Ekaristi
ini diakhiri dengan doa pamitan, yaitu kata perpisahan : “mengucapkan kata
perpisahan” kepada saudara. Kata perpisahan tersebut seperti mengatakan : kami
memperkenankan kamu pergi kepada Allah, pergi ke tangan Allah. Kitab Suci
memberitahu kita dalam Kitab Kebijaksanaan bahwa jiwa orang benar ada di tangan
Allah (bdk. 3:1). Tangan Allah, yang merupakan tangan yang paling indah,
terluka dengan kasih, tangan yang terluka dengan kasih. Dan kita mempercayakan
saudara kita ke tangan Allah.
Dan
ini juga merupakan doa perpisahan, dan banyak lagi : perpisahan gembala. Gembala
meninggalkan umatnya, kawanannya. Sama seperti yang dilakukan Paulus di
Miletus, di hadapan para penatua di Efesus, menangis (bdk. Kis 20:17-38).
Mereka semua menangis tersedu-sedu, mereka memeluk lehernya, mereka menciumnya
sebelum ia naik ke kapal. Perpisahan gembala. Gembala mengatakan perpisahan
dengan kesaksiannya sendiri : “Kamu tahu, bagaimana aku hidup di antara kamu”
(ayat 18). Inilah hidupku, katanya kepada kawanan dombanya - kamu menilai.
Kesaksian. Gembala meninggalkan mereka menunjukkan bahwa hidupnya adalah hidup
ketaatan kepada Allah : “Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke
Yerusalem” (ayat 22). Rohlah yang telah menuntunku dan sedang menuntunku;
laksana pasukan yang mendukung kehidupan gembala.
Gembala
mengatakan perpisahan juga dengan kesaksian ketidakterikatan : ia terbiasa
tidak terikat dengan benda-benda dunia ini, tidak terikat pada keduniawian.
"Sekarang aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi ... Sebab
itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih” (bdk. ayat 25-26),
dari begitu banyak hal, dan ia tidak terikat padanya. Seolah-olah ingin
mengatakan, "sekarang kamu sudah dewasa". "Karena itu jagalah
dirimu dan jagalah seluruh kawanan" (ayat 28). Berjaga, bergumul,
dewasalah, aku akan meninggalkanmu sendirian, majulah.
Kemudian,
sebagai seorang saudara dan bapa, gembala mengucapkan perpisahan dengan nubuat.
Berhati-hatilah, waspadalah karena "sesudah aku pergi, serigala-serigala
yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan
itu" (ayat 29). Ia menunjukkan jalan, dan bagaimana mempertahankan diri
mereka sendirian tanpa gembala mereka.
Pada
akhirnya ia berdoa, “Sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan” (ayat 32), dan
berlutut, dengan para imamnya, ia berdoa.
Inilah
perpisahan gembala, yang amat sangat dihayati oleh Paulus di Miletus. Dan hari
ini, marilah kita memikirkan semua hal ini, dan mungkin saudara kita Léon sudi
memberitahu kita, dan sudi memberitahu umatnya, umatnya di Argentina, di
Salvador, di banyak tempat di mana ia pergi : "Sekarang aku menyerahkan
kamu kepada Allah".
Dan
kita juga telah mendengar perpisahan lain, perpisahan Yesus, yang merupakan
perpisahan dalam pengharapan. “Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat
bagimu (Yoh 14:2). Keterpisahan tersebut bersifat sementara, keterpisahan
tersebut bersifat tidak selamanya. “Aku akan pergi, kawanan akan datang
sesudahnya. Aku akan menyediakan tempat bagimu”. Yaitu, Aku akan pergi ke
tempat yang Aku inginkan agar kamu semua tiba, pada saat itu”. "Aku akan
pergi ke sana untuk menyediakan tempat bagimu" : itulah pengharapan.
Spiritualitas, yang setidaknya kita pelajari di novisiat, memberitahu kita
bahwa seluruh kehidupan adalah sebuah jalan untuk belajar cara meninggal. Hal
ini lumayan baik dalam spiritualitas abad kedelapan belas ... Saya suka
mengatakan, kehidupan mengajarkan kita cara meninggalkan. Belajar meninggalkan.
Dan melihat bagaimana para gembala mengucapkan selamat tinggal, seperti Yesus,
seperti Paulus, seperti begitu banyak orang, seperti Léon, mereka semua
meninggalkan kita. Kita juga dapat belajar: mengambil langkah untuk mengucapkan
selamat tinggal, perpisahan kecil saat kita berganti perutusan, dan perpisahan
besar di akhir hayat. Semoga Tuhan menganugerahkan kita seluruh rahmat ini :
belajar bagaimana mengucapkan kepergian kita, yang merupakan rahmat Allah.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.