Bacaan
Ekaristi : 1Yoh. 3:22-4:6; Mzm. 2:7-8,10-11; Mat. 4:12-17,23-25.
Dalam
homilinya pada Misa harian Senin pagi, 7 Januari 2019, di Casa Santa Marta,
Vatikan, Paus Fransiskus mengatakan bahwa perintah-perintah Allah
"berwujud" dan perwujudannya adalah "ukuran" kekristenan.
Dengan
melukiskan orang-orang kudus sebagai "orang-orang yang gila akan
perwujudan", Paus Fransiskus mengharapkan mereka akan membantu kita
mengarungi jalan ini dan memahami hal-hal berwujud yang diinginkan Tuhan, yang
bertentangan dengan khayalan dan angan-angan para nabi palsu yang dibicarakan
Santo Yohanes dalam bukunya yang pertama.
Apa
yang ingin kita terima dari Tuhan, Paus Fransiskus menjelaskan, tergantung pada
perjanjian kita dengan-Nya - agar kita mematuhi perintah-perintah-Nya dan
melakukan apa yang berkenan bagi-Nya.
Paus
Fransiskus mengatakan hal pertama yang dibutuhkan dalam hal ini adalah
kepercayaan kita pada Allah, Putra Allah, yang menjadi salah seorang dari kita
dalam daging - seorang Yesus, seorang Allah yang berwujud, yang dikandung dalam
rahim Maria, yang lahir di Betlehem, yang tumbuh sebagai seorang anak, yang
melarikan diri ke Mesir, yang kembali ke Nazaret, tumbuh dan berkhotbah.
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa Yesus adalah manusia yang berwujud, manusia yang
adalah Allah; bukan Allah yang menyamar sebagai manusia. Inilah, kata Paus
Fransiskus, perwujudan perintah pertama.
Keadaan
kedua dari perjanjian ini juga berwujud, beliau mengatakan - yaitu saling
mengasihi, kasih yang berwujud, bukan kasih yang bersifat khayalan. Saling
mengasihi bukanlah mengatakan "Oh betapa aku mengasihimu" serta
kemudian menghancurkan orang tersebut dengan lidah dan fitnah.
Paus
Fransiskus menekankan kasih yang berwujud, dengan mengatakan perintah Allah
berwujud dan ukuran kekristenan adalah perwujudan perintah tersebut. Perintah
Allah bukanlah gagasan dan kata-kata yang indah tetapi perwujudan, yang
merupakan suatu tantangan. Hanya dengan cara ini, kata Paus Fransiskus, kita
dapat memohon apa yang kita inginkan dari Allah, dengan "keberanian"
dan "tidak tahu malu".
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa selain iman kepada Yesus yang berwujud dan terwujud
dalam cinta kasih, kehidupan orang Kristiani juga membutuhkan kewaspadaan
rohani. Mengenai hal ini, kata Paus Fransiskus, Santo Yohanes berbicara tentang
pergulatan melawan gagasan-gagasan atau nabi-nabi palsu yang mengusulkan
Kristus yang "empuk", tanpa banyak daging, dan mengasihi sesama
manusia agak bersifat nisbi. Paus Fransiskus mengatakan bahwa kita perlu
memahami apakah suatu inspirasi sungguh berasal dari Allah, karena ada banyak
nabi palsu di dunia dan iblis selalu berusaha menjauhkan kita dari Yesus dan
dari tetap tinggal di dalam Dia.
Bapa
Suci mengatakan bahwa selain memeriksa hati nurani berkenaan dengan dosa pada
akhir hari, orang Kristiani juga harus mencari tahu apa yang sedang terjadi di
dalam hati, inspirasi atau kegilaan yang kadang-kadang dikendalikan oleh Roh
Kudus. Salah satu kasus kegilaan akan Allah ada pada Misa Paus - orang yang
meninggalkan Italia lebih dari 40 tahun yang lalu untuk menjadi misionaris di
antara penderita kusta di Brasil. Santa Fransiska Xaveria Cabrini selalu pergi
untuk merawat para migran, Paus Fransiskus mengatakan, seraya menambahkan bahwa
kita tidak harus takut tetapi memahami.
Dalam
tugas pemahaman ini, kata Paus Fransiskus, mengadakan percakapan rohani dengan
orang-orang yang memiliki kewenangan rohani yang memiliki karisma untuk
membantu kita melihat dengan jelas sangatlah membantu. Mereka bisa seorang
imam, seorang rohaniwan/rohaniwati, umat awam dan orang lain yang memiliki
kemampuan untuk membantu kita melihat apa yang terjadi di hati saya agar tidak
melakukan kesalahan.
Paus
Fransiskus mengatakan, bahkan Yesus harus melakukan hal ini di awal kehidupan
publik-Nya di padang gurun ketika iblis menawarkan tiga hal kepada-Nya, yang
tidak sesuai dengan Roh Allah dan Ia menolak iblis dengan Sabda Allah. Paus
Fransiskus mengatakan kita tidak terkecuali.
Bapa
Suci menunjukkan bahwa bahkan pada zaman Yesus ada orang-orang yang berkehendak
baik yang berpikir bahwa ada jalan Allah yang lain. Orang-orang Farisi,
orang-orang Saduki, kaum Eseni dan orang-orang Zelot, tidak selalu mengambil
jalan terbaik. Oleh karena itu panggilannya adalah "kelembutan akan
kepatuhan". Umat Allah, kata Paus Fransiskus, selalu maju dalam cinta
kasih dan iman yang berwujud, suatu ajaran yang membantu Gereja bertumbuh,
menghindari falsafah orang Farisi atau orang Saduki.
Paus
Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mengatakan bahwa Allahlah yang menjadi
berwujud, lahir dari seorang perempuan yang berwujud, menjalani kehidupan yang
berwujud, wafat dalam kematian yang berwujud, serta meminta kita untuk
mengasihi saudara dan saudari yang berwujud, bahkan jika beberapa dari mereka
mungkin tidak mudah untuk dikasihi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.