Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALA MISA HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN (HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-34) 14 April 2019

Bacaan Ekaristi : Luk. 19:28-40; Yes. 50:4-7; Mzm. 22:8-9,17-18a,19-20,23-24; Flp. 2:6-11; Luk. 22:14-23:56.

Teriakan penuh sukacita ketika Yesus memasuki kota Yerusalem, diikuti dengan penghinaan terhadap-Nya. Pekik kurang ajar diikuti oleh penyiksaan yang tak berperikemanusiaan. Setiap tahun misteri ganda ini menyertai kita memasuki Pekan Suci, sebagaimana tercermin dalam dua saat yang menjadi ciri khas perayaan hari ini : perarakan awal dengan daun palma dan khidmatnya pembacaan Kisah Sengsara.


Marilah kita masuk ke dalam gerakan ini, dibimbing oleh Roh Kudus, dan dengan demikian memperoleh rahmat yang kita mohonkan dalam doa pembukaan : dengan iman meneladan kerendahan hati Sang Juruselamat kita, menyimak pelajaran-Nya tentang kesabaran dalam penderitaan, dan dengan demikian layak ambil bagian dalam kemenangan-Nya atas roh jahat.

Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana menghadapi saat-saat kesulitan dan pencobaan yang paling membahayakan dengan memelihara dalam hati kita suatu kedamaian yang bukan pengasingan diri ataupun ketenangan adimanusiawi, tetapi dengan penuh keyakinan menyerahkan diri kepada Bapa dan kehendak penyelamatan-Nya, yang menganugerahkan kehidupan dan kerahiman. Ia menunjukkan kepada kita penyerahan diri semacam ini dengan tegas menolak, di setiap titik dalam pelayanan-Nya di bumi, godaan untuk melakukan segala hal dengan jalan-Nya sendiri dan bukan dalam kepatuhan penuh kepada Bapa. Dari pengalaman-Nya selama empat puluh hari di padang gurun hingga berpuncak pada sengsara-Nya, Yesus menolak godaan ini dengan keyakinan yang taat kepada Bapa.

Hari ini juga, dengan memasuki kota Yerusalem, Ia menunjukkan jalan-Nya kepada kita. Karena dalam peristiwa itu, si jahat, penguasa dunia ini, memiliki kartu di lengan bajunya : kartu kemenangan. Namun Tuhan menanggapi dengan berpegang teguh pada jalan-Nya sendiri, jalan kerendahan hati.

Paham kemenangan berusaha mencapai tujuannya dengan jalan pintas dan kompromi palsu. Paham kemenangan ingin melompat ke kereta pemenang. Paham kemenangan hidup dengan gerak-gerik dan kata-kata yang tidak ditempa dalam ujian salib; paham kemenangan tumbuh dengan memandang rendah orang lain dan terus-menerus menilai mereka lebih rendah, menginginkan, berbagai kegagalan ... Salah satu bentuk kemenangan yang tidak kentara adalah keduniawian rohani, yang mewakili bahaya terbesar, pencobaan yang paling berbahaya yang mengancam Gereja (De Lubac). Yesus menghancurkan paham kemenangan dengan sengsara-Nya.

Tuhan sungguh bersukacita dengan orang-orang tersebut, dengan orang-orang muda itu yang meneriakkan nama-Nya serta mengelu-elukan-Nya sebagai Raja dan Mesias. Hati-Nya senang melihat kegairahan dan kegembiraan kaum miskin Israel. Begitu banyak, sehingga, kepada orang-orang Farisi yang meminta-Nya untuk menegur murid-murid-Nya karena teriak mereka yang menghebohkan, Ia menjawab : "Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak" (Luk 19:40). Kerendahan hati tidak berarti menyangkal kenyataan : Yesus sungguh Mesias, Raja.

Namun pada saat yang sama hati Yesus tergerak di jalur lain, di jalan suci yang hanya dikenal oleh-Nya dan Bapa : jalan yang mengarah dari "rupa Allah" ke "rupa seorang hamba", jalan perendahan diri yang lahir dari ketaatan "sampai wafat, bahkan sampai wafat di kayu salib" (Flp 2:6-8). Ia tahu bahwa kemenangan sejati mencakup pemberian ruang bagi Allah dan satu-satunya jalan untuk melakukannya adalah dengan menelanjangi diri, dengan mengosongkan diri. Tetap diam, berdoa, menerima penghinaan. Tidak ada tawar menawar dengan salib : kita memeluknya atau menolaknya. Dengan merendahkan diri, Yesus ingin membukakan jalan iman bagi kita dan mendahului kita di jalan itu.

Orang pertama yang mengikuti jalan-Nya adalah bunda-Nya, Bunda Maria, sang murid pertama. Perawan Maria dan para kudus harus menderita dalam menjalani jalan iman dan ketaatan pada kehendak Allah. Menanggapi dengan iman berbagai peristiwa kehidupan yang keras dan menyakitkan mensyaratkan “bobot hati tertentu (bdk. Redemptoris Mater, 17). Malam iman. Namun hanya sejak malam itu kita melihat munculnya fajar kebangkitan. Di kaki salib, Maria sekali lagi memikirkan kata-kata yang telah dikatakan malaikat tentang Putranya : "Ia akan menjadi besar ... Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Luk 1:32-33). Di Golgota, Maria menghadapi penyangkalan penuh akan janji itu : Putranya sedang menghadapi sakratul maut di kayu salib laksana seorang penjahat. Dengan jalan ini, paham kemenangan, dihancurkan oleh perendahan diri Yesus, demikian juga dihancurkan dalam hati bnuda-Nya. Keduanya tetap diam.

Dalam jejak langkah Maria, pria dan wanita kudus yang tak terhitung jumlahnya telah mengikuti jalan kerendahan hati dan ketaatan Yesus. Hari ini, Hari Orang Muda Sedunia, saya ingin menyebutkan seluruh orang kudus berusia muda tersebut, terutama orang-orang kudus “di pintu sebelah” kita, yang hanya dikenal oleh Allah; terkadang Ia suka mengejutkan kita dengan mereka. Kaum muda yang terkasih, jangan malu untuk menunjukkan kegairahanmu kepada Yesus, meneriakkan bahwa Ia hidup dan Ia adalah hidupmu. Namun pada saat yang sama, jangan takut untuk mengikuti jalan salib-Nya. Ketika kamu mendengar bahwa Ia sedang memintamu untuk meninggalkan dirimu, memperkenankan andalanmu dilucuti, dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Bapa surgawi kita, maka bersukacita dan bersorak-sorailah! Kamu berada di jalan kerajaan Allah.

Pekik kurang ajar dan penyiksaan yang tak berperikemanusiaan; diamnya Yesus sepanjang sengsara-Nya sangat mengesankan. Ia juga mengatasi godaan untuk balik menjawab, bertindak bak "mahabintang". Di saat-saat kegelapan dan kesukaran besar, kita perlu diam, menemukan keberanian untuk tidak berbicara, selama diam kita lemah lembut dan tidak penuh amarah. Kelemahlembutan selama kita diam akan membuat kita tampak semakin lemah, semakin rendah hati. Kemudian iblis akan berani keluar ke tempat terbuka. Kita perlu melawannya dalam keheningan, “mempertahankan kedudukan kita”, tetapi dengan sikap yang sama seperti Yesus. Ia tahu bahwa Allah bertempur dengan sang penguasa dunia ini, dan yang penting bukanlah meletakkan tangan kita pada pedang tetapi tetap teguh dalam iman. Saat Allah. Pada saat itulah Allah tampil ke muka untuk berperang, kita harus memperkenankan-Nya mengambil alih. Kita akan aman ketika berada di bawah jubah Bunda Allah yang kudus. Ketika kita menantikan kedatangan Tuhan untuk menenangkan badai (bdk. Mat 4:37-41), dengan heningnya kesaksian kita dalam doa, kita memberikan "pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu” (1 Ptr. 3:15). Hal ini akan membantu kita untuk hidup dalam ketegangan suci antara ingatan akan janji-janji yang dibuat, penderitaan yang ada di kayu salib, dan harapan akan kebangkitan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.