Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI TAMAN SANTAKOS, KAUNAS (LITHUANIA) 23 September 2018 : KEHIDUPAN KRISTIANI SELALU MELIBATKAN PENGALAMAN SALIB

Bacaan Ekaristi : Keb. 2:12,17-20; Mzm. 54:3-4,5,6,8; Yak. 3:16-4:3; Mrk. 9:30-37.

Santo Markus mencurahkan seluruh bagian Injilnya pada petunjuk bagi para murid Tuhan. Tampaknya, Yesus, pada titik tengah perjalanan-Nya ke Yerusalem, menginginkan mereka untuk memperbarui pilihan mereka dalam mengikuti-Nya, memahami bahwa perjalanan tersebut akan menyebabkan saat-saat pencobaan dan nestapa. Penginjil menggambarkan masa kehidupan Yesus ini dengan menyebutkan bahwa pada tiga kesempatan Ia mengumumkan sengsara-Nya. Pada ketiga kesempatan itu, para murid mengutarakan kebingungan dan perbantahan, serta pada masing-masing kesempatan ini Tuhan ingin meninggalkan mereka sebuah ajaran. Kita baru saja mendengar kesempatan kedua dari ketiga kesempatan ini (bdk. Mrk 9:30-37).


Kehidupan kristiani selalu melibatkan pengalaman-pengalaman salib; kadang-kadang pengalaman-pengalaman tersebut tampak tak berkesudahan. Angkatan-angkatan sebelumnya masih menanggung luka-luka masa pendudukan, kesedihan yang mendalam pada orang-orang yang dideportasi, ketidakpastian berkenaan dengan orang-orang yang tidak pernah kembali, rasa malu terhadap orang-orang yang menjadi mata-mata dan pengkhianat. Kitab Kebijaksanaan berbicara kepada kita tentang orang-orang benar yang dianiaya, yang menderita penghinaan dan hukuman semata-mata karena kebaikan mereka (bdk. Keb 2: 10-12). Berapa banyak dari kalian dapat mengenali secara langsung, atau dalam sejarah beberapa anggota keluarga, dengan perikop yang baru saja kita baca? Berapa banyak dari kalian yang juga telah merasakan iman kalian terguncang karena Allah tidak tampak memihak kalian? Karena umat kalian yang tersisa tidak cukup menjadi fakta bahwa Ia campur tangan dalam sejarah kalian? Kaunas tahu tentang hal ini; Lithuania secara keseluruhan dapat menyaksikannya, antara lain masih bergidik atas penyebutan Siberia, atau perkampungan orang Yahudi di Vilnius dan Kaunas. Kalian dapat mengulangi kata-kata penghukuman yang diucapkan oleh rasul Yakobus dalam perikop dari suratnya yang kita dengar : mereka mengingini sesuatu, mereka membunuh, mereka terlibat dalam perselisihan dan pertengkaran (bdk. 4:2).

Para murid tidak ingin Yesus berbicara kepada mereka tentang dukacita dan salib; mereka ingin tidak ada hubungannya dengan pencobaan dan kesulitan. Santo Markus mengatakan kepada kita bahwa mereka tertarik pada hal-hal lain, bahwa dalam perjalanan pulang mereka memperbincangkan siapa yang terbesar di antara mereka. Saudara dan saudari : kehausan akan kekuasaan dan kemuliaan adalah tanda dari orang-orang yang gagal menyembuhkan ingatan masa lalu dan, mungkin karena alasan itu juga, untuk ambil bagian secara aktif dalam tugas-tugas masa kini. Mereka lebih suka memperbincangkan siapa yang lebih baik, yang bertindak dengan bobot yang lebih besar di masa lalu, yang lebih berhak diistimewakan daripada orang lain. Dengan cara ini, kita menyangkal sejarah kita sendiri, "yang menjadi mulia justru karena berjalan dalam sejarah pengorbanan, sejarah pengharapan dan perjuangan sehari-hari, dan sejarah kehidupan yang dijalani dalam pelayanan dan kesetiaan pada pekerjaan yang melelahkan" (Evangelii Gaudium, 96). Menolak terlibat dalam membangun masa kini adalah sikap yang sia-sia dan tak berguna, karena penolakan tersebut telah kehilangan kontak dengan perjuangan bangsa kita yang setia. Kita tidak bisa seperti “orang-orang bijak” rohani yang hanya menilai dari jauh dan terus-menerus membicarakan tentang “apa yang seharusnya dilaksanakan” (bdk. Evangelii Gaudium, 96).

Yesus, mengetahui apa yang sedang diperbincangkan para murid, memberi mereka obat penawar untuk perjuangan mereka guna mendapatkan kekuasaan dan penolakan mereka terhadap pengorbanan. Dan untuk membuat seluruh ajaran-Nya semakin sungguh-sungguh, Ia duduk, bak seorang guru, memanggil mereka dan menempatkan seorang anak di tengah-tengah mereka; macam anak yang akan mendapatkan sedikit uang untuk melakukan pekerjaan yang tidak sudi dilakukan orang lain. Siapakah yang akan ditempatkan Yesus di tengah-tengah kita hari ini, di sini, pada hari Minggu pagi ini? Siapakah yang seharusnya menjadi yang terkecil, yang termiskin di tengah-tengah kita, siapa yang seharusnya kita sambut seratus tahun setelah kemerdekaan kita? Siapakah yang tidak bisa memberikan apa-apa kepada kita, guna membuat upaya kita dan pengorbanan kita bermanfaat? Mungkin minoritas-minoritas etnis di kota kita. Atau pengangguran yang harus melakukan emigrasi. Mungkin orang-orang lanjut usia yang kesepian, atau orang-orang muda yang tidak menemukan makna kehidupan karena mereka telah kehilangan akar mereka.

"Di tengah-tengah mereka" berarti berjarak sama dengan semua orang, sehingga tak seorang pun yang dapat menggugat tidak diperhatikan, tak seorang pun yang dapat membantah bahwa itu adalah "tanggung jawab orang lain" karena "aku tidak melihatnya", atau "aku berada lebih jauh jauh". Dan tanpa seorang pun yang memamerkan dirinya sendiri, ingin mendapatkan pujian atau khusus untuk dipuji.

Di sana, di kota Vilnius, sungai Vilnia mengalirkan airnya dan kehilangan namanya ke Neris; di sini, Neris sendiri kehilangan namanya mengalirkan airnya ke Neman. Hal ini mengingatkan kita tentang apa artinya menjadi sebuah Gereja yang sedang bergerak, tidak takut pergi keluar dan terlibat, bahkan ketika mungkin tampaknya agar kita mencurahkan diri, kehilangan diri, pergi ke luar menuju orang-orang yang lemah, orang-orang yang terlantar, orang-orang yang tinggal di pinggiran kehidupan. Namun juga memahami bahwa pergi ke luar juga berarti berhenti sejenak, untuk mengesampingkan kekhawatiran dan kecemasann kita, serta memperhatikan, mendengarkan dan menemani orang-orang yang dibiarkan di pinggir jalan. Kadang-kadang, pergi keluar berarti bertindak seperti sang ayah dalam perumpamaan anak yang hilang, yang menunggu di pintu kepulangannya, membuka pintu segera setelah ia tiba (bdk. Evangelii Gaudium, 96). Di lain waktu, seperti para murid, kita perlu belajar bahwa dengan menyambut seorang anak kecil, kita menyambut Yesus sendiri.

Itulah sebab kita berada di sini hari ini. Kita ingin menyambut Yesus, dalam sabda-Nya, dalam Ekaristi, dalam anak-anak-kecil-Nya. Menyambut-Nya sehingga Ia dapat menyembuhkan ingatan kita dan menyertai kita di masa sekarang ini yang menghadirkan berbagai tantangan dan berbagai penunjuk arah yang menarik kepada kita, sehingga kita dapat mengikuti-Nya sebagai murid-murid-Nya. Karena tidak ada manusia sejati yang tidak menemukan gema di dalam hati murid-murid Kristus. Kita merasakan sebagai sukacita dan pengharapan kita, kesengsaraan dan penderitaan orang-orang zaman kita, khususnya kaum miskin dan siapa saja yang menderita (bdk. Gaudium et Spes, 1). Karena alasan ini, dan karena sebagai komunitas kita merasakan kesetiakawanan yang sesungguhnya dan mendalam dengan seluruh umat manusia - di sini di kota ini dan di seluruh Lithuania - dan sejarahnya (bdk. Gaudium et Spes, 1), kita ingin menghabiskan hidup kita dalam pelayanan yang penuh sukacita, dan dengan demikian memperkenalkan kepada semua orang bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengharapan kita.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.