhan untuk “tinggal di dalam kasih”, dan untuk memahami bahwa kasih adalah pelayanan; kasih memikul beban orang lain, dan rahmat untuk memahami bahwa termometer <mengetahui> bagaimana kasih adalah lidah.

Kita semua akan menyertai Maia yang akan menerima Sakramen Krisma.

[Ritus Penguatan]

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.