Bacaan Ekaristi : Gal. 1:6-12; Mzm. 111:1-2,7-8,9,10c; Luk. 10:25-37.
Sebuah
undangan untuk menjadi "umat kristiani yang bertekad", umat kristiani
yang "tidak takut mendapati tangan mereka kotor, pakaian mereka, ketika
mereka mendekat", umat kristiani "terbuka terhadap
kejutan-kejutan" dan yang, seperti Yesus, "membayar untuk orang
lain". Itu adalah kata-kata yang disampaikan Paus Fransiskus selama
homilinya pada misa harian Senin pagi 8 Oktober 2018 di Casa Santa Marta,
Vatikan. Mengacu pada Bacaan Injil hari itu (Luk 10:25-37), Paus Fransiskus
mengulas "enam watak" dari perumpamaan yang diceritakan oleh Yesus
kepada para ahli Taurat yang, untuk "mencobai"-Nya, bertanya
kepada-Nya : "Siapakah sesamaku manusia?". Kemudian beliau
menyebutkan keenam watak tersebut, yaitu para penyamun, orang yang terluka, imam,
orang Lewi, orang Samaria, dan pemilik penginapan.
Para
penyamun yang "memukuli orang itu", "meninggalkannya setengah
mati"; imam yang ketika melihat orang yang terluka itu
"melewatinya", tanpa memperhitungkan perutusannya, hanya memikirkan
"jam Misa" yang akan segera terjadi. Demikian juga yang dilakukan
orang Lewi, "orang yang berbudaya Hukum Taurat". Paus Fransiskus
mendesak kita untuk merenungkan "melewati", sebuah konsep yang -
beliau katakan - "harus masuk ke dalam hati kita hari ini". Beliau
mengamati bahwa dua "pejabat" tersebut yang "tidak
plin-plan" dengan siapa mereka dengan mengatakan: "bukan
bagianku" membantu orang yang terluka. Sebaliknya, orang yang "tidak
melewati" adalah orang Samaria, "yang adalah orang berdosa, orang
yang dikucilkan oleh orang-orang Israel" : "sang pendosa
terbesar" - Paus Fransiskus menggarisbawahi - "ia memiliki belas
kasih". Mungkin - beliau mencatat - ia adalah "seorang pedagang yang
sedang bepergian untuk berbisnis", juga:
Ia
tidak melihat jam tangannya, tidak memikirkan darah. "Ia mendekat
kepadanya - ia turun dari keledainya - ia membalut luka-lukanya, menyiraminya
dengan minyak dan anggur". Tangannya kotor, mendapati bajunya kotor".
Lalu ia menaikkannya ke atas keledai tunggangannya, membawanya ke sebuah tempat
penginapan", semuanya kotor ... darah ... Dan maka ia harus ke sana.
"Dan ia merawatnya". Ia tidak mengatakan : "Tetapi, aku akan
meninggalkan dia di sini, hubungi dokter yang bersedia datang. Aku akan pergi,
aku sudah melakukan bagianku". Tidak. "Ia merawat", mengatakan :
"Sekarang kamu milikku, bukan sebuah harta milik, tetapi untuk
melayanimu". Ia bukan seorang pejabat, ia adalah seorang manusia dengan
sebuah hati, seorang manusia dengan sebuah hati yang terbuka.
Paus
Fransiskus kemudian berbicara tentang pemilik penginapan yang
"tertegun" melihat "seorang asing", "seorang
kafir" - demikianlah kita katakan - karena ia bukan orang Israel"
yang berhenti untuk menyelamatkan orang itu, menyerahkan "dua dinar"
dan berjanji untuk membayar seluruh biaya setelah kepulangannya. Pemilik
penginapan tidak meragukan bahwa ia akan menerima apa yang terhutang, kata Paus
Fransiskus, itulah reaksi orang yang mengalami sebuah kesaksian, orang yang
terbuka terhadap kejutan-kejutan Allah, sama seperti orang Samaria.
Keduanya
bukan pejabat. "Apakah kamu orang kristiani? Apakah kamu kristiani?".
"Ya ya ya, saya pergi ke Misa pada hari Minggu dan saya berusaha melakukan
hal yang benar ... sedikit berbicara, karena saya selalu suka berbicara, tetapi
sisanya saya lakukan dengan baik". Apakah kamu terbuka? Apakah Anda
terbuka terhadap kejutan-kejutan Allah atau apakah kamu seorang pejabat
kristiani, tertutup? "Saya melakukan ini, saya pergi ke Misa pada hari
Minggu, Komuni, Pengakuan Dosa setahun sekali, ini, ini ... saya tulus ikhlas".
Ini adalah para pejabat kristiani, mereka yang tidak terbuka terhadap
kejutan-kejutan Allah, mereka yang tahu banyak tentang Allah tetapi tidak
bertemu Allah. Mereka yang tidak pernah merasa kagum di hadapan sebuah
kesaksian. Sebaliknya : mereka tidak mampu memberikan kesaksian.
Oleh karena itu, Paus Fransiskus mendesak semua orang, "umat awam dan para gembala", untuk menanyakan pada diri sendiri apakah kita orang kristiani yang terbuka terhadap apa yang diberikan Tuhan kepada kita "setiap hari", "terhadap kejutan-kejutan Allah yang sering, seperti Samaria ini, menyulitkan kita", atau apakah kita seorang pejabat kristiani, melakukan apa yang seharusnya, merasa bahwa kita mematuhi "peraturan" dan kemudian dibatasi oleh peraturan yang sama. Beberapa teolog kuno, kata Paus Fransiskus, mengatakan bahwa di dalam perikop ini "seluruh Injil" termaktub.
Kita
masing-masing adalah orang itu, orang terluka, dan orang Samaria adalah Yesus.
Dan ia menyembuhkan luka-luka kita. Ia mendekati kita. Ia merawat kita. Ia
membayari kita. Dan Ia berkata kepada Gereja : "Tetapi jika engkau
membutuhkan lebih banyak, engkau bayar, Aku akan kembali dan Aku akan
membayari". Pikirkan tentang hal ini : dalam perikop inilah seluruh Injil
berada.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.