Bacaan
Ekaristi : Neh. 8:3-5a,6-7,9-11; Mzm. 19:8,9,10,15; 1Kor. 12:12-30; Luk.
1:1-4;4:14-21.
"Mata
semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar
mereka, kata-Nya: 'Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu
mendengarnya'" (Luk 4:20-21)
Dengan
kata-kata ini, Injil menghadirkan awal pelayanan Yesus di muka umum. Awal
pelayanan tersebut dimulai di rumah ibadat yang melihat-Nya bertumbuh dewasa;
Ia berada di tengah-tengah tetangga dan orang-orang yang Ia kenal, dan mungkin
bahkan beberapa “katekis” masa kecil-Nya yang telah mengajari-Nya Hukum Taurat.
Awal pelayanan tersebut adalah saat penting dalam kehidupan Sang Guru : anak
yang dididik dan dibesarkan dalam komunitas itu, berdiri dan duduk kembali
untuk mewartakan dan melaksanakan impian Allah. Sebuah nas yang sebelumnya
diwartakan hanya sebagai sebuah janji masa depan, tetapi sekarang, di bibir
Yesus sendiri, dapat diucapkan dalam bentuk saat ini, karena nas itu menjadi
kenyataan : "Pada hari ini genaplah nas ini".
Yesus
mengungkapkan kekinian Allah, yang datang untuk menemui kita dan memanggil kita
untuk ambil bagian dalam kekinian-Nya berkenaan dengan “menyampaikan kabar baik
kepada orang-orang miskin ... memberitakan pembebasan kepada orang-orang
tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang yang
tertindas, memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk 4:18-19).
Inilah kekinian Allah. Kekinian Allah hadir bersama Yesus : kekinian Allah
memiliki wajah, kekinian Allah merupakan daging. Kekinian Allah adalah kasih
yang murah hati yang tidak menunggu situasi ideal atau sempurna untuk menunjukkan
dirinya, juga tidak menerima alasan untuk penampilannya. Yang membuat setiap
situasi dan tempat menjadi baik dan layak adalah waktu Allah. Di dalam Yesus,
masa depan yang dijanjikan dimulai dan menjadi kehidupan.
Kapan?
Kini. Namun tidak semua orang yang sedang mendengarkan merasa diundang atau
terpanggil. Tidak semua penduduk Nazaret siap untuk percaya pada seseorang yang
mereka kenal dan melihat-Nya tumbuh dewasa, serta yang kini mengundang mereka
untuk mewujudkan impian yang telah lama dinanti-nantikan. Bukan hanya itu,
tetapi “kata mereka : 'Bukankah Ia ini anak Yusuf?'" (Luk 4:22).
Hal
yang sama juga bisa terjadi pada kita. Kita tidak selalu percaya bahwa Allah
bisa menjadi yang berwujud dan kejadian sehari-hari, begitu dekat dan nyata, dan
apalagi Ia bisa begitu hadir dan bekerja melalui seseorang seperti tetangga,
sahabat, kerabat. Kita tidak selalu percaya bahwa Tuhan dapat mengundang kita
untuk bekerja dan menumpangkan tangan kita bersama-Nya dalam Kerajaan-Nya
secara sederhana dan tanpa basa-basi. Menerima "kasih Allah dapat berwujud
dan hampir-hampir dapat dialami dalam sejarah dengan segala kemalangannya yang
menyakitkan dan luhur" adalah sulit (Benediktus XVI, Audiensi Umum, 28
September 2005).
Seringkali
kita juga berperilaku seperti para tetangga di Nazaret : kita lebih suka Allah
yang jauh : menyenangkan, baik, murah hati tetapi jauh, Allah yang tidak
membuat kita tidak nyaman. Karena Allah yang dekat dan sehari-hari, seorang
sahabat dan saudara, menuntut agar kita peduli dengan lingkungan sekitar kita,
urusan sehari-hari, dan terutama persaudaraan. Allah memilih untuk tidak
mengungkapkan diri-Nya sebagai malaikat atau dengan cara yang spektakuler,
tetapi memberi kita wajah yang penuh persaudaraan dan ramah, berwujud dan akrab.
Allah itu nyata karena kasih itu nyata; Allah itu berwujud karena kasih itu
berwujud. Memang, "pengejawantahan kasih yang berwujud ini adalah salah
satu unsur penting dalam kehidupan umat Kristiani" (Benediktus XVI,
Homili, 1 Maret 2006).
Kita
juga dapat menanggung resiko yang sama dengan para tetangga di Nazaret, ketika
di dalam komunitas-komunitas kita Injil berusaha dihayati secara nyata. Kita
mulai mengatakan : Tetapi orang-orang muda ini, bukankah mereka anak-anak
Maria, Yosef, bukankah mereka saudara dan saudari dari Maria dan Yosef?
Bukankah ini anak-anak muda yang kita lihat bertumbuh dewasa? Yang di sana,
bukankah dia yang terus memecahkan jendela dengan bolanya? Apa yang dilahirkan
sebagai nubuat dan pemberitaan kerajaan Allah akan dijinakkan dan dimiskinkan.
Upaya menjinakkan sabda Allah muncul setiap hari.
Kalian
juga, orang-orang muda yang terkasih, dapat mengalami hal ini kapan pun kalian
memikirkan bahwa perutusan kalian, panggilan kalian, bahkan hidup kalian
sendiri, adalah janji yang jauh di masa depan, tidak ada hubungannya dengan
masa kini. Seolah-olah masih muda adalah semacam ruang tunggu, tempat kita
duduk-duduk sampai dipanggil. Dan pada "sementara itu", kita
orang-orang dewasa atau kalian sendiri menciptakan masa depan yang tertutup
secara higienis, tanpa akibat, di mana semuanya aman, terjamin, dan
“diasuransikan dengan baik”. Sebuah kebahagiaan yang "berkeyakinan".
Jadi kami “menenangkan” kalian, kami membuat kalian mati rasa, tidak bertanya
atau mempertanyakan; dan dalam “sementara itu” impian-impian kalian kehilangan
daya apungnya, impian-impian mulai menjadi datar dan suram, remeh-temeh dan
sayu (bdk. Homili Hari Minggu Palma, 25 Maret 2018). Hanya karena kita
berpikir, atau kalian berpikir, bahwa sekarang kekinian kalian belum tiba,
bahwa kalian terlalu muda untuk terlibat dalam bermimpi dan bekerja untuk masa
depan.
Salah
satu buah dari Sinode terakhir adalah pengayaan yang datang karena dapat
bertemu dan terutama saling mendengarkan. Pengayaan dialog antargenerasi,
pengayaan pertukaran dan nilai menyadari bahwa kita saling membutuhkan, bahwa
kita harus bekerja untuk menciptakan saluran dan ruang yang mendorong impian
dan bekerja untuk hari esok, mulai hari ini. Dan hal ini, bukan dalam
keterasingan, melainkan berdampingan, menciptakan ruang bersama. Ruang yang
tidak hanya dianugerahkan begitu saja, atau dimenangkan dalam lotre, tetapi
ruang yang juga harus kalian perjuangkan.
Kalian,
orang-orang muda yang terkasih, bukanlah masa depan tetapi kekinian Allah. Ia
mengundang kalian dan memanggil kalian dalam komunitas-komunitas dan kota-kota
kalian untuk pergi keluar dan menemukan para kakek-nenek kalian, kaum tua
kalian; berdiri dan bersama mereka berbicara dan mewujudkan impian yang telah
diimpikan Tuhan bagi kalian.
Bukan
besok tetapi kini, karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada
(bdk. Mat 6:21). Apa pun yang membuat kalian jatuh cinta, itu tidak hanya akan
menguasai khayalan kalian, itu akan memengaruhi segalanya. Itu akan menjadi apa
yang membuat kalian bangun di pagi hari, apa yang membuat kalian tetap pergi
pada saat-saat kelelahan, apa yang akan menghancurkan hati kalian dan membuat
kalian takjub, bersukacita, dan bersyukur. Sadarilah bahwa kalian memiliki
perutusan dan jatuh cinta; yang akan memutuskan segalanya (bdk. Pedro Arrupe,
S.J., Nada es más práctico). Kita mungkin memiliki segalanya, tetapi jika kita
tidak memiliki hasrat cinta, kita tidak akan memiliki apa-apa. Marilah kita
memperkenankan Tuhan membuat kita jatuh cinta!
Bagi
Yesus, tidak ada "sementara itu", tetapi hanya kasih yang murah hati
yang ingin memasuki dan menguasai hati kita. Ia ingin menjadi harta kita,
karena Ia bukan "sementara itu", rentang waktu dalam kehidupan atau
anutan yang sedang berlalu; Ia adalah kasih yang murah hati yang mengundang
kita untuk mempercayakan diri kita.
Ia
berwujud, dekat, cinta sejati. Ia adalah sukacita pesta, lahir dari memilih dan
mengambil bagian dalam rancangan harapan dan amal kasih yang menakjubkan,
kesetiakawanan dan persaudaraan, meskipun tatapan yang melumpuhkan dan sedang
melumpuhkan yang lahir dari rasa takut dan pengucilan, spekulasi dan
manipulasi.
Saudara
dan saudari, Tuhan dan perutusan-Nya bukanlah “sementara itu” dalam hidup kita,
sesuatu yang bersifat sementara; Tuhan dan perutusan-Nya adalah hidup kita.
Secara
khusus sepanjang hari-hari ini, ya Maria telah berbisik seperti semacam musik
di latar belakang. Ia tidak hanya percaya pada Allah dan pada janji-janji-Nya
sebagai sesuatu yang mungkin, ia percaya Allah saja dan berani mengatakan
"ya" untuk ambil bagian dalam kekinian Tuhan ini. Ia merasakan ia
mempunyai perutusan; ia jatuh cinta dan hal itu memutuskan segalanya.
Seperti
di rumat ibadat Nazaret, Tuhan kembali berdiri di antara kita para sahabat dan
para kenalan-Nya; Ia mengambil kitab itu dan berkata kepada kita, "Pada
hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (Luk 4:21).
Apakah
kalian ingin menjalani cinta kalian dengan mudah diamalkan? Semoga
"ya" kalian terus menjadi pintu gerbang bagi Roh Kudus untuk memberi
kita Pentakosta baru bagi dunia dan bagi Gereja.
****
[Salam Perpisahan]
Pada akhir perayaan ini, saya bersyukur kepada Allah karena telah memberikan kita kesempatan untuk berbagi hari-hari ini bersama-sama dan kembali mengalami Hari Orang Muda Sedunia ini.
Secara
khusus, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Panama, Juan Carlos
Varela Rodríguez, para presiden negara-negara lain serta penguasa politik dan
sipil lainnya atas kehadiran mereka pada perayaan ini.
Saya
berterima kasih kepada Uskup José Domingo Ulloa Mendieta, Uskup Agung Panama,
atas kemurahan hati dan kerja kerasnya untuk menjadi tuan rumah Hari Orang Muda
Sedunia ini di keuskupannya, serta para uskup lainnya ini dan negara-negara
tetangga, atas semua yang telah mereka lakukan di dalam komunitas-komunitas
mereka untuk menyediakan akomodasi dan bantuan bagi banyak orang muda.
Terima
kasih juga kepada semua orang yang telah mendukung kita dengan doa-doa mereka,
dan yang telah berupaya membantu dan bekerja keras untuk mewujudkan impian Hari
Orang Muda Sedunia ini menjadi kenyataan di negara ini.
Dan
kepada kalian, orang-orang muda yang terkasih, “terima kasih” yang besar. Iman
dan sukacita kalian telah membuat Panama, Amerika, dan seluruh dunia bergetar!
Seperti yang telah kita dengar berkali-kali pada hari-hari ini dalam lagu Hari
Orang Muda Sedunia ini : “Sebagai umat peziarah, kita berkumpul di sini hari
ini dari setiap benua dan kota”. Kita sedang berada dalam sebuah perjalanan,
terus berjalan, terus hidup dalam iman dan membagikannya. Jangan lupa bahwa
kalian bukan hari esok, kalian bukan "sementara itu"; kalian adalah kekinian
Allah.
Ajang
untuk Hari Orang Muda Sedunia berikutnya telah diumumkan (bertempat di Lisbon,
Portugal). Saya meminta kalian untuk tidak membiarkan semangat hari-hari ini
menjadi dingin. Kembalilah ke paroki-paroki dan komunitas-komunitas kalian, ke
keluarga-keluarga kalian dan sahabat-sahabat kalian, dan bagikanlah pengalaman
ini, sehingga orang lain dapat bergetar dengan kekuatan dan antusiasme kalian.
Bersama Maria, teruslah mengatakan "ya" terhadap impian yang telah
ditaburkan Allah di dalam diri kalian.
Dan,
tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.