Bacaan
Ekaristi : Gal. 1:13-24; Mzm. 139:1-3,13-14ab,14c-15; Luk. 10:38-42.
Maria
dan Marta mengajarkan kita bagaimana kehidupan kristiani harus dijalani : jatuh
cinta kepada Tuhan. Itulah pesan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa
harian Selasa pagi 9 Oktober 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau mengajak
kita untuk merenungkan cara kita bekerja maupun saat kita melakukan
kontemplasi.
Agar
tidak tersesat dalam kehidupan kita sebagai umat kristiani, kuncinya adalah
“jatuh cinta” kepada Tuhan, dan diilhami oleh-Nya dalam tindakan-tindakan kita.
Inilah perihal kehidupan kristiani yang digambarkan Santo Paulus dalam Bacaan
Pertama liturgi hari itu (Gal 1:13-24). Harus ada keseimbangan antara
"kontemplasi dan pelayanan", dua ciri yang digambarkan dalam Bacaan
Injil liturgi hari itu (Luk 10:38-42), yang berpusat pada tokoh Marta dan
Maria, saudara perempuan Lazarus dari Betania, yang menyambut Yesus ke dalam
rumah mereka sebagai seorang tamu.
Melalui
tindakan-tindakan mereka, Paus Fransiskus menjelaskan, kedua perempuan
bersaudara ini, “mengajarkan kita bagaimana kita seharusnya berjalan maju dalam
kehidupan kristiani”. Maria “mendengarkan Tuhan”, sementara Marta “terbagi
perhatiannya”, karena ia sibuk dengan pelayanan”. Paus Fransiskus menggambarkan
Marta sebagai salah seorang perempuan yang "tangguh", bahkan mampu
menegur Tuhan karena tidak hadir pada saat kematian saudaranya, Lazarus. Ia
tahu bagaimana mengemukakan dirinya, dan sangat berani. Namun ia tidak memiliki
"kontemplasi", dan tidak sudi "kehilangan waktu menatap
Tuhan" :
Ada begitu banyak orang kristiani, ya, mereka pergi ke misa pada hari Minggu, tetapi mereka selalu sibuk. Mereka tidak punya waktu untuk anak-anak mereka, mereka tidak bermain dengan anak-anak mereka. Ini buruk. “Banyak yang harus kulakukan, aku sangat sibuk…” [kata mereka]. Dan pada akhirnya mereka menjadi para penganut agama yang sibuk : mereka termasuk kelompok orang sibuk, yang selalu sedang melakukan berbagai hal ... Tetapi berhentilah, tataplah Tuhan, ambillah Injil, dengarkanlah Sabda Tuhan, bukalah hatimu ... Tidak: selalu bahasa tangan, selalu. Dan mereka melakukan kebaikan, tetapi bukan kebaikan orang kristiani : kebaikan manusia. Orang-orang ini tidak memiliki kontemplasi. Marta tidak memiliki hal itu. [Ia] berani, selalu berjalan maju, mengerjakan berbagai hal, tetapi tidak memiliki kedamaian : kehilangan waktu menatap Tuhan.
Di sisi lain, Maria tidak duduk-duduk “tidak melakukan apapun”. Ia “menatap Tuhan karena Tuhan telah menjamah hatinya; dan dari sana, dari ilham Tuhan itu, datanglah pekerjaan yang harus ia lakukan nanti. ”Inilah aturan Santo Benediktus“, Ora et labora”, “berdoa dan bekerja”, yang dijelmakan oleh para biarawan dan biarawati di dalam biara, yang tentu saja tidak menghabiskan seluruh hari dengan menatap langit. Mereka berdoa dan bekerja. ”Dan ini terutama dijelmakan oleh Santo Paulus, seperti yang ditulisnya dalam Bacaan pertama hari itu :“Ketika Allah memilihnya”, kata Paus Fransiskus, “ia tidak pergi berkhotbah” dengan segera, tetapi sebaliknya “pergi berdoa", "merenungkan misteri Yesus Kristus yang diwahyukan":
Segala sesuatu yang dilakukan Paulus, ia lakukan dengan semangat kontemplasi ini, semangat menatap Tuhan. Tuhanlah yang berbicara dari hatinya, karena Paulus jatuh cinta kepada Tuhan. Dan inilah kunci untuk tidak tersesat: "jatuh cinta". Untuk mengetahui di sisi mana kita berada, atau apakah kita melebih-lebihkan karena kita sedang masuk ke dalam suatu kontemplasi yang terlalu abstrak, bahkan gnostik; atau apakah kita terlalu sibuk; kita harus mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri : “Apakah aku jatuh cinta kepada Tuhan? Apakah aku yakin, yakin bahwa Ia telah memilihku? Atau apakah aku menjalani kekristenanku seperti ini, melakukan berbagai hal ... Ya, aku melakukan ini, aku melakukan itu; Tetapi apa yang dilakukan hatiku? Apakah hatiku berkontemplasi?
Paus
Fransiskus mengatakan kontemplasi dan pelayanan bagaikan seorang suami yang
pulang kerja, dan mendapati istrinya sedang menunggu untuk menyambutnya :
Seorang istri yang benar-benar jatuh cinta tidak membuatnya rileks, dan
kemudian sang istri kembali melakukan tugas-tugasnya; ia “meluangkan waktu
untuk bersama sang suami”. Kita juga meluangkan waktu untuk Tuhan dalam
pelayanan kita bagi orang lain:
Kontemplasi
dan pelayanan : inilah jalan hidup kita. Kita masing-masing dapat memikirkan
diri kita, “Berapa banyak waktu setiap hari yang aku berikan untuk merenungkan
misteri Yesus?” Dan kemudian, “Bagaimana aku bekerja? Apakah aku bekerja keras
sehingga tampaknya ada keterasingan? Atau apakah pekerjaanku sesuai dengan
imanku, bekerja sebagai pelayanan yang berasal dari Injil?” Ada baiknya kita
sudi mempertimbangkan hal ini.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.