Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA MALAM PASKAH DI BASILIKA SANTO PETRUS (VATIKAN) 20 April 2019 : MENGAPA KAMU MENCARI DIA YANG HIDUP, DI ANTARA ORANG MATI?

Bacaan Ekaristi : Kej. 1:1-2:2; Kej. 22:1-18; Kel. 14:15-15:1; Yes. 54:5-14; Yes. 55:1-11; Bar. 3:9-15,32-4:4; Yeh. 36:16-17a,18-28; Rm. 6:3-11; Luk. 24:1-12.

Para perempuan membawa rempah-rempah ke kubur, tetapi mereka takut perjalanan mereka sia-sia, karena sebuah batu besar menghalangi jalan masuk ke kubur. Perjalanan para perempuan itu juga merupakan perjalanan kita; perjalanan itu menyerupai perjalanan keselamatan yang telah kita buat malam ini. Kadang-kadang, segala sesuatunya tampak membentur sebuah batu: keindahan penciptaan membentur tragedi dosa; pembebasan dari perbudakan membentur ketidaksetiaan terhadap perjanjian; janji-janji para nabi membentur ketidakpedulian umat yang letih lesu. Demikian juga, dalam sejarah Gereja dan dalam sejarah pribadi kita sendiri. Tampaknya langkah yang kita ambil tidak pernah membawa kita ke tujuan. Kita bisa tergoda untuk berpikir bahwa harapan yang hancur adalah hukum kehidupan yang suram.


Namun hari ini kita melihat bahwa perjalanan kita tidak sia-sia; perjalanan kita tidak membentur sebuah batu kubur. Sebuah kalimat mengejutkan perempuan itu dan mengubah sejarah : "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?" (Luk 24:5). Mengapa kamu berpikir bahwa segala sesuatunya tanpa harapan, tidak ada orang yang bisa mengangkat batu kuburmu? Mengapa kamu menyerah pada kegagalan dan menerima nasib? Paskah adalah pesta terangkatnya batu kubur, tergulingnya batu karang. Allah bahkan mengangkat batu-batu yang paling sulit yang menghancurleburkan harapan dan pengharapan kita : maut, dosa, ketakutan, keduniawian. Sejarah manusia tidak berakhir di depan sebuah batu kubur, karena hari ini sejarah itu berjumpa dengan "sang batu yang hidup" (bdk. 1 Ptr 2:4), Yesus yang bangkit. Kita, sebagai Gereja, dibangun di atas-Nya, dan, bahkan ketika kita menjadi berkecil hati dan tergoda untuk menghakimi segala sesuatu dalam terang kegagalan kita, Ia datang untuk memperbarui segala hal, menjungkirbalikkan setiap kekecewaan kita. Malam ini, dalam Kristus yang bangkit, kita masing-masing dipanggil untuk menemukan lagi orang yang kembali menggulingkan batu-batu yang terberat dari hati kita. Jadi pertama-tama marilah kita bertanya : Batu apakah yang harus aku enyahkan, batu apakah namanya?

Seringkali apa yang menghalangi harapan adalah batu keputusasaan. Begitu kita mulai berpikir bahwa segala sesuatunya sedang berjalan buruk dan segala sesuatunya tidak bisa menjadi lebih buruk, kita kehilangan semangat dan menjadi percaya bahwa maut lebih kuat daripada kehidupan. Kita menjadi sinis, klise, dan gundah gulana. Batu demi batu, kita membangun di dalam diri kita sebuah monumen untuk ketidakpuasan kita : kuburan harapan. Hidup menjadi suksesi keluhan dan kita menjadi sakit jiwa. Semacam psikologi kubur mengambil alih : segala sesuatunya berakhir di sana, tanpa munculnya harapan yang tetap hidup. Tetapi pada saat itu, kita sekali lagi terus menerus mendengar pertanyaan Paskah : Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Tuhan tidak dapat diketemukan dalam menyerah pada nasib. Ia telah bangkit; Ia tidak ada di sana. Jangan mencari-Nya di mana kamu tidak akan pernah menemukan-Nya : Ia bukan Allah orang mati tetapi Allah orang hidup (bdk. Mrk 22:32). Janganlah mengubur harapan!

Ada batu lain yang sering menutup hati : batu dosa. Dosa menggoda; dosa menjanjikan hal-hal yang mudah dan cepat, kemakmuran dan keberhasilan, tetapi kemudian hanya menyisakan kesunyian dan kematian. Dosa sedang mencari kehidupan di antara orang mati, makna kehidupan dalam hal-hal yang kadaluarsa. Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Mengapa tidak memutuskan untuk meninggalkan dosa yang, laksana sebuah batu di depan pintu masuk ke hatimu, membuat terang Allah tidak dapat masuk? Mengapa tidak lebih memilih Yesus, terang yang sesungguhnya (bdk. Yoh 1:9), ketimbang kemilau kekayaan, karier, kesombongan, dan kesenangan? Mengapa tidak memberitahu hal-hal hampa di dunia ini bahwa kamu tidak lagi hidup untuk mereka, tetapi untuk Tuhan sang empunya kehidupan?

Marilah kita kembali ke para perempuan yang pergi ke kubur Yesus. Mereka terpaku heran di depan batu yang terangkat. Melihat para malaikat, mereka berdiri di sana, Injil memberitahu kita, “mereka sangat ketakutan dan menundukkan kepala” (Luk 24:5). Mereka tidak memiliki keberanian untuk mendongak. Seberapa sering kita melakukan hal yang sama? Kita lebih suka tetap meringkuk dalam berbagai kekurangan kita, gemetar dalam berbagai ketakutan kita. Ini aneh, tetapi mengapa kita melakukan hal ini? Tidak jarang karena, hati kita muram dan tertutup, kita merasa memegang kendali, karena lebih mudah untuk tinggal sendirian dalam kegelapan hati ketimbang membuka diri kepada Tuhan. Namun hanya Dia yang bisa membangkitkan kita. Seorang penyair pernah menulis : “Kita tidak pernah tahu seberapa tinggi kita. Sampai kita terpanggil untuk bangkit” (E. Dickinson). Tuhan memanggil kita untuk bangun, bangkit pada sabda-Nya, menengadah dan menyadari bahwa kita diciptakan untuk surga, bukan untuk bumi, untuk tingginya kehidupan dan bukan untuk dalamnya kematian : Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?

Allah meminta kita untuk memandang kehidupan dari sudut pandang-Nya, karena di dalam diri kita masing-masing Ia tidak pernah berhenti melihat inti keindahan yang tak tertahankan. Dalam dosa, Ia melihat putra dan putri dipulihkan; dalam kematian, saudara-saudari terlahir kembali; dalam kesedihan, hati harus dihidupkan kembali. Maka janganlah takut: Tuhan mencintai hidupmu, bahkan ketika kamu takut memandangnya dan memegangnya. Dalam Paskah Ia menunjukkan kepadamu betapa Ia sangat mencintai kehidupan itu : bahkan sampai titik menjalaninya sepenuhnya, mengalami penderitaan yang berat, merasa ditinggalkan, kematian, dan neraka, guna muncul dengan kemenangan untuk memberitahumu : “Kamu tidak sendirian; percayalah kepada-Ku!". Yesus adalah pakar dalam mengubah kematian kita menjadi kehidupan, dukacita kita menjadi tarian (bdk. Mzm 30:12). Bersama-Nya, kita juga dapat mengalami Paskah, yaitu, keluaran - dari egoisme menuju persekutuan, dari kehancuran menuju penghiburan, dari ketakutan menuju percaya diri. Janganlah kita menundukkan wajah kita dalam ketakutan, tetapi angkatlah mata kita kepada Yesus yang bangkit. Tatapan-Nya memenuhi diri kita dengan harapan, karena tatapan-Nya memberitahu kita bahwa kita senantiasa dicintai dan betapapun kita mengacaukan banyak hal, cinta-Nya tetap tidak berubah. Inilah satu-satunya kepastian yang tidak dapat dirundingkan yang kita miliki dalam kehidupan : cinta-Nya tidak berubah. Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : Dalam hidupku, di mana aku sedang melihat? Apakah aku sedang menatap kuburan, atau sedang mencari Dia yang hidup?

Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Para perempuan mendengar kata-kata para malaikat, yang selanjutnya berkata : "Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea" (Luk 24:6). Para perempuan itu kehilangan harapan karena mereka tidak dapat mengingat kata-kata Yesus, panggilan-Nya yang terjadi di Galilea. Setelah kehilangan ingatan yang hidup akan Yesus, mereka tetap memandangi kubur. Iman selalu perlu kembali ke Galilea, membangkitkan kembali cinta pertamanya kepada Yesus dan panggilan-Nya : mengingat-Nya, kembali kepada-Nya dengan segenap pikiran kita dan segenap hati kita. Kembali ke cinta yang hidup akan Tuhan adalah penting. Kalau tidak, iman kita adalah sebuah iman "museum", bukan iman Paskah. Yesus bukan tokoh dari masa lalu; hari ini Ia adalah pribadi yang hidup. Kita tidak mengenal-Nya dari buku-buku sejarah; kita menjumpai-Nya dalam kehidupan. Hari ini, marilah kita mengingat bagaimana Yesus pertama kali memanggil kita, bagaimana Ia mengatasi kegelapan kita, perlawanan kita, dosa-dosa kita, dan bagaimana Ia menjamah hati kita dengan hati-Nya.

Para perempuan, mengingat Yesus, meninggalkan kubur. Paskah mengajarkan kita bahwa orang percaya tidak betah tinggal di kuburan, karena mereka dipanggil untuk pergi keluar bertemu Dia yang hidup. Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : Dalam hidupku, ke mana aku sedang pergi? Kadang-kadang kita pergi hanya ke arah masalah-masalah kita, yang ada banyak, dan pergi ke Tuhan hanya untuk meminta tolong. Tetapi kemudian, itu adalah kebutuhan kita sendiri, bukan Yesus yang menuntun berbagai langkah kita. Kita terus mencari Dia yang hidup di antara orang mati. Atau juga, berapa kali, kita pernah berjumpa Tuhan, apakah kita kembali kepada orang mati, menggali penyesalan, celaan, sakit hati, dan ketidakpuasan, tanpa memperkenankan Dia yang bangkit mengubah kita? Saudara dan saudari yang terkasih : marilah kita menempatkan Dia yang hidup di pusat kehidupan kita. Marilah kita memohon anugerah agar tidak terbawa arus, lautan permasalahan kita; rahmat agar tidak kandas di lautan dangkal dosa atau menabrak karang keputusasaan dan ketakutan. Marilah kita mencari-Nya dalam segala hal dan di atas segalanya. Bersama-Nya, kita akan bangkit kembali.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.