Bacaan
Ekaristi : 1Yoh. 4:7-10; Mzm. 72:2,3-4ab,7-8; Mrk. 6:34-44.
Dalam
homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 8 Januari 2019, di Casa Santa Marta,
Vatikan, Paus Fransiskus mengulas Bacaan Injil (Mrk 6:34-44) dan Bacaan Pertama
(1 Yoh 4:7-10) liturgi hari itu.
Mengacu
pada Bacaan Pertama, Paus Fransiskus mengatakan bahwa Rasul Yohanes menjelaskan
"bagaimana Allah mewujudkan kasih-Nya di dalam diri kita" dengan menulis,
"Marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah". Inilah
misteri kasih : Allah mengasihi kita terlebih dahulu. Ia mengambil langkah
pertama. "Allah mengasihi kita meskipun kita tidak tahu bagaimana cara
mengasihi" dan kita "membutuhkan belaian Allah untuk mengasihi",
lanjut Bapa Suci. Langkah pertama yang diambil Allah adalah Putra-Nya. Ia
mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan kita dan memberi makna bagi kehidupan
kita serta memperbarui dan menciptakan kita kembali.
Kemudian
Bapa Suci merenungkan Bacaan Injil yang menceritakan kisah penggandaan roti dan
ikan. Beliau mengatakan bahwa Yesus memberi makan orang banyak karena belas kasihan.
“Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti
domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal
kepada mereka”.
"Hati
Allah, hati Yesus, tergerak ketika Ia melihat orang-orang ini, dan Ia tidak
bisa diam tidak peduli. Kasih bersifat gelisah. Kasih tidak mentolerir
ketidakpedulian; kasih bersifat welas asih. Tetapi kasih berarti meletakkan
hatimu pada orang lain; kasih berarti [menunjukkan] belas kasihan".
Kemudian
Paus Fransiskus menggambarkan pemandangan ketika para murid pergi mencari
makanan. Beliau mengatakan bahwa Yesus mengajarkan hal itu kepada mereka dan
orang banyak, tetapi mereka menjadi bosan, “karena Yesus selalu mengatakan hal
yang sama”.
Ketika
Yesus mengajar "dengan kasih dan belas kasihan", Paus Fransiskus
mengatakan, mungkin mereka mulai "berbincang-bincang di antara
mereka". Mereka mulai memeriksa jam tangan mereka dan mengatakan,
"Hari sudah mulai malam".
Kemudian
Bapa Suci mengutip Injil Markus, “Tetapi Guru, tempat ini sunyi dan hari sudah
mulai malam. Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di
desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini”. Paus Fransiskus mengatakan
mereka pada dasarnya ingin orang-orang mengerjakannya sendiri. “Tetapi kita dapat
yakin”, beliau mengatakan, “bahwa mereka pasti memiliki cukup roti untuk diri
mereka sendiri, dan mereka ingin menyimpannya. Inilah ketidakpedulian".
“Para
murid tidak tertarik pada orang-orang tersebut. Yesus tertarik, karena Ia
memperhatikan mereka. Para murid tidak jahat, hanya tidak peduli. Mereka tidak
tahu apa artinya mengasihi. Mereka tidak tahu bagaimana menunjukkan belas
kasihan. Mereka tidak tahu apa itu ketidakpedulian. Mereka terpaksa berbuat
dosa, mengkhianati sang Guru, dan meninggalkan-Nya guna memahami inti belas
kasihan dan murah hati. Dan tanggapan Yesus sangat mendalam : ‘Kamu harus
memberi mereka makan!’. Ambillah penderitaan mereka atas dirimu. Inilah
pergulatan antara belas kasihan Yesus dan ketidakpedulian, yang selalu berulang
sepanjang sejarah. Banyak orang yang baik, tetapi tidak memahami kebutuhan
orang lain, tidak mampu berbelas kasihan. Mereka adalah orang-orang baik,
mungkin karena kasih Allah belum masuk ke dalam hati mereka atau mereka belum
memperkenankannya masuk”.
Paus
Fransiskus kemudian memaparkan foto yang tergantung di dinding Kantor Badan
Amal Kepausan. Beliau mengatakan bahwa foto tersebut diambil oleh seorang pria
setempat dan diberikan kepada Badan Amal Kepausan. Daniel Garofani, sekarang
seorang fotografer untuk Osservatore Romano, mengambil foto tersebut setelah
membagikan makanan bersama Kardinal Krajewski kepada para tunawisma. Paus
Fransiskus mengatakan bahwa dalam foto itu terlihat orang-orang yang berpakaian
bagus meninggalkan sebuah restoran di Roma ketika seorang wanita tunawisma
mengangkat tangannya untuk meminta sedekah. Beliau mengatakan gambar itu
diambil "persis seperti orang-orang yang membuang muka, sehingga pandangan
mereka tidak akan bertemu" dengan pandangan wanita gelandangan itu. Inilah,
kata Paus Fransiskus, “budaya ketidakpedulian. Itulah yang dilakukan oleh para
Rasul".
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa kasih Allah selalu terlebih dahulu serta penuh
belas kasihan dan murah hati. Memang benar kebalikan dari kasih adalah
kebencian, tetapi banyak orang tidak menyadari "kebencian yang
disengaja".
“Kebalikan
yang lebih umum dari kasih Allah - dari belas kasihan Allah - adalah
ketidakpedulian. 'Aku puas; aku tidak kekurangan apa pun. Aku memiliki
segalanya. Aku sudah memastikan tempatku dalam kehidupan ini dan selanjutnya,
karena aku pergi ke Misa setiap hari Minggu. Aku orang Kristiani yang baik.
Tetapi meninggalkan restoran, aku melihat ke arah lain'. Marilah kita
merenungkan hal ini : Bertentangan dengan Allah yang mengambil langkah pertama,
berbelas kasihan, dan bermurah hati, sering kali sikap kita tidak peduli.
Marilah kita berdoa kepada Tuhan agar Ia menyembuhkan umat manusia, dimulai
dari diri kita. Semoga hatiku disembuhkan dari penyakit budaya
ketidakpedulian”.
Paus
Fransiskus mempersembahkan Misa hari itu untuk istirahat abadi Uskup Agung
Giorgio Zur, yang meninggal Senin malam. Beliau tinggal di Casa Santa Marta
bersama Paus Fransiskus dan pernah bertugas sebagai duta besar Vatikan untuk
Austria.
Pada
akhir Misa, Paus Fransiskus menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada Kiko
Argüello, salah seorang pemrakarsa Neocatechumenal Way, yang berusia 80 tahun
pada tanggal 9 Januari 2019. Paus Fransiskus juga mengucapkan terima kasih
kepadanya karena ia "telah berkarya untuk Gereja semangat kerasulan".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.