Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 18 Oktober 2018 : TIGA BENTUK KEMISKINAN YANG HARUS DIJALANI SEORANG MURID

Bacaan Ekaristi : 2Tim. 4:10-17b; Mzm. 145:10-11,12-13ab,17-18; Luk. 10:1-9.

Dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi 18 Oktober 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus mengulas tiga bentuk kemiskinan yang harus dijalani seorang murid : kemiskinan yang pertama adalah meninggalkan kekayaan, dengan hati yang tidak terikat uang, kemiskinan yang kedua adalah menerima penganiayaan, besar atau kecil, bahkan fitnah, oleh karena Injil, dan kemiskinan yang ketiga adalah kemiskinan karena kesepian, merasa sendirian di akhir hayat. Beliau mengawali permenungannya dengan Doa Pembukaan, yang menekankan bahwa melalui Santo Lukas, Tuhan ingin mengungkapkan kesukaan-Nya terhadap orang-orang miskin. Bacaan Injil hari itu (Luk 10:1-9) kemudian berbicara tentang pengutusan 72 murid ke dalam kemiskinan - "Janganlah membawa pundi-pundi, bekal atau kasut" - karena Tuhan menginginkan jalan sang murid menjadi jalan kemiskinan. Murid yang terikat pada uang atau kekayaan bukanlah murid yang sejati.


Oleh karena itu, seluruh homili Paus Fransiskus ditandai oleh "tiga tahap" kemiskinan dalam kehidupan para murid, tiga cara menjalaninya. Kemiskinan yang pertama, sesungguhnya, adalah tidak terikat uang dan kekayaan serta merupakan "keadaan untuk memulai jalan kemuridan". Kemiskinan yang pertama mencakup memiliki "hati yang miskin", sedemikian rupa sehingga "jika dalam karya kerasulan ada kebutuhan akan tatanan atau organisasi yang tampaknya menjadi tanda kekayaan, pergunakanlah kekayaan tersebut dengan baik - tetapi tidak terikat", Paus Fransiskus memperingatkan. Dalam Injil orang muda kaya, pada kenyataannya, menggerakkan hati Yesus tetapi kemudian tidak dapat mengikuti Tuhan karena ia memiliki "hati yang melekat pada kekayaan". "Jika kamu ingin mengikuti Tuhan, pilihlah jalan kemiskinan dan jika kamu memiliki kekayaan karena Tuhan memberikan kekayaan tersebut kepadamu, untuk melayani orang lain, tidak terikat kekayaan menjadi kebutuhanmu. Seorang murid tidak boleh takut akan kemiskinan, dan sebaliknya : ia harus menjadi miskin", kata Paus Fransiskus menjelaskan.

Bentuk kedua dari kemiskinan adalah penganiayaan. Dalam perikop Injil hari itu, pada kenyataannya, Tuhan selalu mengutus para murid "seperti domba di tengah serigala". Dan bahkan saat ini ada banyak orang kristiani yang dianiaya dan difitnah karena Injil:

Kemarin, di Aula Sinode, seorang uskup dari salah satu negara di mana ada penganiayaan berbicara tentang seorang bocah Katolik yang dibawa oleh sekelompok bocah yang membenci Gereja, para fundamentalis; ia dipukuli dan kemudian dilemparkan ke dalam bak air dengan lumpur yang dilemparkan kepadanya sampai setinggi leher : "Katakanlah untuk terakhir kalinya: apakah kamu meninggalkan Yesus Kristus?" - "Tidak!". Mereka merajam dan membunuhnya. Kita semua telah mendengarnya. Dan ini bukan dari abad-abad pertama : ini dari dua bulan yang lalu! Ini adalah sebuah contoh. Berapa banyak umat Kristiani dewasa ini mengalami penganiayaan fisik : "Oh, itu adalah penghujatan! Menuju tiang gantungan!".

Paus Fransiskus kemudian mengingatkan bahwa ada juga bentuk-bentuk penganiayaan lain: Ada penganiayaan akibat fitnah, penganiayaan akibat desas-desus, dan umat Kristiani sabar menghadapi "kemiskinan" ini dalam keheningan. Kadang-kadang perlu untuk membela diri kita agar tidak menimbulkan skandal ... Penganiayaan-penganiayaan kecil di lingkungan, di paroki ... kecil, tetapi penganiayaan-penganiayaan tersebut adalah buktinya : bukti kemiskinan. Tuhan meminta bentuk kemiskinan kedua dari kita. Kemiskinan yang pertama, meninggalkan kekayaan, tidak memiliki hati yang melekat pada kekayaan; kemiskinan yang kedua, menerima penganiayaan dengan rendah hati, sabar menghadapi penganiayaan. Inilah bentuk kemiskinan.

Kemudian, ada bentuk kemiskinan yang ketiga : kemiskinan karena kesendirian, kemiskinan karena ditinggalkan. Contoh dari kemiskinan ini adalah Bacaan Pertama hari itu (2Tim 4:10-17b), yang di dalamnya "Paulus yang luar biasa", "yang tidak takut pada apa pun", mengatakan bahwa dalam pembelaannya yang pertama di pengadilan, tidak ada seorangpun yang membantunya : "semuanya meninggalkan aku". Namun ia menambahkan bahwa Tuhan dekat dengannya dan memberinya kekuatan. Oleh karena itu, Paus Fransiskus berhenti sejenak pada kemiskinan karena peninggalan yang dialami seorang murid : bagaimana bisa terjadi pada seorang anak laki-laki atau anak perempuan berusia 17 atau 20 tahun, yang dengan antusias meninggalkan kekayaan untuk mengikuti Yesus, kemudian "dengan kekuatan dan kesetiaan" sabar menghadapi "fitnah, penganiayaan setiap hari, kecemburuan", "penganiayaan kecil atau besar ", dan pada akhirnya Tuhan juga dapat meminta "kesepian akhir hayat" dari mereka :

Saya memikirkan manusia terbesar dalam umat manusia, dan definisi ini berasal dari mulut Yesus : Yohanes Pembaptis; manusia terbesar yang lahir dari seorang perempuan. Sang pengkhotbah yang agung : orang-orang pergi kepadanya untuk dibaptis. Bagaimana akhirnya? Sendirian; di dalam penjara. Bayangkanlah, bagaimana dengan kamar tahanan dan kamar tahanan waktu itu, karena jika kamar tahanan sekarang seperti itu, pikirkan tentang hal itu ... Sendirian, terlupakan, dibantai karena kelemahan seorang raja, kebencian seorang perempuan sundal dan birahi seorang gadis : itulah bagaimana akhir sang manusia terbesar dalam sejarah. Dan tanpa berjalan sejauh itu, berkali-kali di panti-panti jompo di mana ada para imam atau para biarawati yang telah menghabiskan hidup mereka untuk berkhotbah, mereka merasa sendirian, hanya bersama Tuhan, tidak ada orang lain yang mengingat mereka.

Ada suatu bentuk kemiskinan yang dijanjikan Yesus kepada Petrus sendiri, dengan mengatakan kepadanya : "Ketika kamu masih muda, kamu pergi ke tempat yang kamu inginkan; ketika kamu sudah tua, mereka akan membawa kamu ke tempat yang tidak kamu inginkan". Oleh karena itu, murid miskin, dalam arti bahwa ia tidak melekat pada kekayaan dan inilah langkah pertama. Kemudian ia miskin karena "ia sabar menghadapi penganiayaan besar atau kecil", dan - langkah ketiga - ia miskin karena ia masuk ke dalam keadaan pikiran merasa ditinggalkan pada akhir hayatnya. Pada kenyataannya, jalan Yesus sendiri berakhir dengan doa itu kepada Bapa: "Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?". Oleh karena itu, ajakan penutup dari Paus Fransiskus adalah mendoakan semua murid, "imam, biarawati, uskup, paus, awam", sehingga mereka "dapat mengetahui cara berjalan di jalan kemiskinan seperti yang diminta oleh Tuhan".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.