Bacaan
Ekaristi : Sir 48:1-14; Mzm 97:1-2.3-4.5-6.7; Mat 6:7-15
Bapa,
roti, pengampunan. Tiga kata yang ditawarkan Injil kepada kita hari ini. Tiga
kata yang membawa kita ke pokok iman kita yang sesungguhnya.
"Bapa".
Doa dimulai dengan ini. Kita dapat melanjutkan dengan kata lainnya, tetapi kita
tidak dapat melupakan kata pertama ini, karena kata “Bapa” adalah kunci untuk
membuka hati Allah. Cukup dengan mengucapkan Bapa, kita sedang berdoa dalam
bahasa kekristenan. Sebagai umat Kristiani, kita tidak berdoa kepada beberapa
tuhan turunan, tetapi kepada Allah yaitu, di atas segalanya, Bapa kita. Yesus
memberitahu kita untuk mengucapkan "Bapa Kami, yang ada di surga", bukan
"Allah surga, yaitu Bapa". Di atas segalanya, bahkan sebelum Ia
menjadi tak terbatas dan abadi, Allah adalah Bapa.
Seluruh
kebapaan dan keibuan berasal dari Dia (lbdk. Ef 3:15). Di dalam Dialah asal
mula segala kebaikan dan kehidupan itu sendiri. Kata "Bapa Kami"
mengungkapkan jatidiri kita, makna kehidupan kita : kita adalah putra dan putri
Allah yang tercinta. Kata-kata itu memecahkan masalah keterasingan kita,
perasaan yatim piatu kita. Kata-kata itu menunjukkan kepada kita apa yang harus
kita lakukan : mengasihi Allah, Bapa kita, dan yang lainnya, saudara dan
saudari kita. “Bapa Kami” adalah doa kita, doa Gereja. Doa "Bapa
Kami" tidak mengatakan apa-apa tentang aku dan milikku; semuanya
terperangkap di dalam Engkau Allah ("nama-Mu",
"kerajaan-Mu", "kehendak-Mu"). Doa "Bapa Kami"
berbicara dalam bentuk orang pertama jamak. “Bapa Kami” : dua kata sederhana
ini memberi kita peta perjalanan untuk kehidupan rohani.
Setiap
kali kita membuat tanda salib pada awal hari atau sebelum kegiatan penting
lainnya, setiap kali kita mengucapkan “Bapa Kami”, kita memperoleh kembali akar
kita. Kita membutuhkan akar-akar itu di dalam masyarakat kita yang seringkali
tanpa akar. Doa “Bapa Kami” memperkuat akar kita. Di mana Bapa hadir, tak
seorang pun dikecualikan; ketakutan dan ketidakpastian tidak bisa mendapatkan
keuntungan. Tiba-tiba kita mengingat semua hal yang baik karena di dalam hati
Bapa kita bukan orang asing melainkan putra dan putri-Nya yang tercinta. Ia
tidak mengelompokkan kita bersama-sama di dalam perkumpulan-perkumpulan kecil,
tetapi memberi kita kehidupan baru dan menjadikan kita satu keluarga besar.
Janganlah
kita pernah bosan mengucapkan “Bapa Kami”. "Bapa Kami" akan
mengingatkan kita bahwa sama seperti tidak ada putra atau putri tanpa Bapa,
maka tidak seorang pun dari kita yang pernah sendirian di dunia ini. "Bapa
Kami" juga akan mengingatkan kita bahwa tidak ada Bapa tanpa putra atau
putri, maka tidak seorang pun dari kita adalah anak tunggal. Kita masing-masing
harus memperhatikan saudara dan saudari kita dalam satu keluarga manusia.
Ketika kita mengucapkan “Bapa Kami”, kita sedang mengucapkan bahwa setiap
manusia adalah bagian dari kita, dan bahwa, dalam menghadapi semua kesalahan
yang menyinggung Bapa kita, kita, sebagai putra dan putri-Nya, dipanggil untuk
bereaksi sebagai saudara dan saudari. Kita dipanggil untuk menjadi pamong
keluarga yang baik, mengatasi seluruh ketidakpedulian terhadap saudara atau
saudari kita, terhadap saudara atau saudari kita manapun. Hal ini termasuk bayi
yang belum lahir, orang yang sudah sepuh yang tidak bisa lagi berbicara, orang
yang kita temukan sulit untuk mengampuni, kaum miskin dan kaum terlantar.
Inilah apa yang diminta Bapa dari kita, bahwasanya memerintahkan kita, untuk
kita lakukan : saling mengasihi dari hati, sebagai putra dan putri di
tengah-tengah saudara dan saudari mereka.
Roti.
Yesus memberitahu untuk meminta roti kepada Bapa kita setiap hari. Tidak ada
yang lain : hanya roti, dengan kata lain, apa yang penting untuk kehidupan. Di
atas segalanya, roti adalah apa yang kita butuhkan hari ini untuk menjadi sehat
dan melakukan pekerjaan kita; tragisnya, begitu banyak saudara dan saudari kita
tidak memilikinya. Di sini saya akan mengatakan : Celakalah mereka yang
berspekulasi pada roti! Makanan dasariah yang dibutuhkan orang-orang untuk
kehidupan sehari-hari mereka harus dapat diakses oleh semua orang.
Memohon
roti harian kita adalah juga mengucapkan : "Bapa, tolonglah aku menjalani
kehidupan yang lebih sederhana". Kehidupan telah menjadi sangat rumit.
Saat ini banyak orang tampak "bersemangat", bergegas dari fajar
hingga senja, di antara panggilan telepon dan teks yang tak terhitung jumlahnya,
tanpa ada waktu untuk melihat wajah orang lain, penuh dengan tekanan dari
masalah-masalah yang rumit dan terus menerus sedang berubah. Kita harus memilih
gaya hidup yang tenang, bebas dari gangguan yang tidak perlu. Gaya hidup yang
melawan arus, seperti Santo Aloysius Gonzaga, yang pestanya kita rayakan hari
ini. Gaya hidup tersebut akan melibatkan peninggalan semua hal yang memenuhi
kehidupan kita tetapi mengosongkan hati kita. Marilah kita memilih
kesederhanaan roti dan menemukan kembali keberanian akan keheningan dan doa,
ragi kehidupan manusia yang sesungguhnya. Marilah kita memilih orang-orang di
atas berbagai hal sehingga hubungan pribadi, bukan virtual, dapat berkembang.
Marilah kita belajar sekali lagi untuk mencintai aroma kehidupan yang akrab di
sekitar kita. Ketika saya masih kecil di rumah, jika sepotong roti jatuh dari
meja, kami diajari untuk mengambilnya dan menciumnya. Marilah kita menghargai
hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari : tidak menghabiskan hal-hal
sederhana tersebut dan mencampakkannya, tetapi menghargainya dan
memperdulikannya.
“Roti
harian” kita, kita tidak boleh lupa, adalah Yesus sendiri. Tanpa Dia, kita tidak
dapat melakukan apa-apa (bdk. Yoh 15:5). Dialah diet reguler kita untuk hidup
sehat. Tetapi, terkadang kita memperlakukan Yesus sebagai lauk. Tetapi jika Ia
bukan roti harian kita, pusat dari hari-hari kita, udara sesungguhnya yang kita
hirup, maka segala hal yang lain tidak ada artinya. Setiap hari, ketika kita
berdoa untuk roti harian kita, marilah kita mohon kepada Bapa, dan terus
mengingatkan diri kita : kesederhanaan hidup, perduli terhadap apa yang ada di
sekeliling kita, Yesus dalam segala hal dan di atas segalanya.
Pengampunan.
Mengampuni tidaklah mudah. Kita selalu mempertahankan sedikit kepahitan atau
kebencian, dan setiap kali hal-hal yang telah kita ampuni mengganggu kita itu
kembali muncul ke permukaan. Tetapi Tuhan ingin pengampunan kita menjadi sebuah
karunia. Satu-satunya penjelasan yang benar-benar asli tentang doa Bapa Kami
yakni penjelasan Yesus sendiri adalah penting. Secara sederhana Ia memberitahu
kita : “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga
tidak akan mengampuni kesalahanmu" (Mat 6:14-15). Pengampunan adalah
slogan doa Bapa Kami. Tuhan membebaskan hati kita dari segala dosa, Ia
mengampuni setiap hal yang terdahulu. Tetapi Ia hanya meminta satu hal dari
kita: bahwa kita pada gilirannya tidak pernah bosan mengampuni. Ia ingin kita
mengeluarkan amnesti umum untuk dosa orang lain. Kita seharusnya mengambil
sinar X yang baik dari hati kita, untuk mengetahui apakah ada penyumbatan di
dalam diri kita, hambatan untuk mengampuni, batu-batu yang perlu dihilangkan.
Kemudian kita dapat mengatakan kepada Bapa : “Engkau melihat batu ini? Aku
serahkan kepada-Mu dan aku mendoakan orang ini, situasi itu; bahkan jika aku
berjuang untuk mengampuni, aku memohon kekuatan untuk melakukannya”.
Pengampunan memperbarui, pengampunan mengerjakan mukjizat. Petrus mengalami pengampunan Yesus dan menjadi gembala kawanan-Nya. Saulus menjadi Paulus setelah pengampunan yang ia terima dari Stefanus. Diampuni oleh Bapa kita, kita masing-masing dilahirkan kembali sebagai ciptaan baru ketika kita mengasihi saudara dan saudari kita. Hanya dengan begitu kita membawa kebaruan sejati ke dunia kita, karena tidak ada kebaruan yang lebih besar ketimbang pengampunan, yang mengubah kejahatan menjadi kebaikan. Kita melihatnya dalam sejarah kekristenan. Saling mengampuni, menemukan kembali setelah berabad-abad ketidaksepakatan dan pertikaian bahwa kita adalah saudara dan saudari, betapa baik hal ini telah dilakukan dan terus kita lakukan! Bapa berkenan ketika kita saling mengasihi dan kita saling mengampuni dari hati (bdk. Mat 18:35). Kemudian, Ia memberi kita Roh-Nya. Marilah kita memohon rahmat untuk tidak bercokol dan keras hati, terus-menerus menuntut berbagai hal dari orang lain. Sebagai gantinya, marilah kita mengambil langkah pertama, dalam doa, dalam perjumpaan persaudaraan, dalam amal nyata. Dengan cara ini, kita akan semakin seperti Bapa, yang mengasihi tanpa menghitung biayanya. Dan Ia akan mencurahkan Roh persatuan atas diri kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.