Bacaan
Ekaristi : Am. 8:4-6,9-12; Mzm. 119:2,10,20,30,40, 131; Mat. 9:9-13.
“Dengarlah
ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang
sengsara di negeri ini ... Sesungguhnya, waktu akan datang ... Aku akan
mengirimkan kelaparan ke negeri ini ... dan bukan kehausan akan air, melainkan
akan mendengarkan firman TUHAN” (Amos 8:4.11).
Hari ini peringatan Nabi Amos ini sangat tepat waktu. Berapa banyak orang miskin yang diinjak-injak di zaman kita! Berapa banyak orang miskin yang sedang dibawa menuju kehancuran! Semuanya korban dari budaya mencampakkan yang telah dikecam berkali-kali. Di antara mereka, saya tidak dapat gagal memasukkan para migran dan para pengungsi yang terus mengetuk pintu negara-negara yang semakin menikmati kemakmuran.
Lima
tahun yang lalu, selama kunjungan saya ke Lampedusa, mengenang hilangnya para
korban di laut, saya mengulangi seruan yang tak lekang oleh waktu terhadap
tanggung jawab manusiawi : “'Di mana adikmu? Darah adikmu itu berteriak
kepada-Ku dari tanah', firman Tuhan. Ini bukan pertanyaan yang ditujukan kepada
orang lain; pertanyaan tersebut ditujukan kepada saya, kepada kalian, kepada
kita masing-masing (Homili, 8 Juli 2013). Sayangnya, tanggapan terhadap seruan
ini, meskipun kadang-kadang dengan bermurah hati, belum mencukupi, dan kita
terus berduka atas ribuan kematian.
Aklamasi
Injil hari ini berisi undangan Yesus : “Marilah kepada-Ku, semua yang letih
lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Tuhan
menjanjikan penyegaran dan kebebasan bagi semua orang yang tertindas di dunia
kita, tetapi Ia membutuhkan kita untuk menggenapi janji-Nya. Ia membutuhkan
mata kita untuk melihat kebutuhan saudara-saudari kita. Ia membutuhkan tangan
kita untuk menawarkan bantuan kepada mereka. Ia membutuhkan suara kita untuk
menentang ketidakadilan yang dilakukan secara diam-diam, sering kali
melibatkan, banyak orang. Saya seharusnya benar-benar berbicara tentang banyak
keheningan : keheningan akal sehat; keheningan yang berpikir, "selalu
dilakukan dengan cara ini"; keheningan "kami" sebagai lawan
"kamu". Terutama, Tuhan membutuhkan hati kita untuk menunjukkan
kasih-Nya yang penuh kerahiman terhadap orang-orang kecil, orang-orang yang
tercampakkan, orang-orang yang terlantar, orang-orang yang terpinggirkan.
Dalam
Injil yang kita dengar, Matius mengatakan kepada kita tentang hari paling
penting dalam hidupnya, hari ketika Yesus memanggilnya. Sang penginjil dengan
jelas mencatat teguran Tuhan kepada orang-orang Farisi, yang begitu mudah
bersungut-sungut jahat : “Pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang
Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (9:13). Inilah jari yang
menunjuk pada kemunafikan yang suci hama dari orang-orang yang tidak ingin
"mengotori tangan", seperti imam atau orang Lewi dalam perumpamaan
Orang Samaria yang Baik. Inilah godaan yang sangat kuat di zaman kita sekarang.
Inilah bentuk ketertutupan hati kita terhadap orang-orang yang memiliki hak,
sama seperti kita, terhadap keamanan dan kondisi kehidupan yang bermartabat.
Hal ini membangun penyekat, nyata atau virtual, bukan jembatan.
Menghadapi
berbagai tantangan gerakan migrasi masa kini, satu-satunya tanggapan yang masuk
akal adalah kesetiakawanan dan belas kasihan. Tanggapan yang kurang
memperhatikan hitung-hitungan, selain kebutuhan pembagian tanggung jawab yang
adil, pertimbangan yang jujur dan tulus atas kemungkinan lain dan manajemen
yang bijaksana. Kebijakan yang adil adalah kebijakan untuk melayani orang,
setiap orang yang terlibat; kebijakan yang memberikan penyelesaian yang dapat
menjamin keamanan, menghormati hak dan martabat semua orang; kebijakan yang
terkait dengan kebaikan negaranya sendiri, dengan mempertimbangkan orang lain
di dunia yang semakin saling terhubung. Kepada dunia inilah orang muda
memandang.
Pemazmur
telah menunjukkan kepada kita sikap yang benar untuk mengangkat hati nurani di
hadapan Allah : “Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan
hukum-hukum-Mu di hadapanku” (Mzm 119:30). Kita semua mengharapkan agar para
pemimpin pemerintahan di dunia dan semua orang dengan berkehendak baik
bertanggung jawab terhadap jalan kebenaran dan pertimbangan yang tepat. Karena
alasan ini, kita mengikuti dengan saksama berbagai upaya masyarakat
internasional untuk menanggapi tantangan yang ditimbulkan oleh gerakan migrasi
hari ini dengan secara bijaksana memadukan kesetiakawanan dan bantuan tambahan,
serta dengan mengenali sumber daya maupun tanggung jawab.
Saya
ingin menutup dengan beberapa kata dalam bahasa Spanyol, yang ditujukan khusus
untuk umat yang berasal dari Spanyol.
Saya ingin merayakan lima tahun kunjungan saya ke Lampedusa bersama kalian, yang mewakili para penyelamat dan orang-orang yang diselamatkan di Laut Mediteranian. Saya berterima kasih kepada tim penyelamat karena mewujudkan di zaman kita perumpamaan Orang Samaria yang Baik, yang berhenti untuk menyelamatkan nyawa orang miskin yang dipukuli oleh para penyamun. Orang Samaria tersebut tidak bertanya dari mana asalnya orang itu, alasannya bepergian atau surat-suratnya ... ia hanya memutuskan untuk merawatnya dan menyelamatkan nyawanya. Kepada orang-orang yang diselamatkan, saya menegaskan kembali kesetiakawanan dan dorongan saya, karena saya sangat menyadari situasi tragis yang membuat kalian melarikan diri. Saya meminta kalian untuk terus memberi kesaksian akan harapan di dunia yang lebih peduli masa kini, dengan sedikit visi untuk masa depan dan menolak untuk berbagi. Dengan menghormati budaya dan hukum negara yang menerima kalian, semoga kalian melaksanakan secara bersama-sama jalan perpaduan tersebut.
Saya
memohon Roh Kudus untuk mencerahkan pikiran kita dan menggerakkan hati kita
untuk mengatasi semua ketakutan dan kecemasan, serta menjadikan kita sarana
yang taat dari kasih Bapa yang penuh kerahiman, siap untuk menawarkan kehidupan
kita bagi saudara-saudari kita, seperti yang dilakukan Tuhan Yesus terhadap
kita masing-masing.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.