Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 17 Januari 2019 : SABDA ALLAH BUKAN IDEOLOGI MELAINKAN MERUPAKAN KEHIDUPAN YANG MEMBUAT KITA BERTUMBUH

Bacaan Ekaristi : Ibr. 3:7-14; Mzm. 95:6-7,8-9,10-11; Mrk. 1:40-45.

Bagi umat Kristiani, apa artinya memiliki "hati yang sesat", hati yang dapat mengarah kepada kepicikan, ideologi, dan permufakatan? Itulah tema homili Paus Fransiskus pada Misa harian Kamis pagi 17 Januari 2019 di Casa Santa Marta, Vatikan.

“Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup" (Ibr 3:12). Inilah “pesan” yang keras, “peringatan”, Paus Fransiskus menyebutnya demikian, yang dialamatkan penulis kitab Ibrani kepada umat Kristiani dalam liturgi hari ini. Paus Fransiskus memperingatkan bahwa umat Kristiani, dengan segenap anggotanya - “para imam, para biarawati, para uskup” - menghadapi bahaya “tergelincir ke arah hati yang sesat” ini.


Tetapi apa arti peringatan ini bagi kita? Paus Fransiskus berfokus pada tiga kata, kembali diambil dari Bacaan Pertama (Ibr. 3:7-14), yang dapat membantu kita untuk memahami : "keras hati", "tegar hati", dan "tipu daya".

Hati yang keras adalah hati yang “tertutup”, “yang tidak mau bertumbuh, yang membela dirinya sendiri, yang tertutup dengan dirinya sendiri”. Dalam kehidupan hal ini bisa terjadi oleh karena banyak faktor; seperti, misalnya, "kesedihan yang luar biasa", karena, sebagaimana dijelaskan oleh Paus Fransiskus, "berhembus mengeraskan kulit". Hati yang keras terjadi, beliau mengatakan, pada murid-murid Emaus, juga pada Santo Tomas Rasul. Dan siapa pun yang tetap berada dalam "sikap buruk" ini bersifat "menakutkan"; dan "hati yang busuk bersifat pengecut":

Kita dapat bertanya pada diri kita : Apakah aku memiliki hati yang keras, apakah aku memiliki hati yang tertutup? Apakah aku memperkenankan hatiku bertumbuh? Apakah aku takut hatiku akan bertumbuh? Dan kita selalu bertumbuh dengan cobaan, dengan kesulitan, kita bertumbuh ketika kita semua bertumbuh sebagai anak-anak : kita belajar berjalan dengan terjatuh. Dari merangkak hingga berjalan, berapa kali kita terjatuh! Tetapi kita bertumbuh melalui kesulitan. Kekerasan. Dan, apakah hati tetap tertutup. Tetapi siapa yang tetap tertutup dalam hal ini? "Siapa mereka, bapa?" Mereka adalah para pengecut. Ketidakberanian adalah sikap buruk dalam diri seorang Kristiani, ia tidak memiliki keberanian untuk hidup. Ia tertutup ...

Kata kedua adalah "tegar hati" : Dalam Bacaan Pertama, kita membaca, "Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan 'hari ini'', supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa"; dan inilah "gugatan yang dibuat Stefanus kepada orang-orang yang akan melemparinya dengan batu sesudahnya". Tegar hati adalah "keras kepala yang bersifat rohani" : hati yang tegar - Paus Fransiskus menjelaskan - bersifat "memberontak", "keras kepala", tertutup oleh pikirannya sendiri, tidak "terbuka terhadap Roh Kudus". Inilah raut wajah "para ideolog", dan orang-orang yang sombong dan congkak:

Ideologi adalah [semacam] ketegaran. Sabda Allah, rahmat Roh Kudus bukanlah ideologi: Sabda Allah adalah kehidupan yang membuatmu bertumbuh, selalu, [yang membuatmu] maju, dan juga membuka hatimu terhadap tanda-tanda Roh, terhadap tanda-tanda zaman. Tetapi ketegaran hati juga merupakan kebanggaan, ketegaran hati adalah kesombongan. Keras kepala, keras kepala itu yang sangat membahayakan : hati yang tertutup, yang keras - kata pertama - mereka adalah para pengecut; yang keras hati, keras kepala, seperti dikatakan teks berkenaan dengan ideologi. Tetapi apakah aku memiliki hati yang keras? Kita masing-masing harus memikirkan hal ini. Apakah aku dapat mendengarkan orang lain? Dan jika aku berpikir berbeda, apakah aku mengatakan, "Tetapi aku memikirkan hal ini ..." Apakah aku mampu berdialog? Tegar hati bukanlah dialog, mereka tidak tahu caranya, karena mereka selalu membela diri dengan gagasan-gagasan, mereka adalah para ideolog. Dan betapa banyak kerugian yang dilakukan oleh para ideolog terhadap umat Allah, betapa banyak bahaya! Karena mereka menutup jalan terhadap karya Roh Kudus.

Akhirnya, untuk membantu kita memahami bagaimana tidak tergelincir ke dalam resiko memiliki hati yang sesat, Paus merenungkan kata "tipu daya" : tipu daya dosa, dipergunakan oleh iblis, "sang penggoda besar", "teolog besar tetapi tanpa iman, dengan kebencian", yang ingin "memasuki dan menguasai" hati serta tahu bagaimana melakukannya. Jadi, Paus Fransiskus menyimpulkan, “hati yang sesat adalah hati yang memperkenankan dirinya ditipu daya; dan tipu daya menuntunnya kepada keras kepala, terhadap ketertutupan, dan banyak hal lainnya” :

Dan dengan tipu daya, entah kamu bertobat dan mengubah hidupmu maupun kamu berusaha untuk bermufakat : tetapi sedikit di sini dan sedikit di sana, sedikit di sini dan sedikit di sana. "Ya, ya, aku mengikuti Tuhan, tetapi aku menyukai tipu daya ini, tetapi hanya sedikit ...". Dan kamu mulai menjalani kehidupan kristiani yang ganda. Mempergunakan perkataan Elia yang luar biasa kepada orang-orang Israel pada saat itu : “Kamu berlaku timpang". Berlaku timpang, tanpa kaki yang kuat. Ini adalah kehidupan dengan permufakatan : “Ya, aku adalah orang Kristiani, aku mengikuti Tuhan, ya, tetapi aku memperkenankan hal ini masuk ...”. Dan seperti inilah suam-suam kuku, mereka yang selalu bermufakat : umat Kristiani yang bermufakat. Kita juga sering melakukan hal ini: bermufakat. Bahkan ketika Tuhan memperkenankan kita mengenal jalan, bahkan dengan perintah-perintah, juga dengan inspirasi Roh Kudus, tetapi aku lebih menyukai sesuatu yang lain, dan aku berusaha menemukan jalan untuk menuruni dua rel, tertatih-tatih dengan kedua kaki.

Paus Fransiskus mengakhiri, “Oleh karena itu, semoga Roh Kudus mencerahkan kita sehingga tidak seorang pun sudi memiliki hati yang sesat : hati yang keras, yang akan menuntunmu kepada kepicikan; hati yang tegar yang akan menuntunmu kepada pemberontakan, yang akan menuntunmu kepada ideologi; hati yang ditipu daya, budak tipu daya”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.