Bacaan
Ekaristi : Ams. 8:22-31; Mzm. 8:4-5,6-7,8-9; Rm. 5:1-5; Yoh. 16:12-15.
“Apakah
manusia, sehingga Engkau mengingatnya?”, kita mendoakan Mazmur (8:5) tersebut.
Kata-kata ini muncul di benak saya ketika sedang memikirkan kalian. Di hadapan
apa yang kalian lihat dan derita, di hadapan berbagai rumah dan bangunan yang
runtuh menjadi puing-puing, pertanyaan ini muncul : “Apakah manusia? Apakah
dia, jika apa yang ia bangun bisa runtuh dalam sekejap? Apakah ia, jika
harapannya bisa berakhir menjadi debu? Apakah manusia? Jawabannya tampaknya
berasal dari kelanjutan ungkapan tersebut : Apakah anak manusia, sehingga
Engkau mengindahkannya? Tentang kita, sama seperti kita, dengan
kerapuhan-kerapuhan kita, Allah mengingat <kita>. Dalam ketidakpastian
yang kita rasakan secara lahiriah dan batiniah, Tuhan memberi kita kepastian :
Ia mengingat kita. Ia berbalik dengan hati-Nya kepada kita, karena Ia peduli
tentang kita. Dan sementara di sini terlalu banyak hal yang dilupakan dengan
tergesa-gesa, Allah tidak membiarkan kita terlupakan. Tidak ada seorang pun
yang hina di mata-Nya; masing-masing orang memiliki nilai tak terbatas bagi-Nya
: kita kecil di bawah langit dan tidak berdaya ketika gempa bumi, tetapi bagi
Allah, kita lebih berharga daripada apa pun.
Kenangan
adalah kata kunci untuk kehidupan. Marilah kita memohon rahmat untuk mengingat
setiap hari bahwa kita tidak dilupakan oleh Allah, bahwa kita adalah
anak-anak-Nya yang terkasih, unik dan tak tergantikan : mengingatnya memberi
kita kekuatan untuk tidak menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup.
Kita ingat betapa berharganya kita, dalam menghadapi godaan untuk bersedih dan
terus menggali hal yang lebih buruk itu, yang tampaknya tidak ada habisnya.
Berbagai kenangan buruk datang, bahkan ketika kita tidak memikirkannya; namun,
berbagai kenangan tersebut membayar dengan buruk : berbagai kenangan hanya
meninggalkan melankolis dan nostalgia. Tetapi, betapa sulitnya membebaskan diri
dari berbagai kenangan buruk! Perkataan itu benar, menurutnya lebih mudah bagi
Allah untuk mengeluarkan Israel dari Mesir daripada Mesir keluar dari hati
Israel.
Membebaskan
hati dari masa lalu yang kembali, dari ingatan negatif yang memenjarakan kita
dari penyesalan yang melumpuhkan kita, akan berguna jika seseorang membantu kita
menanggung beban yang dimiliki hati kita. Faktanya, Yesus berkata kepada kita
hari ini bahwa kita “tidak sanggup menanggung beban” dari begitu banyak hal
(bdk. Yoh 16:12). Dan apa yang dilakukan-Nya di hadapan kelemahan kita? Ia
tidak mengambil beban, seperti yang kita inginkan, yang selalu mencari
penyelesaian cepat dan dangkal; tidak, Tuhan memberikan Roh Kudus kepada kita.
Kita membutuhkan-Nya karena Ia adalah Sang Penghibur, yaitu, Ia yang tidak
meninggalkan kita sendirian di bawah berbagai beban hidup. Dialah yang mengubah
ingatan perbudakan kita menjadi ingatan yang bebas, luka-luka masa lalu menjadi
berbagai ingatan akan keselamatan. Ia melakukan di dalam diri kita apa yang
dilakukan-Nya bagi Yesus: luka-luka-Nya, luka-luka yang mengerikan itu, dilubangi
oleh kejahatan, oleh kuasa Roh Kudus menjadi saluran belas kasihan, luka-luka
yang bercahaya yang di dalamnya kasih Allah bersinar, sebuah kasih yang
membangkitkan, yang membuat kita bangun lagi. Roh Kudus melakukan hal ini
ketika kita mengundang Dia dalam luka-luka kita. Ia mengurapi berbagai ingatan
yang mengerikan tersebut dengan minyak urapan harapan karena Roh Kudus adalah
Sang Pembangun kembali harapan.
Harapan.
Harapan macam apakah? Harapan tersebut bukanlah harapan yang sedang berlalu.
Harapan-harapan duniawi sedang berlalu; harapan-harapan tersebut selalu
memiliki tanggal kadaluwarsa; harapan-harapan tersebut terbuat dari benda-benda
duniawi, yang cepat atau lambat memburuk. Harapan akan Roh Kudus adalah harapan
umur panjang; harapan tersebut tidak kadaluwarsa, karena didasarkan pada
kesetiaan Allah. Harapan akan Roh Kudus bahkan bukanlah optimisme. Harapan akan
Roh Kudus semakin lahir dalam kedalaman; harapan akan Roh Kudus menghidupkan
kembali di dalam hati kepastian dihargai karena kita dikasihi. Harapan akan Roh
Kudus menanamkan kepercayaan bahwa tidak sendirian. Harapan akan Roh Kudus
adalah harapan yang meninggalkan kedamaian dan sukacita di dalam batin,
terlepas dari apa yang terjadi secara lahiriah. Harapan akan Roh Kudus adalah
harapan yang memiliki akar yang kuat, yang tidak dapat dihancurkan oleh badai
dalam kehidupan. Harapan akan Roh Kudus adalah sebuah harapan, kata Santo
Paulus hari ini, yang “tidak mengecewakan” (Rm 5:5) - harapan tidak
mengecewakan! -, yang memberikan kekuatan untuk mengatasi setiap kesengsaraan
(bdk. ayat 2-3). Ketika kita bermasalah atau terluka - dan kamu tahu benar apa
yang bermasalah, apa yang terluka -, kita dituntun untuk "membuat
sarang" di sekitar kesedihan dan ketakutan kita. Sebaliknya, Roh Kudus membebaskan
kita dari sarang kita; Ia membuat kita terbang tinggi, Ia mengungkapkan takdir
yang luar biasa yang untuknya kita dilahirkan. Roh Kudus memelihara kita dengan
harapan yang hidup. Marilah kita undang Dia. Marilah kita meminta Dia untuk
datang ke dalam diri kita dan Ia akan menjadikan-Nya dekat. Datanglah, Roh
Penghibur! Datang dan berilah kami sedikit terang, berilah kami arti dari
tragedi ini, berilah kami harapan yang tidak mengecewakan. Datanglah, Roh
Kudus!
Kedekatan
adalah kata ketiga dan terakhir yang ingin saya bagikan dengan kalian. Hari ini
kita merayakan Tritunggal Mahakudus. Tritunggal bukanlah teka-teki teologis,
tetapi misteri yang megah tentang kedekatan Allah. Tritunggal memberitahu kita
bahwa kita tidak memiliki Allah yang sendirian di Surga - jauh dan tidak
peduli, tidak. Ia adalah seorang Bapa yang telah memberi kita Putra-Nya, yang
menjadikan diri-Nya manusia seperti kita, dan menjadikan diri-Nya sungguh
semakin dekat, untuk membantu kita menanggung berbagai beban kehidupan, mengutus
Roh-Nya sendiri kepada kita. Ia, yang adalah Roh, datang ke roh kita dan dengan
demikian menghibur batin kita; Ia membawa kita jauh ke dalam kelembutan Allah.
Bersama Allah, berbagai beban hidup tidak berada di pundak kita: Roh Kudus,
yang nama-Nya kita sebut setiap kali kita membuat tanda salib tepat ketika kita
menyentuh bahu, Ia datang untuk memberi kita kekuatan, mendorong kita,
mendukung beban kita. Faktanya, Ia adalah pakar dalam membangkitkan,
mengangkat, dan membangun kembali. Diperlukan lebih banyak kekuatan untuk
memperbaiki daripada membangun, memulihkan kembali daripada memulai, didamaikan
daripada berada dalam kesepakatan. Inilah kekuatan yang diberikan Allah kepada
kita. Oleh karena itu, orang yang mendekat kepada Allah tidak jatuh, berjalan
maju: memulai lagi, mencoba lagi, memulihkan kembali. Ia menderita tetapi mampu
memulai lagi, mencoba lagi, membangun kembali.
Saudara
dan saudari terkasih, saya datang hari ini hanya untuk dekat dengan kalian; di
sini bersama kalian saya berdoa kepada Allah yang mengingat kita sehingga tidak
ada seorang pun yang melupakan orang yang berada dalam kesulitan. Saya berdoa
kepada Allah harapan agar apa yang berubah-ubah di bumi tidak membuat orang
bimbang tentang kepastian yang kita miliki. Saya berdoa kepada “Allah yang
dekat", untuk membangkitkan gerakan kedekatan yang nyata. Hampir tiga
tahun telah berlalu dan resikonya yaitu, setelah pada awalnya ada keterlibatan
emosi dan media, perhatian menurun dan janji-janji akhirnya terlupakan,
meningkatkan rasa frustrasi orang yang melihat wilayah itu semakin berkurang
penduduknya. Sebaliknya, Tuhan mendorong kita untuk mengingat, memperbaiki,
membangun kembali, dan melakukannya bersama-sama, tanpa pernah melupakan mereka
yang menderita.
Apakah
manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Allah yang mengingat kita; Allah yang
menyembuhkan kenangan kita yang terluka mengurapinya dengan harapan; Allah yang
dekat dengan kita untuk mengangkat batin kita, semoga Allah ini membantu kita
menjadi pembangun kebaikan, penghibur hati. Kita masing-masing dapat melakukan
kebaikan, tanpa menunggu orang lain memulai. "Aku mulai, aku mulai, aku
mulai" : kita masing-masing harus mengatakan hal ini. Kita masing-masing
dapat menghibur seseorang, tanpa mengharapkan permasalahannya terselesaikan.
Juga membawa salib saya, saya mencoba untuk mendekati untuk menghibur orang
lain. Apakah manusia? Ia adalah impian-Mu yang besar, Tuhan, yang selalu Engkau
ingat. Manusia adalah impian-Mu yang besar, Tuhan, yang selalu Engkau ingat.
Tidak mudah untuk memahaminya dalam keadaan ini, Tuhan. Manusia melupakan kita;
mereka tidak ingat tragedi ini. Tetapi Engkau, Tuhan, jangan lupa. Manusia
adalah impian-Mu yang besar, Tuhan, yang selalu Engkau ingat. Tuhan, ingatkan
juga kami agar kami berada di dunia untuk memberikan harapan dan kedekatan
karena kami adalah anak-anak-Mu, “Allah sumber segala penghiburan” (2 Kor 1:3).
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.