Bacaan
Ekaristi : Kis. 5:27b-32,40b-41; Mzm. 30:2,4,5,6,11,12a,13b; Why. 5:11-14; Yoh.
21:1-19
Saudara
dan saudari terkasih,
Kristus
bangkit!
Sungguh
luar biasa melihat bagaimana dengan kata-kata ini umat Kristiani di negaramu
saling menyapa dalam sukacita Tuhan yang bangkit selama Masa Paskah.
Seluruh
peristiwa yang baru saja kita dengar, yang diambil dari halaman terakhir dari
keempat Injil, membantu kita membenamkan diri dalam sukacita ini yang
dimohonkan Tuhan untuk kita sebarkan. Dengan melakukannya kita diingatkan akan
tiga hal menakjubkan yang menjadi bagian dari kehidupan kita sebagai para murid
: Allah memanggil, Allah mengejutkan, Allah mengasihi.
Allah
memanggil. Semuanya terjadi di pantai Danau Galilea, tempat Yesus pertama kali
memanggil Petrus. Ia memanggilnya untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai
penjala ikan guna menjadi penjala manusia (bdk. Luk 5:4-11). Sekarang, setelah
semua yang terjadi padanya, setelah pengalaman melihat sang Guru wafat dan
mendengar berita tentang kebangkitan-Nya, Petrus kembali ke kehidupan
terdahulunya. Ia memberitahu murid-murid yang lain, "Aku pergi menangkap
ikan". Dan mereka mengikutinya : “"Kami pergi juga dengan engkau”
(Yoh 21:3). Mereka tampaknya mengambil langkah mundur; Petrus mengambil jala
yang ditinggalkannya demi mengikut Yesus. Beban penderitaan, kekecewaan, dan
pengkhianatan telah menjadi seperti sebuah batu yang menghalangi hati para
murid. Mereka masih terbebani dengan rasa sakit dan rasa bersalah, serta kabar
baik kebangkitan belum berakar di dalam hati mereka.
Tuhan
tahu betapa kuatnya godaan terhadap kita untuk kembali seperti semula. Dalam
Kitab Suci, jala Petrus, seperti belanga daging di Mesir, adalah lambang
nostalgia yang menggoda terhadap masa lalu, lambang keinginan untuk mengambil
kembali apa yang telah kita putuskan untuk ditinggalkan. Dalam menghadapi
kegagalan, terluka, atau bahkan kenyataan bahwa kadang-kadang keadaan tidak
berjalan seperti yang kita inginkan, selalu ada godaan yang hampir tak kentara
dan berbahaya untuk menjadi berkecil hati dan menyerah. Inilah psikologi kubur
yang menodai segala sesuatu dengan patah hati dan menuntun kita untuk
memanjakan diri dengan perasaan mengasihani diri sendiri yang, seperti ngengat,
menggerogoti semua harapan kita. Kemudian hal terburuk yang dapat terjadi pada
jemaat apapun mulai muncul - pragmatisme kelabu dari sebuah kehidupan di mana
segala sesuatu tampaknya berjalan normal, padahal sesungguhnya iman perlahan
menjadi usang dan melemah dalam ketidakberdayaan (bdk. Evangelii Gaudium, 83).
Tetapi
pada saat kegagalan Petrus itulah Yesus muncul, memulai kembali, dengan sabar
mendatanginya dan memanggilnya “Simon” (ayat 15) - nama yang diterima Petrus
ketika ia pertama kali dipanggil. Tuhan tidak menunggu situasi atau kerangka
berpikir yang sempurna : Ia menciptakannya. Ia tidak berharap berjumpa
orang-orang tanpa masalah, kekecewaan, dosa atau keterbatasan. Ia sendiri
menghadapi dosa dan kekecewaan guna mendorong semua orang untuk bertahan.
Saudara dan saudari, Tuhan tidak pernah bosan memanggil kita. Kekuatan-Nya
adalah kekuatan kasih yang menjungkirbalikkan setiap harapan dan selalu siap
untuk memulai yang baru. Di dalam Yesus, Allah selalu menawarkan kesempatan
lain kepada kita. Ia memanggil kita hari demi hari untuk memperdalam kasih kita
kepada-Nya dan dihidupkan kembali oleh kebaruan-Nya yang abadi. Setiap pagi, Ia
datang untuk menemukan diri kita di mana pun kita berada. Ia memanggil kita
“bangkit mendengarkan sabda-Nya, menengadah dan menyadari bahwa kita diciptakan
untuk surga, bukan untuk bumi, untuk tingginya kehidupan dan bukan untuk
dalamnya maut”, dan berhenti mencari “yang hidup di antara yang mati” (Homili
pada Misa Malam Paskah, 20 April 2019). Ketika kita menyambut-Nya, kita naik
semakin tinggi dan mampu merangkul sebuah masa depan yang lebih cerah, bukan
sebagai sebuah kemungkinan tetapi sebagai sebuah kenyataan. Ketika panggilan
Yesus mengarahkan kehidupan kita, hati kita bertambah muda.
Allah
mengejutkan. Ia adalah Tuhan yang mengejutkan. Ia mengundang kita tidak hanya untuk
terkejut, tetapi juga untuk melakukan hal-hal yang mengejutkan. Tuhan memanggil
para murid dan, melihat mereka dengan jala yang kosong, Ia mengatakan kepada
mereka untuk melakukan sesuatu yang ganjil : menjala ikan di siang hari,
sesuatu yang sangat tidak lumrah di danau tersebut. Ia menghidupkan kembali
kepercayaan mereka dengan mendesak mereka untuk sekali lagi mengambil resiko,
tidak menyerah pada siapa pun atau apa pun. Ia adalah Tuhan yang mengejutkan,
yang meruntuhkan penghalang yang melumpuhkan dengan memenuhi diri kita dengan
keberanian yang dibutuhkan untuk mengatasi kecurigaan, ketidakpercayaan dan
ketakutan yang begitu sering mengintai di balik pola pikir yang mengatakan,
"Kami selalu melakukan berbagai hal dengan cara ini". Allah
mengejutkan kita setiap kali Ia memanggil dan meminta kita untuk pergi ke
lautan sejarah tidak hanya dengan jala kita, tetapi dengan diri kita sendiri.
Melihat kehidupan kita dan kehidupan orang lain seperti yang dilakukan-Nya,
karena “dalam dosa, Ia melihat putra dan putri dipulihkan; dalam kematian,
saudara dan saudari terlahir kembali; dalam kesedihan, hati dihidupkan kembali.
Jadi janganlah takut : Tuhan mengasihi kehidupanmu, bahkan ketika kamu takut
melihatnya dan menggandengnya” (Homili pada Misa Malam Paskah, 20 April 2019).
Kita
sekarang dapat beralih ke hal menakjubkan yang ketiga : Allah memanggil dan
Allah mengejutkan, karena Allah mengasihi. Kasih adalah bahasa-Nya. Itulah
sebabnya Ia meminta Petrus, dan kita, untuk mempelajari bahasa itu. Ia bertanya
kepada Petrus : "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan Petrus mengatakan
ya; setelah menghabiskan begitu banyak waktu bersama Yesus, ia sekarang
memahami bahwa mengasihi berarti berhenti menempatkan dirinya di tengah. Ia
sekarang menjadikan Yesus, dan bukan dirinya sendiri, titik awal : “Engkau tahu
segala sesuatu” (Yoh 21:17), kata Yesus. Petrus mengakui kelemahannya; ia
menyadari bahwa ia tidak dapat membuat kemajuan sendiri. Dan ia berpendirian
pada Tuhan dan pada kekuatan kasih-Nya, sampai akhir.
Tuhan
mengasihi kita : inilah sumber kekuatan kita dan kita diminta untuk
menegaskannya kembali setiap hari. Menjadi orang Kristiani merupakan sebuah
panggilan untuk menyadari bahwa kasih Allah lebih besar dibanding segala
kekurangan dan dosa kita. Salah satu kekecewaan dan kesulitan besar kita hari
ini bukan berasal dari mengetahui bahwa Allah adalah kasih, tetapi cara kita
memberitakan dan memberikan kesaksian bagi-Nya sedemikian rupa sehingga, bagi
banyak orang, kasih bukanlah nama-Nya. Allah adalah kasih yang mengasihi, yang
melimpahkan dirinya, yang memanggil dan mengejutkan.
Di
sini kita melihat mukjizat Allah, yang menjadikan kehidupan kita karya seni,
andai saja kita memperkenankan diri kita dituntun oleh kasih-Nya. Banyak saksi
Paskah di negeri yang terberkati ini menciptakan berbagai mahakarya yang agung,
yang diilhami oleh iman yang sederhana dan kasih yang besar. Menawarkan
kehidupan mereka, mereka menjadi tanda-tanda yang hidup dari Tuhan, mengatasi
ketidakacuhan dengan keberanian dan menawarkan tanggapan Kristiani terhadap
keprihatinan yang mereka jumpai (bdk. Christus
Vivit, 174). Hari ini kita dipanggil untuk mengangkat mata kita dan
mengakui apa yang telah dilakukan Tuhan di masa lalu, dan berjalan bersama-Nya
menuju masa depan, mengetahui bahwa, entah kita berhasil atau gagal, Ia akan
selalu ada di sana untuk terus menyuruh kita menebarkan jala kita.
Di
sini saya ingin mengulangi apa yang saya katakan kepada kaum muda dalam seruan
saya baru-baru ini. Sebuah Gereja yang muda, muda bukan dari segi usia tetapi
dalam kasih karunia Roh, sedang mengundang kita untuk memberi kesaksian tentang
kasih Kristus, kasih yang mengilhami dan mengarahkan kita untuk berjuang demi
kebaikan bersama. Kasih ini memungkinkan kita untuk melayani kaum miskin dan
menjadi tokoh utama dari revolusi amal kasih dan pelayanan, yang mampu melawan
penyakit konsumerisme dan individualisme yang dangkal. Dipenuhi oleh kasih
Kristus, jadilah saksi-saksi yang hidup dari Injil di setiap sudut kota ini
(bdk. Christus Vivit, 174-175).
Jangan takut menjadi orang-orang kudus yang sangat dibutuhkan negeri ini.
Jangan takut pada kekudusan. Kekudusan tidak akan mengambil daya, hidup dan
kegembiraanmu. Justru sebaliknya, kamu dan segenap putra dan putri di negeri
ini akan menjadi apa yang dikehendaki Bapa saat menciptakanmu (bdk. Gaudete et Exsultate, 32).
Dipanggil,
dikejutkan dan diutus karena kasih!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.