Pesta
Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet
Bacaan
Ekaristi : Zef. 3:14-18a; Yes. 12:2-3,4-bcd,5-6; Luk. 1:46-53.
Bacaan
Injil (Luk 1:46-53) yang baru saja kita dengar menarik kita ke dalam perjumpaan
antara dua perempuan yang berpelukan, dipenuhi dengan sukacita dan pujian. Sang
anak melompat kegirangan dalam rahim Elisabet dan ia menyatakan sanaknya
berbahagia karena imannya. Maria melambungkan kidung puji-pujian tentang
perbuatan-perbuatan besar yang telah diperbuat Tuhan terhadap hamba-Nya yang
rendah hati; kidung puji-pujiannya adalah kidung pengharapan yang besar bagi
mereka yang tidak dapat lagi bernyanyi karena mereka kehilangan suara mereka.
Kidung pengharapan itu juga dimaksudkan untuk membangunkan kita hari ini, dan
membuat kita menggabungkan suara kita kepadanya. Dari hal ini ada tiga unsur
yang berharga yang dapat kita renungkan di dalam diri para murid yang pertama :
Maria melakukan perjalanan, Maria mengalami perjumpaan, Maria bergembira.
Maria
melakukan perjalanan ... dari Nazaret ke rumah Zakharia dan Elisabet. Ini
adalah perjalanan pertama Maria, sebagaimana terkait dengan Kitab Suci.
Perjalanan pertama dari banyak perjalanan. Ia akan melakukan perjalanan dari
Galilea ke Betlehem, tempat Yesus akan dilahirkan; ia akan pergi ke Mesir untuk
menyelamatkan Anaknya dari Herodes; setiap tahun ia akan pergi ke Yerusalem
untuk merayakan Paskah (bdk. Luk 2:41), dan akhirnya ia akan mengikuti Yesus ke
Kalvari. Seluruh perjalanan ini memiliki satu kesamaan : seluruhnya tidak
pernah mudah; seluruhnya selalu membutuhkan keberanian dan kesabaran.
Seluruhnya mengatakan kepada kita bahwa Bunda Maria tahu apa artinya berjalan
menanjak, ia tahu apa artinya kita berjalan menanjak, dan ia adalah saudari
kita di setiap langkah perjalanan. Ia tahu apa rasanya lelah berjalan dan ia
bisa menatang kita di tengah-tengah kesulitan-kesulitan kita, dalam berbagai
tikungan dan putaran yang paling berbahaya dalam perjalanan hidup kita.
Sebagai
seorang ibu yang baik, Maria tahu bahwa kasih tumbuh setiap hari di
tengah-tengah hal-hal kecil kehidupan. Kasih dan kecerdasan seorang ibu mampu
mengubah sebuah kandang hewan menjadi rumah bagi Yesus, dengan kain lampin
miskin dan kelimpahan kasih (bdk. Evangelii Gaudium, 286). Berkaca pada Maria
memungkinkan kita untuk mengalihkan pandangan kita kepada semua perempuan, ibu
dan nenek di tanah ini yang, dengan pengorbanan, pengabdian, dan penyangkalan
diri mereka yang teduh, sedang membentuk masa kini dan mempersiapkan jalan
untuk impian masa depan. Pengorbanan mereka adalah pengorbanan yang diam-diam,
tak kenal lelah, dan tanpa tanda jasa; mereka tidak takut untuk
"menyingsingkan lengan baju" dan memikul berbagai kesulitan demi
anak-anak dan keluarga mereka, "sekalipun tidak ada dasar untuk
berharap" (Rm 4:18). Ingatan yang hidup dari bangsamu mempertahankan indra
pengharapan yang kuat ini terhadap setiap upaya untuk meredupkan atau
memadamkannya. Memandang Maria dan seluruh wajah ibu-ibu itu, kita mengalami
dan dipelihara oleh indra harapan itu (bdk. Dokumen Aparecida, 536), yang
melahirkan dan menyingkapkan cakrawala masa depan. Marilah kita nyatakannya
dengan sungguh-sungguh : dalam umat kita ada banyak ruang untuk pengharapan.
Itulah sebabnya perjalanan Maria berlanjut bahkan hingga hari ini; ia
mengundang kita, bersamanya, untuk melakukan perjalanan bersama-sama.
Maria
berjumpa Elisabet (bdk. Luk 1:39-56), seorang perempuan yang telah lanjut
umurnya (ayat 7). Tetapi Elisabet, meskipun lebih tua, adalah orang yang
berbicara tentang masa depan dan, "penuh dengan Roh Kudus" (ayat 41),
bernubuat dalam kata-kata yang mengisyaratkan Sabda Bahagia Injil yang terakhir
: "Berbahagialah orang-orang yang percaya" (bdk. Yoh 20:29). Bukan
main, perempuan yang lebih muda pergi menemui perempuan yang lebih tua, mencari
akarnya, sementara perempuan yang lebih tua dilahirkan kembali dan menubuatkan
masa depan perempuan yang lebih muda. Di sini, tua dan muda bertemu, berpelukan
dan masing-masing membangkitkan yang terbaik. Ini adalah sebuah mukjizat yang
ditimbulkan oleh budaya perjumpaan, di mana tak seorang pun yang dicampakkan
atau dikucilkan, tetapi semuanya dicari-cari, karena semuanya diperlukan untuk
mengungkapkan wajah Tuhan. Mereka tidak takut untuk berjalan bersama-sama, dan
ketika hal ini terjadi, Allah muncul dan melakukan berbagai keajaiban di antara
umat-Nya. Roh Kudus mendorong kita untuk keluar dari diri kita, dari semua yang
ada di dalam diri kita, dari hal-hal yang kita pegang teguh.
Roh
Kudus mengajarkan kita untuk melihat melampaui penampilan dan memungkinkan kita
untuk berbicara baik tentang orang lain - memberkati mereka. Hal ini benar
terutama berkaitan dengan saudara dan saudari kita yang tunawisma, terpapar
unsur-unsurnya, mungkin kekurangan tidak hanya atap di atas kepala mereka atau
kulit roti, tetapi persahabatan dan kehangatan suatu komunitas untuk merangkul,
memberi perlindungan dan menerima mereka. Inilah budaya perjumpaan; budaya
perjumpaan mendesak kita sebagai umat Kristiani untuk mengalami keibuan Gereja
yang menakjubkan, ketika ia mencari-cari, melindungi dan mengumpulkan
anak-anaknya. Dalam Gereja, ketika berbagai ritus bertemu, ketika hal yang
paling penting bukanlah pertalian, kelompok, atau etnisnya sendiri, tetapi umat
yang bersama-sama memuji Allah, maka hal-hal besar terjadi. Sekali lagi,
marilah kita menyatakannya dengan sungguh-sungguh : Berbahagialah orang-orang
yang percaya (lbdk. Yoh 20:29) dan yang memiliki keberanian untuk memupuk
perjumpaan dan persekutuan.
Maria,
ketika ia melakukan perjalanan untuk mengunjungi Elisabet, mengingatkan kita di
mana Allah ingin tinggal dan hidup, di mana tempat kudus-Nya, dan di mana kita
dapat merasakan detak jantung-Nya : Allah ingin tinggal dan hidup di
tengah-tengah umat-Nya. Ia ada, di sanalah Ia tinggal, di sanalah Ia menantikan
kita. Kita dapat menerapkan pada diri kita panggilan kenabian untuk tidak takut,
untuk tidak memperkenankan tangan kita menjadi lema lesu! Karena Tuhan Allah
kita ada di tengah-tengah kita; Ia adalah Sang Penyelamat yang kuat (bdk. Zef
3:16-17). Inilah rahasia setiap orang Kristiani: Allah ada di tengah-tengah
kita sebagai Sang Penyelamat yang kuat. Kepastian kita akan hal ini
memungkinkan kita, seperti Maria, untuk bernyanyi dan bersorak-sorai dengan
sukacita.
Maria
bergembira karena ia mengandung di dalam rahimnya, Imanuel, Allah beserta kita
: "Kehidupan Kristiani adalah sukacita dalam Roh Kudus" (Gaudete et
Exsultate, 122). Tanpa sukacita, kita tetap lumpuh, menjadi budak
ketidakbahagiaan kita. Seringkali permasalahan iman tidak ada hubungannya
dengan kekurangan sarana dan tatanan, jumlah, atau bahkan kehadiran orang-orang
yang tidak menerima kita; permasalahan iman benar-benar ada hubungannya dengan
kekurangan sukacita. Iman tergoncang ketika iman hanya melayang-layang dalam
kesedihan dan keputusasaan. Ketika kita hidup dalam ketidakpercayaan, tertutup
pada diri kita sendiri, kita bertentangan dengan iman. Alih-alih menyadari
bahwa kita adalah anak-anak Allah yang terhadap mereka Ia melakukan
perbuatan-perbuatan besar (bdk. ayat 49), kita mengurangi segalanya menjadi
masalah kita sendiri. Kita lupa bahwa kita bukan anak yatim, karena kita
memiliki seorang Bapa di tengah-tengah kita, seorang Penyelamat yang kuat.
Maria datang membantu kita, karena alih-alih merendahkan berbagai hal, Maria
mengagungkan mereka dengan “mengagungkan” Tuhan, dengan memuji keagungan-Nya.
Di
sini kita menemukan rahasia sukacita kita. Maria, rendah hati dan sederhana,
memulai dari keagungan Allah dan meskipun ada masalah - yang tidak sedikit - ia
dipenuhi dengan sukacita, karena ia mempercayakan dirinya kepada Tuhan dalam
segala hal. Ia mengingatkan kita bahwa Allah selalu dapat melakukan berbagai
keajaiban jika kita membuka hati kita kepada-Nya serta kepada saudara dan
saudari kita. Marilah kita memikirkan saksi-saksi besar dari tanah ini :
orang-orang sederhana yang percaya kepada Allah di tengah-tengah penganiayaan.
Mereka tidak meletakkan pengharapan mereka di dunia, tetapi di dalam Tuhan, dan
dengan demikian mereka bertahan. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada
para pemenang yang rendah hati ini, orang-orang kudus dari pintu sebelah, yang
menunjukkan jalan kepada kita. Air mata mereka tidak sia-sia; air mata mereka
adalah sebuah doa yang naik ke surga dan memupuk pengharapan orang-orang ini.
Saudara
dan saudari yang terkasih, Maria melakukan perjalanan, mengalami perjumpaan dan
bergembira karena ia membawa sesuatu yang lebih besar ketimbang dirinya sendiri
: ia adalah pembawa berkat. Seperti dia, semoga kita juga tidak takut untuk
membawa berkat yang dibutuhkan Rumania. Semoga kamu menjadi para pemuka budaya
perjumpaan yang memberikan kebohongan terhadap ketidakpedulian dan perpecahan,
serta memungkinkan negeri ini menyuarakan belas kasihan Tuhan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.