Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI PALEXPO, JENEWA (SWISS), 21 Juni 2018 : MAKNA TIGA KATA SEDERHANA (BAPA, ROTI DAN PENGAMPUNAN) DALAM DOA BAPA KAMI

Bacaan Ekaristi : Sir 48:1-14; Mzm 97:1-2.3-4.5-6.7; Mat 6:7-15

Bapa, roti, pengampunan. Tiga kata yang ditawarkan Injil kepada kita hari ini. Tiga kata yang membawa kita ke pokok iman kita yang sesungguhnya.

"Bapa". Doa dimulai dengan ini. Kita dapat melanjutkan dengan kata lainnya, tetapi kita tidak dapat melupakan kata pertama ini, karena kata “Bapa” adalah kunci untuk membuka hati Allah. Cukup dengan mengucapkan Bapa, kita sedang berdoa dalam bahasa kekristenan. Sebagai umat Kristiani, kita tidak berdoa kepada beberapa tuhan turunan, tetapi kepada Allah yaitu, di atas segalanya, Bapa kita. Yesus memberitahu kita untuk mengucapkan "Bapa Kami, yang ada di surga", bukan "Allah surga, yaitu Bapa". Di atas segalanya, bahkan sebelum Ia menjadi tak terbatas dan abadi, Allah adalah Bapa.


Seluruh kebapaan dan keibuan berasal dari Dia (lbdk. Ef 3:15). Di dalam Dialah asal mula segala kebaikan dan kehidupan itu sendiri. Kata "Bapa Kami" mengungkapkan jatidiri kita, makna kehidupan kita : kita adalah putra dan putri Allah yang tercinta. Kata-kata itu memecahkan masalah keterasingan kita, perasaan yatim piatu kita. Kata-kata itu menunjukkan kepada kita apa yang harus kita lakukan : mengasihi Allah, Bapa kita, dan yang lainnya, saudara dan saudari kita. “Bapa Kami” adalah doa kita, doa Gereja. Doa "Bapa Kami" tidak mengatakan apa-apa tentang aku dan milikku; semuanya terperangkap di dalam Engkau Allah ("nama-Mu", "kerajaan-Mu", "kehendak-Mu"). Doa "Bapa Kami" berbicara dalam bentuk orang pertama jamak. “Bapa Kami” : dua kata sederhana ini memberi kita peta perjalanan untuk kehidupan rohani.

Setiap kali kita membuat tanda salib pada awal hari atau sebelum kegiatan penting lainnya, setiap kali kita mengucapkan “Bapa Kami”, kita memperoleh kembali akar kita. Kita membutuhkan akar-akar itu di dalam masyarakat kita yang seringkali tanpa akar. Doa “Bapa Kami” memperkuat akar kita. Di mana Bapa hadir, tak seorang pun dikecualikan; ketakutan dan ketidakpastian tidak bisa mendapatkan keuntungan. Tiba-tiba kita mengingat semua hal yang baik karena di dalam hati Bapa kita bukan orang asing melainkan putra dan putri-Nya yang tercinta. Ia tidak mengelompokkan kita bersama-sama di dalam perkumpulan-perkumpulan kecil, tetapi memberi kita kehidupan baru dan menjadikan kita satu keluarga besar.

Janganlah kita pernah bosan mengucapkan “Bapa Kami”. "Bapa Kami" akan mengingatkan kita bahwa sama seperti tidak ada putra atau putri tanpa Bapa, maka tidak seorang pun dari kita yang pernah sendirian di dunia ini. "Bapa Kami" juga akan mengingatkan kita bahwa tidak ada Bapa tanpa putra atau putri, maka tidak seorang pun dari kita adalah anak tunggal. Kita masing-masing harus memperhatikan saudara dan saudari kita dalam satu keluarga manusia. Ketika kita mengucapkan “Bapa Kami”, kita sedang mengucapkan bahwa setiap manusia adalah bagian dari kita, dan bahwa, dalam menghadapi semua kesalahan yang menyinggung Bapa kita, kita, sebagai putra dan putri-Nya, dipanggil untuk bereaksi sebagai saudara dan saudari. Kita dipanggil untuk menjadi pamong keluarga yang baik, mengatasi seluruh ketidakpedulian terhadap saudara atau saudari kita, terhadap saudara atau saudari kita manapun. Hal ini termasuk bayi yang belum lahir, orang yang sudah sepuh yang tidak bisa lagi berbicara, orang yang kita temukan sulit untuk mengampuni, kaum miskin dan kaum terlantar. Inilah apa yang diminta Bapa dari kita, bahwasanya memerintahkan kita, untuk kita lakukan : saling mengasihi dari hati, sebagai putra dan putri di tengah-tengah saudara dan saudari mereka.

Roti. Yesus memberitahu untuk meminta roti kepada Bapa kita setiap hari. Tidak ada yang lain : hanya roti, dengan kata lain, apa yang penting untuk kehidupan. Di atas segalanya, roti adalah apa yang kita butuhkan hari ini untuk menjadi sehat dan melakukan pekerjaan kita; tragisnya, begitu banyak saudara dan saudari kita tidak memilikinya. Di sini saya akan mengatakan : Celakalah mereka yang berspekulasi pada roti! Makanan dasariah yang dibutuhkan orang-orang untuk kehidupan sehari-hari mereka harus dapat diakses oleh semua orang.

Memohon roti harian kita adalah juga mengucapkan : "Bapa, tolonglah aku menjalani kehidupan yang lebih sederhana". Kehidupan telah menjadi sangat rumit. Saat ini banyak orang tampak "bersemangat", bergegas dari fajar hingga senja, di antara panggilan telepon dan teks yang tak terhitung jumlahnya, tanpa ada waktu untuk melihat wajah orang lain, penuh dengan tekanan dari masalah-masalah yang rumit dan terus menerus sedang berubah. Kita harus memilih gaya hidup yang tenang, bebas dari gangguan yang tidak perlu. Gaya hidup yang melawan arus, seperti Santo Aloysius Gonzaga, yang pestanya kita rayakan hari ini. Gaya hidup tersebut akan melibatkan peninggalan semua hal yang memenuhi kehidupan kita tetapi mengosongkan hati kita. Marilah kita memilih kesederhanaan roti dan menemukan kembali keberanian akan keheningan dan doa, ragi kehidupan manusia yang sesungguhnya. Marilah kita memilih orang-orang di atas berbagai hal sehingga hubungan pribadi, bukan virtual, dapat berkembang. Marilah kita belajar sekali lagi untuk mencintai aroma kehidupan yang akrab di sekitar kita. Ketika saya masih kecil di rumah, jika sepotong roti jatuh dari meja, kami diajari untuk mengambilnya dan menciumnya. Marilah kita menghargai hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari : tidak menghabiskan hal-hal sederhana tersebut dan mencampakkannya, tetapi menghargainya dan memperdulikannya.

“Roti harian” kita, kita tidak boleh lupa, adalah Yesus sendiri. Tanpa Dia, kita tidak dapat melakukan apa-apa (bdk. Yoh 15:5). Dialah diet reguler kita untuk hidup sehat. Tetapi, terkadang kita memperlakukan Yesus sebagai lauk. Tetapi jika Ia bukan roti harian kita, pusat dari hari-hari kita, udara sesungguhnya yang kita hirup, maka segala hal yang lain tidak ada artinya. Setiap hari, ketika kita berdoa untuk roti harian kita, marilah kita mohon kepada Bapa, dan terus mengingatkan diri kita : kesederhanaan hidup, perduli terhadap apa yang ada di sekeliling kita, Yesus dalam segala hal dan di atas segalanya.

Pengampunan. Mengampuni tidaklah mudah. Kita selalu mempertahankan sedikit kepahitan atau kebencian, dan setiap kali hal-hal yang telah kita ampuni mengganggu kita itu kembali muncul ke permukaan. Tetapi Tuhan ingin pengampunan kita menjadi sebuah karunia. Satu-satunya penjelasan yang benar-benar asli tentang doa Bapa Kami yakni penjelasan Yesus sendiri adalah penting. Secara sederhana Ia memberitahu kita : “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu" (Mat 6:14-15). Pengampunan adalah slogan doa Bapa Kami. Tuhan membebaskan hati kita dari segala dosa, Ia mengampuni setiap hal yang terdahulu. Tetapi Ia hanya meminta satu hal dari kita: bahwa kita pada gilirannya tidak pernah bosan mengampuni. Ia ingin kita mengeluarkan amnesti umum untuk dosa orang lain. Kita seharusnya mengambil sinar X yang baik dari hati kita, untuk mengetahui apakah ada penyumbatan di dalam diri kita, hambatan untuk mengampuni, batu-batu yang perlu dihilangkan. Kemudian kita dapat mengatakan kepada Bapa : “Engkau melihat batu ini? Aku serahkan kepada-Mu dan aku mendoakan orang ini, situasi itu; bahkan jika aku berjuang untuk mengampuni, aku memohon kekuatan untuk melakukannya”.

Pengampunan memperbarui, pengampunan mengerjakan mukjizat. Petrus mengalami pengampunan Yesus dan menjadi gembala kawanan-Nya. Saulus menjadi Paulus setelah pengampunan yang ia terima dari Stefanus. Diampuni oleh Bapa kita, kita masing-masing dilahirkan kembali sebagai ciptaan baru ketika kita mengasihi saudara dan saudari kita. Hanya dengan begitu kita membawa kebaruan sejati ke dunia kita, karena tidak ada kebaruan yang lebih besar ketimbang pengampunan, yang mengubah kejahatan menjadi kebaikan. Kita melihatnya dalam sejarah kekristenan. Saling mengampuni, menemukan kembali setelah berabad-abad ketidaksepakatan dan pertikaian bahwa kita adalah saudara dan saudari, betapa baik hal ini telah dilakukan dan terus kita lakukan! Bapa berkenan ketika kita saling mengasihi dan kita saling mengampuni dari hati (bdk. Mat 18:35). Kemudian, Ia memberi kita Roh-Nya. Marilah kita memohon rahmat untuk tidak bercokol dan keras hati, terus-menerus menuntut berbagai hal dari orang lain. Sebagai gantinya, marilah kita mengambil langkah pertama, dalam doa, dalam perjumpaan persaudaraan, dalam amal nyata. Dengan cara ini, kita akan semakin seperti Bapa, yang mengasihi tanpa menghitung biayanya. Dan Ia akan mencurahkan Roh persatuan atas diri kita.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.