Bacaan
Ekaristi : Yes 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm 89:21-22,25,27; Why 1:5-8; Luk 4:16-21
Injil
Lukas, yang baru saja kita dengar, membuat kita menghidupkan kembali keheranan
saat itu ketika dengan sungguh-sungguh Tuhan membacakan nubuat nabi Yesaya di
tengah-tengah bangsa-Nya. Rumah ibadat di Nazaret dipenuhi oleh kaum kerabat,
para tetangga, kenalan, teman-teman-Nya ... dan tidak hanya itu. Seluruh mata
mereka tertuju pada-Nya. Gereja selalu memiliki mata yang tertuju pada Yesus
Kristus, Orang yang terurapi, yang diutus Roh Kudus untuk mengurapi umat Allah.
Keempat
Injil sering kali memberi kita gambaran tentang Tuhan yang berada di
tengah-tengah orang banyak, dikelilingi dan didesak oleh orang-orang yang
mendekati-Nya dengan membawa orang-orang sakit, yang memohon kepada-Nya untuk
mengusir roh-roh jahat, yang mendengar ajaran-Nya dan menemani-Nya di perjalanan.
"Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka
mengikut Aku” (Yoh 10:27).
Tuhan
tidak pernah kehilangan kontak langsung dengan orang-orang. Di tengah-tengah
orang banyak, Ia selalu memelihara rahmat kedekatan dengan orang-orang secara
keseluruhan, dan dengan setiap individu. Kita melihat hal ini sepanjang
kehidupan-Nya di muka umum, dan demikian pula sejak awal : pancaran cahaya Sang
Anak dengan lembut menarik para gembala, para raja, dan para pelihat tua seperti
Simeon dan Hana. Demikian juga di kayu salib : Hati-Nya menarik semua orang
kepada-Nya (Yoh 12:32) : Veronika-veronika, orang-orang Kirene, para penjahat,
para serdadu ...
Istilah
"orang banyak" tidak bermaksud meremehkan. Mungkin bagi telinga
sebagian orang, istilah itu dapat menimbulkan sebuah kerumunan tanpa wajah,
tanpa nama ... Tetapi dalam Injil kita melihat bahwa ketika orang banyak
berinteraksi dengan Tuhan - yang berdiri di tengah-tengah mereka laksana
seorang gembala di tengah-tengah kawanan dombanya - sesuatu terjadi. Jauh di
lubuk hati, orang-orang merasakan keinginan untuk mengikuti Yesus, keheranan
meluap, pemahaman tumbuh dengan cepat.
Bersama
kalian, saya ingin berkaca pada tiga rahmat yang menjadi ciri khas hubungan
antara Yesus dan orang banyak.
Rahmat mengikuti
Santo
Lukas mengatakan bahwa orang banyak “mencari Yesus” (4:42) dan “berduyun-duyun
mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya” (14:25). Mereka “mendesak-Nya” dan
“mengelilingi-Nya” (8:42-45); mereka “berkumpul untuk mendengarkan-Nya” (5:15).
"Orang
banyak yang mengikuti" adalah sesuatu yang sama sekali tidak terduga,
tanpa syarat dan penuh kasih sayang. Hal tersebut berbeda dengan kepicikan para
murid, yang sikapnya terhadap orang-orang cenderung kejam ketika mereka menyarankan
kepada Tuhan agar Ia menyuruh mereka pergi, agar mereka bisa mendapatkan makanan.
Di
sinilah, saya percaya, awal dari klerikalisme : dalam keinginan untuk
mendapatkan jaminan makanan dan kenyamanan pribadi tanpa memperhatikan umat.
Tuhan mematahkan godaan itu : “Kamu harus memberi mereka makan!” adalah jawaban
Yesus. "Memperhatikan umat!".
Rahmat keheranan
Rahmat
kedua yang diterima orang banyak ketika mengikuti Yesus adalah rahmat keheranan
yang dipenuhi sukacita. Orang-orang heran pada Yesus (Luk 11:14), dengan
mukjizat-mukjizat-Nya, tetapi terutama dengan pribadi-Nya. Orang-orang senang
bertemu dengan-Nya di sepanjang perjalanan, menerima berkat-Nya dan
mengatakan-Nya berbahagia, seperti perempuan di tengah-tengah orang banyak yang
mengatakan ibu-Nya berbahagia. Tuhan sendiri heran dengan iman orang-orang; Ia
bergembira dan Ia tidak kehilangan kesempatan untuk memperbincangkannya.
Rahmat pemahaman
Rahmat
ketiga yang diterima orang-orang adalah rahmat pemahaman. “Orang banyak mengetahuinya
[ke mana Yesus pergi], lalu mengikuti Dia” (Luk 9:11). Mereka "takjub
mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang
berkuasa" (Mat 7:28-29; bdk. Luk 5:26). Kristus, Sabda Allah datang dalam
daging, membangkitkan karisma pemahaman ini dalam diri orang-orang, yang tentu
saja bukan pemahaman orang-orang yang pakar dalam memperdebatkan berbagai
pertanyaan. Ketika orang-orang Farisi dan para ahli Taurat berdebat dengan-Nya,
apa yang dipahami orang-orang adalah kuasa Yesus, kekuatan ajaran-Nya menyentuh
hati mereka, dan faktanya roh-roh jahat taat kepada-Nya (membuat mereka terdiam
untuk sementara waktu dengan pertanyaan-pertanyaan mereka; orang-orang menyukai
hal itu).
Marilah
kita melihat lebih dekat cara Injil memandang orang banyak. Lukas menunjukkan
empat kelompok besar yang merupakan penerima utama pengurapan Tuhan :
orang-orang miskin, orang-orang buta, orang-orang yang tertindas, dan para
tawanan. Ia membicarakan mereka secara umum, tetapi kemudian kita senang melihat
bahwa, dalam perjalanan hidup Tuhan, orang-orang yang diurapi ini secara
bertahap menerima nama dan wajah yang sesungguhnya. Ketika minyak dioleskan ke
salah satu bagian tubuh, pengaruhnya yang bermanfaat dirasakan di seluruh
tubuh. Demikian juga, Tuhan, yang membacakan nubuat nabi Yesaya, menyebutkan
berbagai “orang banyak” yang menjadi sasaran perutusan Roh Kudus kepada-Nya, seturut
dengan apa yang kita sebut “keistimewaan yang bersifat menyertakan” : rahmat
dan karisma yang diberikan kepada satu orang atau kelompok tertentu kemudian memberi
sumbangan besar, seperti setiap tindakan Roh Kudus, bagi kebaikan semua orang.
Kaum
miskin (dalam bahasa Yunani, ptochoi)
adalah orang-orang yang membungkuk, seperti para pengemis yang sujud dan
meminta sedekah. Tetapi kaum miskin (ptochè)
juga adalah janda yang mengurapi dengan jari-jarinya dua peser mata uang yang
menjadi nafkah hidupnya pada hari itu. Pengurapan oleh janda untuk memberi
sedekah tidak diperhatikan oleh mata semua orang kecuali Yesus, yang dengan
tulus memandang kerendahan hatinya. Melalui dia, Tuhan dapat sepenuhnya
menyelesaikan perutusan-Nya untuk mewartakan Injil kepada kaum miskin.
Secara
bertolak belakang, para murid mendengar kabar baik bahwa ada orang-orang
seperti janda itu. Ia - perempuan yang murah hati tersebut - tidak dapat
membayangkan bahwa ia akan "berhasil mencapai Injil", bahwa tindak
tanduknya yang sederhana akan dicatat dalam Injil. Seperti semua orang yang
adalah ”orang-orang kudus di pintu sebelah” itu, di dalam batinnya ia
menghayati fakta yang penuh sukacita bahwa tindakannya “berbobot” dalam
Kerajaan Allah, dan bernilai lebih dari seluruh kekayaan dunia.
Orang
buta diwakili oleh salah satu tokoh yang paling digemari dalam Injil :
Bartimeus (bdk. Mat 10:46-52), pengemis buta yang mendapatkan kembali
penglihatannya dan, sejak saat itu, hanya memiliki mata untuk mengikuti Yesus
dalam perjalanan-Nya. Pengurapan tatapan! Tatapan kita, yang kecerahannya -
yang hanya dapat diberikan oleh kasih yang tidak beralasan, yang setiap hari
dicuri dari kita oleh gambaran-gambaran yang menyelewengkan dan dangkal yang
dengannya dunia mengalahkan kita - dapat dipulihkan oleh mata Yesus. Merujuk
pada orang-orang yang tertindas (dalam bahasa Yunani, tethrausmenoi), Lukas menggunakan sebuah kata yang berisi gagasan
"trauma". Memunculkan perumpamaan - mungkin favorit Lukas - Orang
Samaria yang Baik Hati, yang mengurapi dengan minyak dan membalut luka-luka
(traumata : Luk 10:34) orang yang telah dipukuli oleh perampok dan dibiarkan
terkapar di tepi jalan cukup memadai. Pengurapan daging Kristus yang terluka!
Dalam pengurapan itu kita menemukan penyembuh untuk semua trauma yang
membiarkan individu-individu, keluarga-keluarga dan seluruh bangsa terabaikan,
terkucil dan tidak dikehendaki, di sela-sela sejarah.
Para
tawanan adalah para narapidana perang (dalam bahasa Yunani, aichmalotoi), mereka yang telah berada
di ujung tombak (aichmé). Yesus akan
menggunakan kata yang sama dalam berbicara tentang pendudukan Yerusalem,
kota-Nya yang tercinta, dan pengasingan penduduknya (Luk 21:24). Kota-kota kita
dewasa ini terpenjara bukan pada ujung tombak semata, tetapi terjajah oleh sarana
ideologis yang tidak kentara.
Hanya
pengurapan budaya, yang dibangun dengan karya dan seni para leluhur kita, yang
dapat membebaskan kota-kota kita dari bentuk perbudakan baru ini.
Bagi
kita, saudara-saudara imam yang terkasih, kita tidak boleh lupa bahwa teladan
injili kita adalah “orang-orang” tersebut, “orang banyak” dengan wajah aslinya,
yang dibangkitkan dan dihidupkan kembali oleh pengurapan Tuhan.
Mereka
adalah orang-orang yang melengkapi dan mewujudkan pengurapan Roh Kudus dalam
diri kita; mereka adalah orang-orang yang diurapi oleh kita yang telah diurapi.
Kita telah diambil dari tengah-tengah mereka, dan kita tanpa rasa takut dapat
mengenal dengan orang-orang biasa ini. Mereka adalah gambaran jiwa kita dan
gambaran Gereja. Mereka masing-masing menjelmakan kesatuan umat kita.
Kita
para imam adalah kaum miskin dan kita ingin memiliki hati janda miskin setiap
kali kita memberi sedekah, menjamah tangan pengemis dan menatap matanya. Kita
para imam adalah Bartimeus, dan setiap pagi kita bangun dan berdoa :
"Tuhan, supaya aku dapat melihat". Kita para imam, dalam beberapa hal
keberdosaan kita, orang yang dipukuli oleh para penyamun. Dan pertama-tama kita
ingin berada di tangan belas kasih orang Samaria yang baik hati, agar kemudian
dapat menunjukkan belas kasih kepada orang lain dengan tangan kita sendiri.
Saya
mengakui kepada kalian bahwa setiap kali saya memberikan sakramen krisma dan
menahbiskan, saya suka mengolesi dahi dan tangan orang-orang yang saya urapi.
Dalam pengurapan yang murah hati itu, kita dapat merasakan bahwa pengurapan
kita sedang diperbarui. Saya akan mengatakan hal ini : Kita bukan penyalur
minyak yang dibotolkan. Kita mengurapi dengan menyalurkan diri kita,
menyalurkan panggilan kita dan hati kita. Ketika kita mengurapi orang lain,
kita sendiri diurapi lagi oleh iman dan kasih sayang umat kita. Kita mengurapi
dengan mengotori tangan kita karena menjamah luka-luka, dosa-dosa dan berbagai
kekhawatiran umat. Kita mengurapi dengan mengharumkan tangan kita ketika
menjamah iman mereka, harapan mereka, kesetiaan mereka dan kemurahan hati
pemberian diri mereka yang tanpa syarat.
Orang
yang belajar mengurapi dan memberkati dengan demikian disembuhkan dari
kekejian, pelecehan dan kekejaman.
Dengan
menempatkan kita bersama Yesus di tengah-tengah umat kita, semoga Bapa
memperbaharui Roh kekudusan di lubuk hati kita; semoga Ia mengabulkan agar kita
menjadi satu dalam memohon belas kasih-Nya bagi umat yang dipercayakan kepada
kita dan bagi seluruh dunia. Dengan cara ini, banyak bangsa, yang berkumpul
dalam Kristus, dapat menjadi umat Allah yang satu, yang akan mencapai
kepenuhannya dalam Kerajaan Allah (bdk. Doa Tahbisan Imam).
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.