Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DI LAPANGAN PANGERAN ALEKSANDER I, SOFIA (BULGARIA) 5 Mei 2019 : TIGA HAL MENAKJUBKAN DARI KEHIDUPAN SEORANG MURID

Bacaan Ekaristi : Kis. 5:27b-32,40b-41; Mzm. 30:2,4,5,6,11,12a,13b; Why. 5:11-14; Yoh. 21:1-19

Saudara dan saudari terkasih,

Kristus bangkit!

Sungguh luar biasa melihat bagaimana dengan kata-kata ini umat Kristiani di negaramu saling menyapa dalam sukacita Tuhan yang bangkit selama Masa Paskah.

Seluruh peristiwa yang baru saja kita dengar, yang diambil dari halaman terakhir dari keempat Injil, membantu kita membenamkan diri dalam sukacita ini yang dimohonkan Tuhan untuk kita sebarkan. Dengan melakukannya kita diingatkan akan tiga hal menakjubkan yang menjadi bagian dari kehidupan kita sebagai para murid : Allah memanggil, Allah mengejutkan, Allah mengasihi.


Allah memanggil. Semuanya terjadi di pantai Danau Galilea, tempat Yesus pertama kali memanggil Petrus. Ia memanggilnya untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai penjala ikan guna menjadi penjala manusia (bdk. Luk 5:4-11). Sekarang, setelah semua yang terjadi padanya, setelah pengalaman melihat sang Guru wafat dan mendengar berita tentang kebangkitan-Nya, Petrus kembali ke kehidupan terdahulunya. Ia memberitahu murid-murid yang lain, "Aku pergi menangkap ikan". Dan mereka mengikutinya : “"Kami pergi juga dengan engkau” (Yoh 21:3). Mereka tampaknya mengambil langkah mundur; Petrus mengambil jala yang ditinggalkannya demi mengikut Yesus. Beban penderitaan, kekecewaan, dan pengkhianatan telah menjadi seperti sebuah batu yang menghalangi hati para murid. Mereka masih terbebani dengan rasa sakit dan rasa bersalah, serta kabar baik kebangkitan belum berakar di dalam hati mereka.

Tuhan tahu betapa kuatnya godaan terhadap kita untuk kembali seperti semula. Dalam Kitab Suci, jala Petrus, seperti belanga daging di Mesir, adalah lambang nostalgia yang menggoda terhadap masa lalu, lambang keinginan untuk mengambil kembali apa yang telah kita putuskan untuk ditinggalkan. Dalam menghadapi kegagalan, terluka, atau bahkan kenyataan bahwa kadang-kadang keadaan tidak berjalan seperti yang kita inginkan, selalu ada godaan yang hampir tak kentara dan berbahaya untuk menjadi berkecil hati dan menyerah. Inilah psikologi kubur yang menodai segala sesuatu dengan patah hati dan menuntun kita untuk memanjakan diri dengan perasaan mengasihani diri sendiri yang, seperti ngengat, menggerogoti semua harapan kita. Kemudian hal terburuk yang dapat terjadi pada jemaat apapun mulai muncul - pragmatisme kelabu dari sebuah kehidupan di mana segala sesuatu tampaknya berjalan normal, padahal sesungguhnya iman perlahan menjadi usang dan melemah dalam ketidakberdayaan (bdk. Evangelii Gaudium, 83).

Tetapi pada saat kegagalan Petrus itulah Yesus muncul, memulai kembali, dengan sabar mendatanginya dan memanggilnya “Simon” (ayat 15) - nama yang diterima Petrus ketika ia pertama kali dipanggil. Tuhan tidak menunggu situasi atau kerangka berpikir yang sempurna : Ia menciptakannya. Ia tidak berharap berjumpa orang-orang tanpa masalah, kekecewaan, dosa atau keterbatasan. Ia sendiri menghadapi dosa dan kekecewaan guna mendorong semua orang untuk bertahan. Saudara dan saudari, Tuhan tidak pernah bosan memanggil kita. Kekuatan-Nya adalah kekuatan kasih yang menjungkirbalikkan setiap harapan dan selalu siap untuk memulai yang baru. Di dalam Yesus, Allah selalu menawarkan kesempatan lain kepada kita. Ia memanggil kita hari demi hari untuk memperdalam kasih kita kepada-Nya dan dihidupkan kembali oleh kebaruan-Nya yang abadi. Setiap pagi, Ia datang untuk menemukan diri kita di mana pun kita berada. Ia memanggil kita “bangkit mendengarkan sabda-Nya, menengadah dan menyadari bahwa kita diciptakan untuk surga, bukan untuk bumi, untuk tingginya kehidupan dan bukan untuk dalamnya maut”, dan berhenti mencari “yang hidup di antara yang mati” (Homili pada Misa Malam Paskah, 20 April 2019). Ketika kita menyambut-Nya, kita naik semakin tinggi dan mampu merangkul sebuah masa depan yang lebih cerah, bukan sebagai sebuah kemungkinan tetapi sebagai sebuah kenyataan. Ketika panggilan Yesus mengarahkan kehidupan kita, hati kita bertambah muda.

Allah mengejutkan. Ia adalah Tuhan yang mengejutkan. Ia mengundang kita tidak hanya untuk terkejut, tetapi juga untuk melakukan hal-hal yang mengejutkan. Tuhan memanggil para murid dan, melihat mereka dengan jala yang kosong, Ia mengatakan kepada mereka untuk melakukan sesuatu yang ganjil : menjala ikan di siang hari, sesuatu yang sangat tidak lumrah di danau tersebut. Ia menghidupkan kembali kepercayaan mereka dengan mendesak mereka untuk sekali lagi mengambil resiko, tidak menyerah pada siapa pun atau apa pun. Ia adalah Tuhan yang mengejutkan, yang meruntuhkan penghalang yang melumpuhkan dengan memenuhi diri kita dengan keberanian yang dibutuhkan untuk mengatasi kecurigaan, ketidakpercayaan dan ketakutan yang begitu sering mengintai di balik pola pikir yang mengatakan, "Kami selalu melakukan berbagai hal dengan cara ini". Allah mengejutkan kita setiap kali Ia memanggil dan meminta kita untuk pergi ke lautan sejarah tidak hanya dengan jala kita, tetapi dengan diri kita sendiri. Melihat kehidupan kita dan kehidupan orang lain seperti yang dilakukan-Nya, karena “dalam dosa, Ia melihat putra dan putri dipulihkan; dalam kematian, saudara dan saudari terlahir kembali; dalam kesedihan, hati dihidupkan kembali. Jadi janganlah takut : Tuhan mengasihi kehidupanmu, bahkan ketika kamu takut melihatnya dan menggandengnya” (Homili pada Misa Malam Paskah, 20 April 2019).

Kita sekarang dapat beralih ke hal menakjubkan yang ketiga : Allah memanggil dan Allah mengejutkan, karena Allah mengasihi. Kasih adalah bahasa-Nya. Itulah sebabnya Ia meminta Petrus, dan kita, untuk mempelajari bahasa itu. Ia bertanya kepada Petrus : "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan Petrus mengatakan ya; setelah menghabiskan begitu banyak waktu bersama Yesus, ia sekarang memahami bahwa mengasihi berarti berhenti menempatkan dirinya di tengah. Ia sekarang menjadikan Yesus, dan bukan dirinya sendiri, titik awal : “Engkau tahu segala sesuatu” (Yoh 21:17), kata Yesus. Petrus mengakui kelemahannya; ia menyadari bahwa ia tidak dapat membuat kemajuan sendiri. Dan ia berpendirian pada Tuhan dan pada kekuatan kasih-Nya, sampai akhir.

Tuhan mengasihi kita : inilah sumber kekuatan kita dan kita diminta untuk menegaskannya kembali setiap hari. Menjadi orang Kristiani merupakan sebuah panggilan untuk menyadari bahwa kasih Allah lebih besar dibanding segala kekurangan dan dosa kita. Salah satu kekecewaan dan kesulitan besar kita hari ini bukan berasal dari mengetahui bahwa Allah adalah kasih, tetapi cara kita memberitakan dan memberikan kesaksian bagi-Nya sedemikian rupa sehingga, bagi banyak orang, kasih bukanlah nama-Nya. Allah adalah kasih yang mengasihi, yang melimpahkan dirinya, yang memanggil dan mengejutkan.

Di sini kita melihat mukjizat Allah, yang menjadikan kehidupan kita karya seni, andai saja kita memperkenankan diri kita dituntun oleh kasih-Nya. Banyak saksi Paskah di negeri yang terberkati ini menciptakan berbagai mahakarya yang agung, yang diilhami oleh iman yang sederhana dan kasih yang besar. Menawarkan kehidupan mereka, mereka menjadi tanda-tanda yang hidup dari Tuhan, mengatasi ketidakacuhan dengan keberanian dan menawarkan tanggapan Kristiani terhadap keprihatinan yang mereka jumpai (bdk. Christus Vivit, 174). Hari ini kita dipanggil untuk mengangkat mata kita dan mengakui apa yang telah dilakukan Tuhan di masa lalu, dan berjalan bersama-Nya menuju masa depan, mengetahui bahwa, entah kita berhasil atau gagal, Ia akan selalu ada di sana untuk terus menyuruh kita menebarkan jala kita.

Di sini saya ingin mengulangi apa yang saya katakan kepada kaum muda dalam seruan saya baru-baru ini. Sebuah Gereja yang muda, muda bukan dari segi usia tetapi dalam kasih karunia Roh, sedang mengundang kita untuk memberi kesaksian tentang kasih Kristus, kasih yang mengilhami dan mengarahkan kita untuk berjuang demi kebaikan bersama. Kasih ini memungkinkan kita untuk melayani kaum miskin dan menjadi tokoh utama dari revolusi amal kasih dan pelayanan, yang mampu melawan penyakit konsumerisme dan individualisme yang dangkal. Dipenuhi oleh kasih Kristus, jadilah saksi-saksi yang hidup dari Injil di setiap sudut kota ini (bdk. Christus Vivit, 174-175). Jangan takut menjadi orang-orang kudus yang sangat dibutuhkan negeri ini. Jangan takut pada kekudusan. Kekudusan tidak akan mengambil daya, hidup dan kegembiraanmu. Justru sebaliknya, kamu dan segenap putra dan putri di negeri ini akan menjadi apa yang dikehendaki Bapa saat menciptakanmu (bdk. Gaudete et Exsultate, 32).

Dipanggil, dikejutkan dan diutus karena kasih!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.