Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI KATEDRAL SANTO YOSEF, BUCHAREST (RUMANIA) 31 Mei 2019 : MARIA ADALAH SOKOGURU PERJUMPAAN DAN SUKACITA

Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet
Bacaan Ekaristi : Zef. 3:14-18a; Yes. 12:2-3,4-bcd,5-6; Luk. 1:46-53.

Bacaan Injil (Luk 1:46-53) yang baru saja kita dengar menarik kita ke dalam perjumpaan antara dua perempuan yang berpelukan, dipenuhi dengan sukacita dan pujian. Sang anak melompat kegirangan dalam rahim Elisabet dan ia menyatakan sanaknya berbahagia karena imannya. Maria melambungkan kidung puji-pujian tentang perbuatan-perbuatan besar yang telah diperbuat Tuhan terhadap hamba-Nya yang rendah hati; kidung puji-pujiannya adalah kidung pengharapan yang besar bagi mereka yang tidak dapat lagi bernyanyi karena mereka kehilangan suara mereka. Kidung pengharapan itu juga dimaksudkan untuk membangunkan kita hari ini, dan membuat kita menggabungkan suara kita kepadanya. Dari hal ini ada tiga unsur yang berharga yang dapat kita renungkan di dalam diri para murid yang pertama : Maria melakukan perjalanan, Maria mengalami perjumpaan, Maria bergembira.


Maria melakukan perjalanan ... dari Nazaret ke rumah Zakharia dan Elisabet. Ini adalah perjalanan pertama Maria, sebagaimana terkait dengan Kitab Suci. Perjalanan pertama dari banyak perjalanan. Ia akan melakukan perjalanan dari Galilea ke Betlehem, tempat Yesus akan dilahirkan; ia akan pergi ke Mesir untuk menyelamatkan Anaknya dari Herodes; setiap tahun ia akan pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah (bdk. Luk 2:41), dan akhirnya ia akan mengikuti Yesus ke Kalvari. Seluruh perjalanan ini memiliki satu kesamaan : seluruhnya tidak pernah mudah; seluruhnya selalu membutuhkan keberanian dan kesabaran. Seluruhnya mengatakan kepada kita bahwa Bunda Maria tahu apa artinya berjalan menanjak, ia tahu apa artinya kita berjalan menanjak, dan ia adalah saudari kita di setiap langkah perjalanan. Ia tahu apa rasanya lelah berjalan dan ia bisa menatang kita di tengah-tengah kesulitan-kesulitan kita, dalam berbagai tikungan dan putaran yang paling berbahaya dalam perjalanan hidup kita.

Sebagai seorang ibu yang baik, Maria tahu bahwa kasih tumbuh setiap hari di tengah-tengah hal-hal kecil kehidupan. Kasih dan kecerdasan seorang ibu mampu mengubah sebuah kandang hewan menjadi rumah bagi Yesus, dengan kain lampin miskin dan kelimpahan kasih (bdk. Evangelii Gaudium, 286). Berkaca pada Maria memungkinkan kita untuk mengalihkan pandangan kita kepada semua perempuan, ibu dan nenek di tanah ini yang, dengan pengorbanan, pengabdian, dan penyangkalan diri mereka yang teduh, sedang membentuk masa kini dan mempersiapkan jalan untuk impian masa depan. Pengorbanan mereka adalah pengorbanan yang diam-diam, tak kenal lelah, dan tanpa tanda jasa; mereka tidak takut untuk "menyingsingkan lengan baju" dan memikul berbagai kesulitan demi anak-anak dan keluarga mereka, "sekalipun tidak ada dasar untuk berharap" (Rm 4:18). Ingatan yang hidup dari bangsamu mempertahankan indra pengharapan yang kuat ini terhadap setiap upaya untuk meredupkan atau memadamkannya. Memandang Maria dan seluruh wajah ibu-ibu itu, kita mengalami dan dipelihara oleh indra harapan itu (bdk. Dokumen Aparecida, 536), yang melahirkan dan menyingkapkan cakrawala masa depan. Marilah kita nyatakannya dengan sungguh-sungguh : dalam umat kita ada banyak ruang untuk pengharapan. Itulah sebabnya perjalanan Maria berlanjut bahkan hingga hari ini; ia mengundang kita, bersamanya, untuk melakukan perjalanan bersama-sama.

Maria berjumpa Elisabet (bdk. Luk 1:39-56), seorang perempuan yang telah lanjut umurnya (ayat 7). Tetapi Elisabet, meskipun lebih tua, adalah orang yang berbicara tentang masa depan dan, "penuh dengan Roh Kudus" (ayat 41), bernubuat dalam kata-kata yang mengisyaratkan Sabda Bahagia Injil yang terakhir : "Berbahagialah orang-orang yang percaya" (bdk. Yoh 20:29). Bukan main, perempuan yang lebih muda pergi menemui perempuan yang lebih tua, mencari akarnya, sementara perempuan yang lebih tua dilahirkan kembali dan menubuatkan masa depan perempuan yang lebih muda. Di sini, tua dan muda bertemu, berpelukan dan masing-masing membangkitkan yang terbaik. Ini adalah sebuah mukjizat yang ditimbulkan oleh budaya perjumpaan, di mana tak seorang pun yang dicampakkan atau dikucilkan, tetapi semuanya dicari-cari, karena semuanya diperlukan untuk mengungkapkan wajah Tuhan. Mereka tidak takut untuk berjalan bersama-sama, dan ketika hal ini terjadi, Allah muncul dan melakukan berbagai keajaiban di antara umat-Nya. Roh Kudus mendorong kita untuk keluar dari diri kita, dari semua yang ada di dalam diri kita, dari hal-hal yang kita pegang teguh.

Roh Kudus mengajarkan kita untuk melihat melampaui penampilan dan memungkinkan kita untuk berbicara baik tentang orang lain - memberkati mereka. Hal ini benar terutama berkaitan dengan saudara dan saudari kita yang tunawisma, terpapar unsur-unsurnya, mungkin kekurangan tidak hanya atap di atas kepala mereka atau kulit roti, tetapi persahabatan dan kehangatan suatu komunitas untuk merangkul, memberi perlindungan dan menerima mereka. Inilah budaya perjumpaan; budaya perjumpaan mendesak kita sebagai umat Kristiani untuk mengalami keibuan Gereja yang menakjubkan, ketika ia mencari-cari, melindungi dan mengumpulkan anak-anaknya. Dalam Gereja, ketika berbagai ritus bertemu, ketika hal yang paling penting bukanlah pertalian, kelompok, atau etnisnya sendiri, tetapi umat yang bersama-sama memuji Allah, maka hal-hal besar terjadi. Sekali lagi, marilah kita menyatakannya dengan sungguh-sungguh : Berbahagialah orang-orang yang percaya (lbdk. Yoh 20:29) dan yang memiliki keberanian untuk memupuk perjumpaan dan persekutuan.

Maria, ketika ia melakukan perjalanan untuk mengunjungi Elisabet, mengingatkan kita di mana Allah ingin tinggal dan hidup, di mana tempat kudus-Nya, dan di mana kita dapat merasakan detak jantung-Nya : Allah ingin tinggal dan hidup di tengah-tengah umat-Nya. Ia ada, di sanalah Ia tinggal, di sanalah Ia menantikan kita. Kita dapat menerapkan pada diri kita panggilan kenabian untuk tidak takut, untuk tidak memperkenankan tangan kita menjadi lema lesu! Karena Tuhan Allah kita ada di tengah-tengah kita; Ia adalah Sang Penyelamat yang kuat (bdk. Zef 3:16-17). Inilah rahasia setiap orang Kristiani: Allah ada di tengah-tengah kita sebagai Sang Penyelamat yang kuat. Kepastian kita akan hal ini memungkinkan kita, seperti Maria, untuk bernyanyi dan bersorak-sorai dengan sukacita.

Maria bergembira karena ia mengandung di dalam rahimnya, Imanuel, Allah beserta kita : "Kehidupan Kristiani adalah sukacita dalam Roh Kudus" (Gaudete et Exsultate, 122). Tanpa sukacita, kita tetap lumpuh, menjadi budak ketidakbahagiaan kita. Seringkali permasalahan iman tidak ada hubungannya dengan kekurangan sarana dan tatanan, jumlah, atau bahkan kehadiran orang-orang yang tidak menerima kita; permasalahan iman benar-benar ada hubungannya dengan kekurangan sukacita. Iman tergoncang ketika iman hanya melayang-layang dalam kesedihan dan keputusasaan. Ketika kita hidup dalam ketidakpercayaan, tertutup pada diri kita sendiri, kita bertentangan dengan iman. Alih-alih menyadari bahwa kita adalah anak-anak Allah yang terhadap mereka Ia melakukan perbuatan-perbuatan besar (bdk. ayat 49), kita mengurangi segalanya menjadi masalah kita sendiri. Kita lupa bahwa kita bukan anak yatim, karena kita memiliki seorang Bapa di tengah-tengah kita, seorang Penyelamat yang kuat. Maria datang membantu kita, karena alih-alih merendahkan berbagai hal, Maria mengagungkan mereka dengan “mengagungkan” Tuhan, dengan memuji keagungan-Nya.

Di sini kita menemukan rahasia sukacita kita. Maria, rendah hati dan sederhana, memulai dari keagungan Allah dan meskipun ada masalah - yang tidak sedikit - ia dipenuhi dengan sukacita, karena ia mempercayakan dirinya kepada Tuhan dalam segala hal. Ia mengingatkan kita bahwa Allah selalu dapat melakukan berbagai keajaiban jika kita membuka hati kita kepada-Nya serta kepada saudara dan saudari kita. Marilah kita memikirkan saksi-saksi besar dari tanah ini : orang-orang sederhana yang percaya kepada Allah di tengah-tengah penganiayaan. Mereka tidak meletakkan pengharapan mereka di dunia, tetapi di dalam Tuhan, dan dengan demikian mereka bertahan. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para pemenang yang rendah hati ini, orang-orang kudus dari pintu sebelah, yang menunjukkan jalan kepada kita. Air mata mereka tidak sia-sia; air mata mereka adalah sebuah doa yang naik ke surga dan memupuk pengharapan orang-orang ini.

Saudara dan saudari yang terkasih, Maria melakukan perjalanan, mengalami perjumpaan dan bergembira karena ia membawa sesuatu yang lebih besar ketimbang dirinya sendiri : ia adalah pembawa berkat. Seperti dia, semoga kita juga tidak takut untuk membawa berkat yang dibutuhkan Rumania. Semoga kamu menjadi para pemuka budaya perjumpaan yang memberikan kebohongan terhadap ketidakpedulian dan perpecahan, serta memungkinkan negeri ini menyuarakan belas kasihan Tuhan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.