Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 8 November 2018 : MEMBERI KESAKSIAN, MENGGERUTU, MENGAJUKAN PERTANYAAN

Bacaan Ekaristi : Flp. 3:3-8a; Mzm. 105:2-3,4-5,6-7: Luk. 15:1-10.

Memberi kesaksian, menggerutu, mengacukan pertanyaan. Inilah tiga kata yang ditekankan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Kamis pagi 8 November 2018 di Casa Santa Marta pada hari Kamis. Beliau merenungkan Bacaan Injil hari itu (Luk 15:1-10), yang dimulai dengan kesaksian yang diberikan oleh Yesus : para pemungut cukai dan orang-orang berdosa mendekati Dia dan mendengarkan Dia; serta Ia makan bersama mereka.


Kata pertama adalah "kesaksian" Yesus yang, dikatakan Paus Fransiskus, "merupakan hal baru untuk saat itu, karena pergi kepada orang-orang berdosa membuat kamu najis, seperti menyentuh penderita kusta". Karena alasan ini, para ahli Taurat menjauhi mereka. Paus Fransiskus mencatat bahwa memberi kesaksian tidak pernah "menjadi hal yang mudah, baik bagi para saksi - yang sering membayarnya dengan kemartiran - maupun bagi orang yang berkuasa".

Memberi kesaksian adalah melanggar kebiasaan, suatu cara menjadi adanya ... Melanggarnya demi menjadi lebih baik, mengubahnya. Karena alasan ini, Gereja berkembang melalui kesaksian. Apa yang menarik [bagi orang-orang] adalah kesaksian. Bukan kata-kata, yang membantu, ya; tetapi kesaksian adalah apa yang menarik, dan apa yang membuat Gereja bertumbuh. Kesaksian adalah suatu hal yang baru, tetapi tidak sepenuhnya baru, karena belas kasih Allah juga ada dalam Perjanjian Lama. Mereka, para ahli Taurat ini, tidak pernah mengerti arti kata-kata itu : "Aku menginginkan belas kasih dan bukan pengorbanan". Mereka telah membaca tentang belas kasih, tetapi mereka tidak mengerti apa itu. Dan Yesus, dengan cara bertindak-Nya, mewartakan belas kasih ini dengan kesaksian-Nya.

Kesaksian, Paus Fransiskus mengulangi, "selalu mematahkan kebiasaan", dan juga "menempatkanmu pada resiko".  Kenyataannya, Paus Fransiskus mengatakan, kesaksian Yesus menyebabkan orang-orang bersungut-sungut. Orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, para alim ulama menggerutu tentang Dia, berkata, “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka". Mereka tidak mengatakan, “Lihat, orang ini tampaknya baik karena ia berusaha untuk mempertobatkan orang-orang berdosa”. Inilah, Paus Fransiskus, sikap yang selalu membuat komentar buruk “untuk menghancurkan orang yang memberi kesaksian”. Dosa menggerutu tentang orang lain, beliau mengatakan, adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, secara besar maupun kecil. Dalam kehidupan kita sendiri, kita dapat menemukan diri kita bersungut-sungut “karena kita tidak menyukai sesuatu atau orang lain”; dan bukannya berdialog, atau "berusaha menyelesaikan situasi perseteruan, kita diam-diam menggerutu, selalu dengan bergumam, karena tidak ada keberanian untuk berbicara dengan jelas".

Dan demikianlah yang terjadi, beliau mengatakan, bahkan dalam masyarakat-masyarakat yang lebih kecil, “dalam paroki-paroki”. “Seberapa sering ada sungut-sungut dalam paroki-paroki?”, beliau bertanya, menunjukkan bahwa setiap kali “aku tidak suka kesaksian, atau ada orang yang tidak aku suka, segera pecah sungut-sungut".

Dan dalam keuskupan-keuskupan? Pertikaian ‘di dalam keuskupan’ ... Pertikaian internal di dalam keuskupan. Kamu mengetahui hal ini. Dan juga dalam politik. Dan hal ini buruk. Ketika pemerintah tidak jujur, ia berusaha membungkam lawan-lawannya dengan bersungut-sungut. Selalu ada fitnah, umpatan, selalu mencari sesuatu [untuk dikritik]. Dan kamu sangat mengenal pemerintahan yang sewenang-wenang, karena kamu telah mengalaminya. Apa yang membuat sebuah pemerintahan bersifat sewenang-wenang? Mengambil kendali pertama sarana komunikasi dengan sebuah hukum, dan dari sana, pemerintahan tersebut mulai bersungut-sungut, meremehkan semua orang yang membahayakan pemerintah. Sungut-sungut adalah roti harian kita, pada tingkatan pribadi, keluarga, paroki, keuskupan, tingkatan sosial.

Inilah perihal menemukan cara "untuk tidak melihat kenyataan", kata Paus Fransiskus, "tidak mengizinkan orang untuk berpikir". Yesus mengetahui hal ini, kata Paus Fransiskus, tetapi Tuhan itu baik, dan "bukannya mengutuk mereka karena bersungut-sungut”, Ia mengajukan sebuah pertanyaan. Ia menggunakan metode yang mereka gunakan". Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan niat jahat, untuk mencobai Yesus, "untuk membuat Ia jatuh"; seperti, misalnya, ketika mereka bertanya kepada-Nya tentang membayar pajak, atau tentang perceraian. Yesus bertanya kepada mereka, dalam Injil hari ini, “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?". Dan "hal yang lumrah agar mereka mengerti”; ketimbang mereka melakukan perhitungan : “Aku mempunyai 99 ekor”, jadi bagaimana jika ada satu ekor yang hilang? :

'Kami akan membiarkan yang satu ekor ini binasa, serta dalam neraca hal itu akan menghasilkan keuntungan dan kerugian, dan kami akan menyelamatkan yang 99 ekor'. Inilah nalar para ahli Taurat. 'Siapa di antara kamu?' Dan pilihan mereka adalah kebalikan dari pilihan Yesus. Karena alasan ini, mereka tidak pergi berbicara dengan orang-orang berdosa, mereka tidak pergi ke para pemungut cukai, mereka tidak pergi karena 'lebih baik tidak mengotori diriku dengan orang-orang ini, itu sebuah resiko. Marilah kita menyelamatkan diri kita'. Yesus ulung dengan menanyakan kepada mereka pertanyaan ini : Ia masuk ke dalam permainan kata-kata mereka, tetapi menempatkan mereka pada posisi yang bertentangan dengan apa yang benar. “Siapa di antara kamu?'. Dan tidak seorang pun dari mereka yang berkata, 'Ya, itu benar,' tetapi mereka semua berkata, 'Tidak, tidak, aku tidak akan melakukannya'. Dan karena alasan ini mereka tidak dapat mengampuni, bermurah hati, menerima.

Akhirnya, Paus Fransiskus merangkum tiga "kata" yang di sekitarnya ia membangun permenungannya : “kesaksian”, yang menggugah, dan membuat Gereja bertumbuh; "bersungut-sungut", yang bagaikan "penjaga batin diriku, sehingga kesaksian tidak melukaiku"; dan "pertanyaan" Yesus. Paus Fransiskus kemudian menambahkan kata lainnya : sukacita, pesta, yang tidak diketahui orang-orang ini : "Semua orang yang mengikuti jalan para ahli Taurat, tidak mengenal sukacita Injil", beliau mengatakan. Dan beliau mengakhiri dengan doa, "Agar Tuhan sudi membuat kita memahami nalar Injil ini, berbeda dengan nalar dunia".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.